Arrogant Husband

You Are Strong Woman



You Are Strong Woman

1Ucapan kasar nan tajam memang membuat kepikiran terus-menerus, walaupun Alisa sudah berusaha untuk menghilangkannya dari dalam pikiran. Entah benar atau salah, perkataan Bu Angel menyakitkan baginya.     

"Harusnya aku sebagai menantu, harus rajin dalam hal mengurus rumah dan suamiku. Benar kata Bu Angel, aku hanyalah wanita pemalas." Alisa tersenyum kecut sambil menampar-nampar seprai tempat tidur.     

"Harusnya Saga bukan menikah denganku, tapi dengan Reva saja. Dan, ucapan Bu Angel juga betul. Wanita itu lebih segalanya ketimbang aku. Reva cantik, pintar, kaya, mapan, dan segala-galanya. Terlahir dari bibit, bebet, dan bobot yang jelas." Alisa membandingkan dirinya sendiri dengan Reva.     

Alisa menumpahkan segala rasa kecewa di hatinya saat ini. Ia meremas-remas seprai itu sampai bentuknya sedikit acak-acakan. Air matanya kembali jatuh lagi. Tak kuasa menahan rasa sakit yang harus ia tanggung sendiri.     

Ingin mengadu pada sang suami, yang ada malah Bu Angel dan Pak Surya akan tambah membencinya lagi kalau Saga tau hal ini. Kalau hanya diam saja seperti ini pun, menutupi semuanya dari Saga, juga menyebabkan luka di hati. Alisa bimbang sendiri, harus memutuskan seperti apa. Hidupnya begitu ruwet sekarang setelah menikah, berbeda dengan dulu.     

Setiap kehidupan yang ia jalani terasa berat. Namun, dengan Saga dirinya tetap bertahan dan berusaha tegar. Andai saja, pria itu lebih menurut dengan perkataan orang tuanya sendiri, maka hancurlah Alisa sekarang.     

"Apa yang harus aku lakukan ya Tuhan untuk mengambil hati mertuaku? Aku ingin mereka menyayangiku layaknya anak sendiri."     

Alisa menangis terisak, meminta pada Yang Maha Kuasa agar memberinya sebuah keajaiban. Keajaiban yang akan membuatnya bersatu dengan sang mertua.     

"Aku akan terus bersabar, menanti sebuah keajaiban. Menanti waktu yang indah datang padaku."     

Sudah cukup lama ia menangis sendirian di dalam kamar. Matanya pun terasa bengkak di area kantung mata. Hidungnya pun seketika tersumbat. Alisa tak mau kalau kondisinya yang begini akan terlihat oleh Saga. Ia pun segera menghapus air mata dan berusaha untuk menghibur diri sendiri.     

Alisa melangkah ke jendela kamar, melihat suasana yang ada di bawah, tepatnya di halaman rumah. Rumah besar ini telah banyak memberinya kebahagiaan bersama Saga. Namun, juga banyak memberinya kesedihan.     

"Bukankah jalan hidup tak selalu mulus? Pasti akan ada aral melintang di depannya. Aku pasti bisa mendapatkan hati mertuaku, suatu saat nanti."     

Alisa berusaha untuk terus berpikir positif. Ini semua ia lakukan agar tak stres dan malah mengakibatkan kandungannya bermasalah.     

Tok! Tok!     

"Silakan masuk." Alisa meninggikan suaranya agar orang di luar kamarnya bisa masuk.     

Ternyata salah seorang pelayan datang ke kamar membawakan makanan untuknya. Alisa pun segera menghampiri pelayan itu.     

"Menu makan siang untuk Anda, Nyonya. Saya sengaja membawakan kemari karena tahu kondisi, Nyonya."     

Pelayan itu mengaku, bahwa sempat mendengar perbincangannya dengan Bu Angel di ruang tamu tadi. Perkataan Bu Angel memang tak pantas dan menyakitkan hati.     

"Nyonya jangan memikirkan ucapan Bu Angel ya. Beliau memang seperti itu orangnya. Terpenting sekarang, Nyonya jaga kesehatan baik-baik demi si bayi. Cepat atau lambat, beliau pasti tergerak hatinya untuk bisa menerima Nyonya."     

"Terima kasih banyak ya. Kau sudah mengerti kondisiku. Sekali lagi, terima kasih." Alisa tersenyum ke arah pelayan itu.     

"Sama-sama, Nyonya."     

