Anton dan Saga
Anton dan Saga
"Ayo sayang, kita lanjut istirahat lagi." Saga memegang kedua pundak Alisa dan mengajaknya untuk rebahan. Sang istri lalu menurut.
Tak lupa, Saga menyampirkan selimut tebal ke tubuh mereka masing-masing. Ia memandang ke arah sang istri dengan tatapan serius.
"Sayang, besok aku harus kembali kerja." Saga menoleh ke arah Alisa.
"Loh? Jangan dulu sayang! Pulihkan keadaanmu dulu, baru kembali lagi bekerja. Aku tak mau, dalam kondisimu yang sekarang, harus ke kantor."
"Kau jangan khawatirkan aku sayang. Aku tak apa-apa."
Saga terpaksa berbohong pada Alisa, karena ia akan mencari tahu siapa dalang di balik penyerangan terhadap dirinya. Semoga saja, sang istri akan memberikannya izin.
"Tapi ...."
"Sudahlah sayang, jangan cemas begitu. Aku besok akan kembali kerja lagi di kantor."
Saga tetaplah Saga. Pria itu tak mau dibantah sama sekali. Apa yang ia katakan, harus terlaksana. Apabila sudah berucap A, maka tak akan lagi ia mengubahnya menjadi ke B.
"Hmm, baiklah. Aku tak bisa melarangmu, karena kau pria keras kepala!" Alisa langsung berbalik badan agar tak menatap ke arah Saga.
Melihat sang istri yang sedang ngambek, Saga pun lalu mencoba merayunya. Namun, Alisa tak mudah untuk dirayu-rayu begini. Ia tahu, sejak dulu, bahwa wanita ini memang sulit untuk didapatkan. Alisa bukan tipe yang suka dengan gombalan.
"Sayang, aku mohon padamu, jangan marah seperti ini."
"Ya, habisnya! Kau dalam keadaan begini, harus kerja besok. Kan masih belum pulih sepenuhnya." Alisa balik badan lagi dan bertatapan langsung dengan saga.
"Ihh, istriku memang paling baik. Pengertian, penyayang, dan penyabar. Membuatku selalu tergila-gila padamu."
"Ahh, sudahlah sayang. Jangan menggombal seperti ini terus! Lakukan saja apa maumu! Tak usah sok-sok merayu aku!"
Alisa berbalik badan lagi. Ia sekarang menarik selimut sampai atas kepala. Membuat Saga tak bisa berkutik lagi, saat sang istri ngambek seperti ini. Apalagi, Alisa bukan tipe wanita yang mudah diberi rayuan maut.
Saga menatap langit-langit kamarnya. Ia merasa bersalah pada Alisa karena berbohong seperti ini. Pekerjaan di kantor mudah saja ditinggalkan dan ia bisa menyuruh orang kepercayaannya untuk mengurus perusahaan.
'Maafkan aku sayang, terpaksa membohongimu dengan cara seperti ini. Aku melakukan ini, agar cepat melakukan siapa pelakunya yang sudah memukuliku. Aku tak mau, mereka malah akan menyerangmu nanti.'
***
Pagi hari, saat Saga sudah bersiap pergi ke kantor, tapi Alisa masih terlihat ngambek padanya. Wajah sang istri kali ini tak bersahabat sama sekali. Wajah Alisa terlihat sangar dan tatapannya tajam.
"Ayolah sayang, aku pergi ke kantor hanya sebentar saja. Setelah itu, aku akan langsung pulang ke rumah." Saga mencoba untuk membujuk Alisa lagi.
"Terserah kau saja! Kau pria paling bandel!"
Walau Alisa masih marah padanya, tapi ia akan memberikan kecupan pada sang istri sebelum pergi.
"Ya sudah. Aku pergi dulu sayang." Saga sudah selesai memberikan satu kecupan di kening Alisa dengan lembut.
Alisa mengantarnya sampai ke depan rumah. Mobil sudah siap dan sang suami lekas masuk. Saga melambaikan tangan ke arah Alisa. Setelah itu, ia mengemudikan mobilnya dan melaju meninggalkan rumah.
Tentu saja, hati Alisa masih diselimuti oleh perasaan cemas akan suaminya. Saga memang benar-benar pria yang keras kepala. Padahal dirinya sudah melarang, agar tak bekerja dulu.
