Rencana Demi Rencana
Rencana Demi Rencana
"Saga ...," panggilnya.
"Untuk apa kau kemari, Jo?" Saga menatap Joseph dengan pandangan tak suka. Sembari membawa sebuket bunga berukuran besar.
"Aku ingin bicara denganmu sebentar saja. Tolonglah."
"Aku tidak ada waktu untuk bicara denganmu. Lebih baik kau pulang saja!" Saga mengusir sang tamu agar segera pulang dari rumahnya.
Namun, Joseph sepertinya tak mau pergi dari sini, sebelum bisa mengobrol berdua dengan Saga. Saga tetap pada pendiriannya sendiri. Karena pria itu bebal, maka ia segera meminta pada anak buahnya untuk mengusir Joseph dari sini.
Joseph berontak karena kedua tangannya sedang dicekal oleh anak buah Saga. Sepertinya Saga memang tak mau diganggu oleh siapa-siapa dulu.
"Pulanglah Jo, aku tak mau bertemu denganmu lagi!"
Dengan raut wajah kecewa, akhirnya Joseph berniat pulang saja dari sini. Saga pun sudah masuk ke dalam rumahnya.
"Mungkin belum saatnya," ujarnya sambil masuk ke dalam mobil dan hilang perlahan.
Saga mengintip Joseph yang berlalu pulang dari balik pintu. Entah apa yang pria itu ingin bicarakan, Saga tak mau tahu. Ia pun melangkah lagi naik ke atas tangga. Ekspresi wajahnya harus terlihat ceria agar sang istri juga merasa senang.
Dengan buket bunga yang ada digenggaman, Saga membusungkan dada dan langkah tegap layaknya seorang prajurit. Ia ketuk pintu itu dengan satu kali ketuk.
"Sayang." Alisa membukakan pintu untuknya dan menyuruh masuk ke dalam.
Saga langsung menyodorkan buket bunga pada wanita berambut cokelat itu. Hatinya senang bukan main, saat sang suami memberi kejutan. Segala luka di hati seketika hilang nan lenyap, berkat pemberian dari pria di depannya saat ini.
"Kau menyukainya?" tanya Saga sambil memainkan rambut Alisa.
"Aku sangat menyukainya. Terima kasih banyak." Selengkung senyum manis Alisa tampilkan di hadapan sang suami. Membuat Saga perlahan merentangkan tangan dan Alisa dengan segera merasuk ke dalam pelukan pria itu.
"Syukurlah kalau kau senang mendapat hadiah sederhana ini."
"Bagiku, setiap hadiah pemberian darimu selalu istimewa."
Saga mencubit gemas kedua pipi wanita yang ia cintai. Bersama Alisa, hidupnya selalu merasa bahagia dan damai. Dirinya tak mau kehilangan sang istri sedikit pun.
Alisa juga tak mau kehilangan Saga, apa pun yang akan terjadi. Ia akan selalu bersama dengan pria itu. Walau orang tua Saga tak setuju dan sering kali berucap kasar padanya, tak membuat Alisa menyerah begitu saja.
"Sayang?" Saga mengibas-ngibaskan tangannya ke wajah Alisa. Wanita itu tampak melamun. "Apa yang kau pikirkan?"
"Tidak ada sayang. Tidak ada yang kupikirkan."
Saga meraih kedua pundak sang istri dan berkata bahwa jangan memikirkan apa pun yang akan membuat dirinya merasa sedih. Ia tak mau, kalau suasana hati Alisa buruk. Itu hanya akan mengakibatkan kondisi dalam janin bermasalah. Pria itu berusaha semaksimal mungkin agar sang istri tak memikirkan apa pun.
"Pokoknya jangan memikirkan apa pun yang berat-berat sayang. Aku tak mau, kau dan anak kita kenapa-kenapa. Jangan stres juga."
"Iya sayang. Baiklah."
***
Bu Angel tampak sendirian di dalam kamar sedang berias diri di depan cermin. Wanita paruh baya yang usianya tak muda lagi, tetapi masih terlihat cantik itu sedang memoles wajahnya dengan bedak. Ia merasa puas hari ini karena sudah membuat sang menantu menangis.
