Hanya Respons Biasa
Hanya Respons Biasa
Sang istri sudah siap dengan mengenakan dress mini berwarna hijau army. Dengan tatanan make-up yang natural. Alisa tak lupa membawa tas selempang, yang selalu ia bawa ke mana-mana.
Saga pun tengah rapi dengan mengenakan kemeja tangan panjang berwarna hitam. Membuat pria itu makin terlihat tampan dan penuh pesona. Alisa mendekat dan menggamit lengannya.
"Ayo, berangkat," ujar Alisa.
"Baik sayang."
Mereka sama-sama melangkah ke luar kamar. Saga menuntun sang istri turun tangga dengan perlahan. Sampailah mereka berdua di halaman depan. Mobil sudah siap dan tinggal tancap gas. Saga mempersilakan wanita itu untuk masuk lebih dulu ke dalam. Saga tak ingin membuang waktu lagi. Ia pun segera berangkat menuju ke rumah sakit.
***
Alisa sudah selesai diperiksa oleh sang dokter. Kini, ia dan Saga duduk berhadapan dengan dokter itu. Mereka tengah berbincang-bincang.
"Dok, bagaimana kandungan istri saya?" tanya Saga dengan raut wajah yang khawatir.
"Kandungan istri Anda tidak apa-apa. Ibu Alisa dalam kondisi stabil. Tak ada yang perlu dicemaskan."
Suami istri itu terdengar lega, mengembuskan napas panjang. Saga langsung mengelus-elus perut Alisa dan mengajak sang janin bicara. Sang dokter yang sedang menyaksikan keromantisan mereka hanya bisa tersenyum. Sedangkan, Alisa hanya malu-malu saat sang suami memperlakukannya seperti ini.
"Nak, sehat terus ya di dalam sana. Jangan buat ayah dan ibumu cemas. Kau adalah harta yang paling berharga untuk kami," ujar Saga.
Alisa memandang ke arah Saga. "Kau adalah ayah yang siaga."
Saga mendongak menatap wajah cantik sang istri. Saga dan Alisa lupa, bahwa ada seorang dokter yang berada di dekat mereka. Sedangkan mereka berdua terlihat asyik dalam keromantisan.
Setelah itu, Alisa menyuruh Saga untuk fokus pada dokter di depan mereka.
"Dok, terima kasih karena Anda telah memeriksa istri saya."
"Tidak masalah Pak Saga. Semoga istri Anda selalu dalam keadaan sehat sampai melahirkan nanti."
Saga mengangguk. Lalu, ia dan sang istri pamit untuk segera pulang dari sana. Saga dan Alisa bersalaman sebelum benar-benar pergi. Wanita itu tak henti-henti berucap rasa terima kasih pada sang dokter.
Dua sejoli itu beranjak ke luar. Mereka berjalan menuju parkiran. Wajah keduanya tak bisa disembunyikan oleh kebahagiaan ini. Alisa akan terus menjaga kandungannya sebaik mungkin sampai waktunya melahirkan nanti. Begitupun dengan Saga, pria itu akan menjadi suami yang siaga untuk Alisa dan calon ayah yang baik untuk sang anak.
"Sayang, apakah kau bahagia hari ini?"
"Aku sangat bahagia sayang. Dokter berkata tadi, bahwa kandunganku dalam keadaan sehat-sehat saja."
Saat mereka berdua berjalan menyusuri lorong rumah sakit, tiba-tiba saja Alisa dan Saga melihat Bu Angel dan Pak Surya. Ternyata orang tuanya berada di rumah sakit ini juga.
Bu Angel dan suaminya begitu terkejut saat melihat anak mereka dan Alisa. Berbagai macam pertanyaan pun berputar dalam pikiran. Ingin bertanya siapa yang sakit, tapi tak terlihat seperti orang sakit.
"Saga, kenapa kau di rumah sakit ini juga, Nak? Kau sakit kah?" tanya Bu Angel.
Alisa dan Saga kemudian saling berpandangan satu sama lain. Haruskah mereka berdua berkata jujur tentang kehamilan ini? Apakah ini waktu yang tepat untuk berterus terang?
