Cinta yang Hilang
Cinta yang Hilang
Saga cukup trauma karena kehilangan Alisa. Mau tak mau, sikap over protective-nya pun keluar. Semata-mata hanya untuk menjaga sang istri. Pria itu melangkah menuju ke halaman depan, karena ingin segera berangkat kerja. Kini, Saga telah sembuh total dari sakit.
"Istriku yang cantik, aku pergi berangkat kerja dulu, ya," ucap Saga.
"Baik sayang. Hati-hati di jalan ya."
Dua sejoli itu pun kemudian saling berciuman. Mereka tak peduli, banyak anak buah yang pasang mata pada keduanya. Alisa dan Saga tetap melakukan hal yang romantis ini. Setelah itu, Saga masuk ke dalam mobil. Alisa melambai-lambaikan tangan ke arah sang suami. Dan, tak lama kemudian mobil pun melaju pergi dari rumah.
Setelah mobil Saga sudah tak terlihat lagi, maka Alisa segera masuk. Anak buah Saga membungkuk seketika padanya.
Alisa berjalan menuju ke dapur dan ingin ikut memasak. Semua pelayan dapur terkejut melihat Nyonya mereka ada di sini.
"Nyonya sedang apa di sini? Kenapa tidak istirahat saja di kamar? Nanti kami semua akan dimarahi Tuan Saga."
"Aku ingin membantu kalian semua di sini memasak."
"Jangan Nyonya! Jangan kotori tanganmu dengan ini semua. Lebih baik Anda istirahat saja di kamar. Kalau Nyonya perlu sesuatu, tinggal panggil kami." Mereka melarang Alisa untuk membantu. Mau tak mau, dirinya harus patuh karena ini semua ulah sang suami.
"Baiklah kalau begitu. Aku ingin sepiring nasi goreng, tolong bawakan ke kamar ya."
"Baik Nyonya, akan kami siapkan segera."
Alisa mengembuskan napas panjang dan menggeleng-geleng. Ini semua karena ulah suaminya. Tak memperbolehkannya melakukan segala aktivitas yang terasa memberatkan.
"Dasar Saga!"
***
Setelah sarapan pagi, Alisa mendapat panggilan telepon dari sang suami di seberang sana. Segera ia angkat dan terima panggilan tersebut.
"Hallo sayang," ucap pria di seberang sana.
"Hallo juga sayang."
"Kau sudah sarapan pagi?" tanyanya.
"Sudah sayang, baru saja."
Sikap protektif yang ditunjukkan oleh Saga, membuat Alisa sedikit merasa tak enak. Wanita itu berkata jujur di telepon. Namun, pria itu melakukan semua untuk dirinya. Saga pun lantas minta maaf padanya karena sudah membuat tak nyaman begini.
"Maafkan aku bila kau merasa tak nyaman. Aku cukup trauma melihat kau diculik seperti dulu karena aku kurang mengawasimu."
Saga tak memperbolehkannya jalan lagi ke luar rumah, walau diawasi oleh anak buah, kecuali dengan sang suami saja. Itu pun harus Alisa patuhi, karena di luar sana banyak yang mengincarnya.
"Tidak papa sayang. Kau melakukan semua ini demi diriku juga. Hanya saja, aku perlu penyesuaian untuk itu," ujar Alisa mengembuskan napas berat.
"Iya sayang. Dan, aku tak akan mengubah keputusanku ini." Saga meminta izin untuk menutup teleponnya dulu, karena ingin lanjut bekerja. Alisa pun mengiyakan.
Setelah sambungan diputus, Alisa meletakkan kembali ponselnya di atas nakas. Ia ingin lanjut istirahat.
***
Reva terus mengawasi Saga dari jarak jauh. Pria itu terlihat berjabat tangan dengan sesama kolega. Senyumnya terlihat semringah kepada orang-orang yang ada di kantor.
"Memandangmu dari jauh saja aku sudah bahagia. Apalagi sampai memilikimu lagi," ujarnya.