Pelayan itu izin keluar dari kamarnya. Alisa mempersilakannya agar keluar. Ia pun segera menyantap makanan yang sudah dihidangkan oleh pelayan itu.     

Alisa terlihat malas untuk makan. Namun, ia tetap menyuapkan nasi ke dalam mulut, hanya karena si jabang bayi yang berada di dalam. Ia tak mau, sang anak kenapa-kenapa.     

"Maafkan ibu, nak. Harusnya ibu tak terlalu memikirkan ucapan nenekmu. Tapi, mau bagaimana lagi, ucapannya sungguh menyakiti hati ibu." Alisa sambil menyuap makanannya dengan pelan.     

Ia tetap berusaha untuk makan, walau pelan-pelan. Dirinya tak mau membuat Saga khawatir kalau tak ada makanan yang masuk ke perut. Beruntung sang suami sangat mencintainya dan tak akan pernah meninggalkannya sendiri, walau kedua orang tua pria itu ingin memisahkan mereka.     

Cinta Alisa untuk Saga sangatlah kuat, hingga tak akan mudah untuk digoyahkan. Benteng pertahanan cinta mereka berfondasikan kuat.     

Demi Saga, ia kuat. Pria itu telah melakukan segala hal untuknya, yang membuatnya merasa bahagia. Mana mungkin, Alisa meninggalkan Saga begitu saja hanya karena disuruh oleh sang mertua. Biar bagaimanapun, dirinya tak akan pernah berpisah dengan pria itu.     

"Nak, dengarlah ... ibu akan selalu bertahan dan kuat hanya demi dirimu dan ayahmu. Ibu tak akan pernah meninggalkan orang yang ibu cintai."     

Si jabang bayi adalah pelipur lara bagi Alisa. Dengan mengelus-elus perutnya dan mengajak sang bayi bicara, membuat suasana hatinya perlahan-lahan menjadi baik. Alisa berusaha untuk tak terlalu memikirkan ucapan-ucapan Bu Angel lagi. Ia harus bisa bangkit lagi setelah berkali-kali dijatuhkan oleh seseorang.     

Nasi di piring hanya tersisa sedikit lagi. Setelah itu, ia akan istirahat sejenak, memulihkan kondisinya yang sempat hilang. Nanti sore, Saga akan pulang ke rumah dan dirinya tak mau kalau sang suami melihat kondisinya yang masih bersedih.     

"Alisa, ayo bangkit. You are strong woman." (Kau adalah wanita yang kuat)     

Wanita itu menyemangati diri sendiri. "Kau adalah istri Saga dan jangan pernah menyerah untuk mendapatkan hati mertuamu."     

Lambat laun, mereka berdua pasti bisa menerimanya di tengah-tengah keluarga Saga Herlambang. Ia akan membuktikan, bahwa pengorbanannya tak sia-sia. Perlu perjuangan memang untuk meraih hati mereka. Bersakit-sakit dahulu sebelum bersenang-senang kemudian. Seperti itulah kata pepatah zaman dulu. Kalau ingin meraih sesuatu, harus sakit dahulu sebelum mengecap rasa bahagia.     

Ia jadi teringat pesan Saga, bahwa tak ada yang tak mungkin di dunia ini dan pasti akan terjadi. Sama halnya dengan merebut hati sang mertua, Alisa yakin bisa melakukannya.     

***     

"Sayang, sebentar lagi aku akan segera pulang," ujar Saga yang terlihat sambil membayar sesuatu.     

Saga menelepon sang istri yang berada di rumah. Sekarang di tangan sebelah kanan, ia memegang sebuah buket bunga yang cantik dan besar. Pasti Alisa akan sangat menyukai hadiah pemberiannya ini.     

"Kau pasti sudah merindukan aku kan? Tunggu aku di rumah ya. I love you, sayang. Aku tutup dulu teleponnya." Saga memutuskan sambungan teleponnya dari sang istri. Kemudian, memasukkan kembali ponsel itu ke dalam saku.     

Senyumnya semringah dan berjalan dengan begitu mantap menuju ke dalam mobil. Tak sabar lagi, ingin sampai ke rumah dan menemui sang istri tercinta. Sudah pasti Alisa juga menunggunya karena ingin bermanja-manja di bawah ketiaknya. Saat mengingat hal itu, membuatnya jadi geleng-geleng sendiri.     

"Istriku sekarang sangat manja dan memintaku untuk cepat pulang dari kantor." Saga mulai melajukan mobilnya menjauh dari toko bunga. "Tunggu aku sayang."     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.