Saga mengangguk ke arah Alisa. Pria itu akan berkata yang sejujurnya pada kedua orang tuanya.
"Tidak ada yang sakit antara aku dan Alisa. Hanya saja ...." Ucapan Saga terputus. Ia ingin tahu reaksi dari orang tuanya.
"Apa Saga, apa?" Pak Surya pun juga penasaran sejak tadi.
"Alisa sedang mengandung. Makanya kami berdua datang ke sini untuk cek kandungan."
Bu Angel menganga. Pak Surya menatap Alisa seolah tak percaya. Ternyata sang menantu sedang hamil.
Melihat kedua orang tua Saga yang sepertinya hanya bersikap biasa saja mendengar kabar ini, membuat Alisa memutuskan untuk melangkah lebih dulu ke luar. Dirinya meninggalkan Saga yang sedang bersama kedua orang tuanya di sini.
Melihat kepergian Alisa, Saga hanya bisa mengembuskan napas panjang. Merasa kecewa dengan sikap orang tuanya yang biasa saja. Tak ada ucapan selamat dari mereka.
"Aku sangat kecewa pada ayah dan ibu. Menantu kalian sedang mengandung, tapi tak ada ucapan selamat yang kalian lontarkan pada Alisa. Apakah kebencian kalian sudah mendarah daging?" Saga pun langsung pergi meninggalkan kedua orang tuanya.
Bu Angel dan Pak Surya hanya diam saja di tempat. Mereka masih syok mendengar kabar ini, bahwa Alisa sedang hamil. Rencana mereka untuk memisahkan Saga dan Alisa pun seolah tak ada kesempatan lagi.
"Yah, gimana ini? Ternyata Alisa sedang hamil. Situasi ini membuat kita berdua sulit untuk memisahkan mereka. Saga tak mungkin meninggalkan istrinya yang sedang hamil begini," ujar Bu Angel.
"Ayah juga bingung, bu. Kenapa jadi begini jadinya? Kita jadi tak bisa membuat mereka berpisah."
"Bagaimana dengan Reva, yah? Kalau dia dengar soal ini, pasti dia kecewa sekali."
"Ayah jadi bingung harus berbuat apa. Apakah kita memberitahu hal ini pada Reva, bu?"
"Iya yah. Ayo, temani ibu periksa ke dokter dulu." Bu Angel pun mengajak sang suami untuk menemui dokter di dalam ruangan.
***
"Sayang, jangan berpikiran macam-macam. Itu hanya akan membuatmu dan bayi kita dalam masalah." Saga sedang menyetir mobil agar mereka berdua sampai di rumah.
"Setelah mendengar kehamilanku pun, mereka berdua terlihat biasa saja. Mungkin memang benar, orang tuamu tak pernah menginginkan aku ada di tengah-tengah kehidupanmu," balas Alisa.
Saga yang semula fokus menyetir, tiba-tiba jadi tak karuan. Pria itu memutuskan untuk menepikan mobilnya sejenak. Lantas, mengajak bicara sang istri agar terus bersabar sampai waktunya tiba.
Alisa menangis deras di pundak sang suami. Tak habis pikir, dengan sikap mertuanya yang seperti itu. Sampai kapan, ia harus bersabar?
"Sayang, percayalah ... tak ada yang mustahil di dunia ini. Kau sabar ya. Tak usah pikirkan orang tuaku." Saga mengelus-elus rambut Alisa, berusaha untuk menenangkan sang istri. Wanita itu pun mengusap air matanya.
"Iya sayang, baiklah."
Melihat senyuman Alisa terukir di bibir, membuat Saga kembali lagi melajukan kecepatan mobilnya. Ia merasa tenang sekarang, karena sudah membuat sang istri tak menangis lagi. Kesedihan Alisa adalah kesedihannya juga. Apa yang membuat sang istri kecewa, secara otomatis akan membuatnya sakit juga.
Saga tak akan membiarkan sang istri menitikkan air mata walau setetas, kalau itu bukan tangisan bahagia. Meskipun akibat dari sikap orang tuanya, tak membuat Saga membela mereka. Tentu saja, ia akan selalu berada di sisi Alisa sampai kapan pun.