Saga Babak Belur
Saga Babak Belur
Ia pun melangkah ke luar dari ruangan kerja. Pria itu dengan langkah lebar menuju ke parkiran mobil. Saga tersenyum-senyum saat memikirkan Alisa.
Saga akan menuju ke sebuah toko boneka. Entah kenapa, ia ingin membelikan benda yang lucu-lucu untuk Alisa.
"Semoga kau suka dengan boneka pemberianku nanti. Ahh, pasti semua wanita menyukai boneka yang lucu-lucu." Saga sudah berada di kursi kemudi. Sebentar lagi, ia akan segera berangkat ke toko boneka.
***
Saga sudah masuk ke dalam toko boneka. Ia berjalan-jalan sekitar sana untuk mencari boneka yang pas menurutnya. Mungkin, Saga akan membeli beberapa untuk sang istri. Apa saja akan ia belikan untuk Alisa.
Ia melihat sebuah boneka beruang yang besar berwarna cokelat muda. Terlihat lucu dan tekstur bulunya sangat lembut. Saga pun jadi tertarik dan berniat akan membelinya. Ia mengambil boneka tersebut dan mulai berkeliling lagi.
Banyak boneka di sini berjejer rapi dalam sebuah lemari. Ada yang berukuran besar dan kecil, semuanya lucu menurut Saga. Matanya pun menatap sebuah boneka yang berbentuk seekor kuda.
"Kuda? Lucu juga bentuknya." Pria itu lalu mengambil boneka tersebut dan berkeliling lagi.
Setelah cukup lama berkeliling di sini untuk mencari boneka, maka Saga pun berniat akan segera pulang ke rumah. Ia lantas melangkah menuju ke kasir untuk membayar semuanya. Selanjutnya, berjalan ke arah parkiran. Tanpa Saga sadari, ada beberapa buah mobil yang sudah mengintainya sedari tadi.
Saat mobil Saga sudah ke luar dari parkiran, maka mobil yang lain pun juga ikut mengiringi dari belakang. Apa yang ingin mereka lakukan pada Saga?
***
Saat jalan raya cukup sepi dan tak ada mobil yang lalu-lalang, maka mereka pun mulai beraksi. Tiga buah mobil itu dengan sengaja memblokir depan jalan, hingga Saga tak bisa lewat. Ia pun mengerem secara mendadak.
"Siapa mereka semua?" tanya Saga yang merasa heran karena jalan ini dihalangi oleh mereka.
Muncullah lima orang pria yang ke luar dari mobil. Mereka semua menyuruh Saga untuk ke luar dari dalam. Dengan agak terheran-heran, Saga menuruti perintah mereka dan ke luar dari mobil.
"Siapa kalian?" tanya Saga lagi saat berhadapan dengan lima orang pria tersebut.
Tanpa menjawab pertanyaan dari Saga, mereka berlima terlihat maju dan memulai perkelahian ini. Dengan gagah berani, Saga pun membalas perlakuan mereka. Ia sama sekali tak merasa takut, walau musuh datang keroyokan begini.
Lima lawan satu, sangat tak adil. Saga berjuang seorang diri melawan mereka. Entah apa maksud pria-pria ini hingga menghakiminya. Saga merasa waspada dengan pukulan yang dilayangkan oleh mereka.
Semua serangan berhasil Saga hindari. Ia terlihat sangat piawai dalam hal berkelahi. Saga berhasil membuat seorang pria tumbang di atas tanah.
"Siapa kalian hah? Dan, apa mau kalian semua padaku?" tanya Saga ketus. Ia sama sekali tak mengerti dengan penyerangan ini.
Pria yang dicengkeram Saga terlihat diam. Ia melepaskan cengkeraman itu dan beralih lagi pada musuh yang lain.
Walaupun sudah berusaha untuk selalu bersikap waspada, tapi tetap saja Saga agak lengah. Saat dirinya lengah, beberapa pria terlihat menyerang dan memberikan bogem mentah ke arah wajah dan perutnya. Membuat Saga kesakitan. Kedua tangannya dicengkeram kuat dan dipegang di belakang.