"Aku sudah tak sabar lagi melihat Alisa hancur dengan pernikahannya. Aku ingin anakku berpisah dengan dia." Bu Angel melotot sendiri ke arah cermin. Tangannya tengah menggenggam spon bedak.
Bu Angel selalu berusaha untuk membuat mental Alisa semakin hancur. Dengan membanding-bandingkannya dengan Reva, sosok wanita yang diidam-idamkan oleh Bu Angel menjadi sosok menantu idaman.
Saat sedang berdandan, Pak Surya tiba-tiba masuk ke dalam kamar. Melihat sang istri sedang berdandan, ia pun mendekatinya. Pria yang masih terlihat gagah itu lalu memegang pundak sang istri. Pak Surya tengah memberi pujian atas kecantikan Bu Angel yang masih bersinar setiap hari.
"Ibu masih terlihat sangat cantik, ayah makin cinta sama ibu," ucap Pak Surya.
"Ayah bisa aja deh. Ibu kan dandan begini demi ayah juga."
Mereka berdua lantas membicarakan soal Alisa dan Saga. Suami istri itu ingin sekali melihat mereka berdua berpisah. Mereka sama sekali tak setuju, sang putra harus bersama dengan Alisa.
Pak Surya dan sang istri telah merencanakan sesuatu untuk membuat Alisa semakin terpojokkan. Dan, lama-kelamaan wanita itu akan menyerah juga pada akhirnya.
"Bu, kita berdua harus selalu membuat Alisa terpojokkan. Kalau perlu, kita berdua setiap hari ke rumah Saga, setelah dia berangkat ke kantor."
"Iya yah, ibu setuju. Ibu ingin melihat Alisa makin hari makin sedih. Lalu, berpikiran untuk meninggalkan Saga karena tak kuat mempunyai mertua seperti kita."
Saking tak sukanya mereka berdua, tak membuat Bu Angel dan Pak Surya melihat sisi kebaikan sang menantu. Mereka terus mencari kesalahan demi kesalahan Alisa, lalu menghakimi wanita itu hingga bersedih. Bagi mereka, kasta adalah segalanya dalam lingkup kehidupan. Mereka berdua sangat menyayangkan Saga lebih memilih wanita yang tak kastanya rendah, seperti Alisa.
Mereka lebih suka dengan Reva. Wanita itu kaya, cantik, bisa merawat diri dan penampilan serta dari kalangan orang terpandang. Maka dari itu, Bu Angel dan sang suami sangat menginginkan Reva menjadi menantu.
"Selama ini kita aman yah, soalnya Alisa tak pernah mengadu dengan Saga. Sepertinya dia masih tutup mulut," ucap Bu Angel.
"Maka dari itu, sebelum dia buka mulut ke Saga, alangkah baiknya kita harus menyingkirkan dia dulu bu. Kita harus punya menantu selevel dengan Reva."
Suami istri itu pun lantas selalu memikirkan cara-cara yang dapat membuat sang menantu terus bersedih hati. "Reva juga tak suka dengan Alisa kan? Maka dari itu, kita minta saja dia untuk terus membuat Alisa percaya, bahwa Saga masih mencintai Reva."
"Caranya gimana bu? Alisa pasti tak semudah itu untuk percaya hal ini, kalau tak ada bukti. Lagian, Saga sangat menyayanginya bu."
"Ayah tenang saja, ibu akan minta bantuan dengan Reva untuk hal ini. Dia pasti mau bantuin kita berdua. Ini semua demi Reva juga agar dia bersatu lagi dengan Saga," balas Bu Angel.
Pak Surya mengangguk-angguk mendengar penjelasan sang istri. Pasti Reva setuju untuk membantu mereka. Lantas untuk merayakan hal ini, Pak Surya mengajak istrinya itu untuk makan malam di luar, hanya berdua saja.
"Ibu memang pintar kalau urusan hal ini. Ayo bu, ikut ayah. Kita akan pergi ke luar untuk makan malam berdua." Sang istri menggamit lengan Pak Surya dan mereka berdua melangkah ke luar dari kamar.