Ia pun memutuskan untuk masuk ke dalam kantor. Tujuannya tak lain, adalah bertemu dengan Saga. Setelah pria itu hendak menuju ke ruang kerja, dengan cepat Reva beraksi.
Reva menyusul Saga, yang lebih dulu masuk ke dalam ruangan kerja. Mata pria itu terbuka lebar dan terlihat tak suka dengan kehadirannya di sini. Ia duduk begitu saja di kursi kerja.
"Tak sopan sekali masuk begitu saja, tak mengetuk pintu terlebih dahulu!" ketus pria itu.
Reva hanya diam. Matanya menatap lurus ke papan nama yang bertuliskan Saga Herlambang. Jari jemarinya ia mainkan di atas meja.
"Aku sangat merindukanmu, Saga." Reva mengedipkan sebelah mata.
"Kau tak waras, Va! Sungguh tak waras."
Saga mengusir wanita itu dari ruangan kerja. Namun, Reva tak mau bangkit dari tempat duduknya kini. Ia masih merasa nyaman berada di sini. Tapi, tidak bagi Saga, pria itu risih melihat Reva berada di sini.
Karena Reva tak mau keluar juga dari ruangan kerja, terpaksa Saga yang melangkah pergi. Namun, tangannya dicekal kuat saat hendak membuka pintu. Reva terlihat tengah menggoda ke arahnya.
"Hentikan semua ini, Va. Lupakan aku! Aku sudah punya istri." Saga meminta pada Reva untuk berhenti menggodanya seperti ini, karena tak etis.
"Aku tak bisa melupakanmu begitu saja, Ga. Aku sangat mencintaimu. Sungguh!"
Kisah cinta yang telah lama mereka bina, kini sudah usai. Saga sudah mencintai wanita lain dan sudah resmi menikah. Di hatinya hanya ada Alisa seorang, masa depannya.
"Cintaku padamu sudah hilang, Va. Aku tak mencintaimu lagi. Sungguh! Lebih baik kau cari pria yang lebih baik dari pada aku." Saga memohon padanya.
Mendengar ucapan Saga, Reva sungguh sakit hati. Mana mungkin ia mampu melupakan begitu saja, kisah cinta yang telah lama mereka lalui. Yang memutuskan tali asmara ini adalah Saga, karena pria itu tak tahan bersamanya.
"Aku telah banyak berkorban untukmu, Saga. Tak mungkin aku dengan mudah melupakanmu. Kau cepat sekali mencari wanita lain sebagai penggantiku, ya!"
"Aku harus berkata jujur, Va. Alisa jauh lebih baik dari pada dirimu. Dia lebih memahami aku, perhatian, dan lebih segalanya. Dengan cara yang sederhana, dia tunjukkan cintanya yang luar biasa," ungkap Saga.
"Cukup! Cukup kau menyebut wanita itu di depanku!" Reva menangis terisak di hadapan Saga.
Saga terpaksa berkata seperti ini, karena ingin membuat wanita itu sadar bahwa dirinya bukan lagi menjadi kekasih Reva. Namun, sudah resmi menjadi suami orang lain. Saga tak ingin terus menerus meladeni sang mantan.
Cukup sudah penjelasannya tentang semua ini. Saga pun dengan sikap tegas, langsung menyuruh Reva keluar dari ruang kerjanya. Dengan linangan air mata, wanita itu pun lantas ke luar.
Reva menangis deras karena mendengar pengakuan yang dilontarkan Saga. Hatinya tak ikhlas dan merasa sangat berat harus mengetahui ini semua. Makin membuat dirinya membenci Alisa.
Semua karyawan Saga tengah memandangi dirinya yang ke luar dalam keadaan menangis. Reva dengan segera mengusap air matanya dengan kasar.
'Aku tidak akan membiarkan kalian hidup dengan tenang dan bahagia di atas penderitaanku. Tunggu saja pembalasanku, Alisa. Kalau aku tak bisa mendapatkan Saga, kau juga tak bisa memilikinya!'
Dengan langkah panjang, Reva memutuskan untuk ke mobil. Ia ingin menenangkan diri sekaligus pergi dari kantor ini.