Mereka berlima bergantian memukuli Saga sampai babak belur. Tak ada lagi daya upaya yang bisa ia lakukan untuk menyelamatkan diri. Pria-pria itu terlihat bersemangat memukulinya.
Wajah Saga sudah dipenuhi oleh luka lebam dan juga darah yang terus mengalir dari bagian pelipis. Pelipisnya agak sobek saat berkelahi. Perutnya pun jadi kram dan sakit. Mereka terus saja memukulnya tanpa ampun.
"Cukup!" teriak salah satu dari mereka. "Sepertinya dia sudah tak berdaya lagi. Ayo, kita pulang saja. Biarkan dia di sini sendirian!"
Kedua tangan Saga dilepaskan begitu saja, lalu tubuhnya didorong hingga menyebabkannya terjatuh ke tanah. Dengan berlumur darah, Saga terbaring begitu saja di atas tanah. Sedangkan, pria-pria itu tak ada rasa iba sama sekali dan kocar-kacir begitu saja meninggalkannya sendiri.
Saga melihat dengan jelas wajah pria-pria itu. Ia akan berusaha untuk mencari tahu, apa motif di balik penyerangan yang mereka lakukan padanya. Mereka bukan maling atau apalah itu. Tak ada harta benda atau uang yang mereka rampas.
"Si–siapa mereka sebenarnya?"
Saga memegangi perutnya yang sakit itu. Dengan perlahan, ia bangkit dan berdiri untuk menuju ke dalam mobil. Wajahnya kini dipenuhi oleh darah. Pelipisnya sobek. Pasti Alisa akan sangat terkejut melihat keadaannya begini, tapi apa boleh buat.
Ia bertekad akan mencari tahu masalah ini. Siapa dalangnya? Apa motifnya? Semua akan Saga cari tahu sampai tuntas. Anak buahnya banyak dan lihai dalam mengurus hal membalas kejadian ini. Ia takut, masalah ini akan merembet dan berusaha menyakiti Alisa.
"Ini tak bisa dibiarkan! Aku takut, kalau nanti terjadi sesuatu pada Alisa. Kalau mereka ingin istriku celaka, akan kubuat mereka menderita. Mereka menyentuh sehelai saja rambut istriku, maka fatal akibatnya." Dengan sisa kekuatan yang ada, Saga pun mengemudikan mobil dengan perlahan untuk menuju ke rumah dalam keadaan seperti ini.
***
"Tuann ...!" pekik Anton, saat melihat Saga ke luar dari mobil dalam keadaan babak belur begini. Beberapa anak buahnya tampak mendekat dan membantu merangkulnya.
Anton tak berani banyak bicara, karena melihat Saga dalam kondisi begini. Ia langsung memanggilkan dokter agar ke rumah.
"Anton."
"Iya, Tuan?"
"Kau dan yang lain punya suatu tugas."
Mendengar kata tugas, Anton merasa bahwa ini ada yang tak beres. Pria itu akan membantu sang Tuan dalam masalah ini.
"Apa itu, Tuan? Aku akan membantu Anda."
"Akan kuceritakan nanti. Semuanya. Kau sudah panggil dokter kemari kan?" tanya Saga.
"Iya, sudah Tuan."
Saga meminta pada Anton dan beberapa anak buah yang lain untuk mengantarnya menuju ke kamar. Dengan terpaksa, ia harus pulang dalam keadaan begini. Alisa masih ada di dalam kamarnya.
'Siapa yang nekat melakukan hal ini pada Tuan Saga? Siapa pelakunya? Apa motifnya ya?' Berbagai macam pikiran Anton, tengah berkeliaran dalam kepalanya. Pria itu tak mengerti dengan ini semua.
Akhirnya, mereka sudah sampai mengantar Saga menuju ke kamar. Anton mengetuk pintu itu beberapa kali. Maka, muncullah sesosok wanita yang saat melihat Saga, langsung histeris menangis.
Alisa begitu terkejut mendapati suaminya dalam keadaan babak belur begini. Tak terasa, wanita itu menangis deras. Ia pun mengajak Saga untuk masuk ke dalam dengan perlahan. Ia rangkul sang suami dan mendudukkannya di tepi ranjang.