"Begitulah, ucapan pria tak akan bisa dibantah!"
***
Saga sengaja mengajak Anton untuk membantu mencari pelakunya. Anton diam-diam pergi dari rumah, saat Alisa sudah naik ke kamarnya tadi.
"Tuan, lebih baik Anda pulang dan istirahat total saja. Biar saya dan yang lain, akan fokus mencari pelakunya."
"Tidak bisa. Aku juga akan mencarinya sampai ketemu. Lalu, tak akan pernah kukasih ampunan! Aku akan memberinya pelajaran yang setimpal!" Perkataan Saga tak bisa dibantah oleh Anton. Akhirnya, mereka berdua mulai menyelidiki kasus ini.
Sampai sekarang, hatinya masih tak tenang bila tak menemukan pelakunya siapa. Walau sembunyi di mana pun, pasti dirinya akan menemukan orang itu. Saga melakukan ini, untuk memberinya pelajaran sekaligus agar tak mengganggu keluarga kecilnya.
Bersama dengan Anton dan yang lain, Saga yakin akan menemukan pelakunya dengan cepat. Anak buahnya memang sudah pengalaman dalam hal seperti ini.
"Aku takut, kalau pelaku itu tak ditemukan, dia bisa mencelakai istriku, kapan saja yang dia inginkan," ujar Saga.
Saat ini, kedua pria itu tengah bersantai di pinggir jalan yang sunyi penduduk. Mereka duduk di atas kap mobil masing-masing. Anton berpikir, bahwa tuannya berkata benar. Kalau tak bertindak dengan cepat, bisa saja nyawa Alisa akan terancam.
"Iya Tuan, Anda memang benar. Saya akan membantu Anda semaksimal mungkin menemukan pelakunya."
"Anton ...."
"Hmm, i–iya, Tuan?"
"Jangan panggil aku seformal itu. Panggil Saga saja kalau perlu. Kau sudah kuanggap sebagai teman yang baik. Kau selalu membantuku di setiap ada masalah."
"Baiklah, Tuan. Ahh, maksudku Saga."
Kedua pria itu tak terlalu jauh jarak usianya. Mereka masih sama-sama muda, sekitar usia dua puluh lima tahunan. Saga dan Anton, memang dari dulu berteman baik. Saga sebagai atasan dan Anton sebagai bawahan. Walaupun demikian, Saga tak pernah memperlakukannya dengan semena-mena.
"Nton, kalau aku tak ada di sisi Alisa, tolong jagakan istriku ya di rumah."
"Nyonya Alisa sering sekali mendapatkan ucapan kasar, baik itu dari Reva atau bahkan dari orang tuamu sendiri. Saat kau tak ada di rumah pastinya," ucap Anton. "Mereka semua selalu datang ketika pagi."
Saga mendengar itu langsung speechless. Ia tak habis pikir dengan kedua orang tuanya yang ternyata masih belum tulus menerima Alisa.
"Aku minta padamu, demi istriku, usir saja Reva atau orang tuaku bila datang ke rumah. Aku tak mau, membuat hati Alisa bersedih terus-menerus. Sudah cukup penderitaannya dari dulu sampai sekarang."
Obrolan antara Saga dan Anton, layaknya teman lama. Mereka sama-sama mengerti dengan kondisi masing-masing. Anton akan membantu Saga dengan semaksimal mungkin. Dan, ia juga akan membantu Anton dalam hal keuangan.
"Baik, aku akan menjaga Nyonya Alisa dengan baik. Aku juga merasa kasian sekali padanya, karena terus dicaci maki dengan mereka bertiga."
"Aku masih diam sekarang, yang kulakukan bersama dengan Alisa hanya bisa bersabar. Istriku sedang mengandung, tak ingin membuatnya kepikiran dengan hal ini. Biarkanlah mengalir seperti air. Cepat atau lambat, aku yakin kedua orang tuaku pasti bisa menerima Alisa dalam hidup mereka."
"Iya, amin. Semoga saja, Tuhan mengabulkan semua permintaanmu ini. Ya sudah, kita harus lanjut lagi penyelidikan."
"Iya, kau benar."
Kedua pria itu masuk ke dalam mobil masing-masing. Anton akan mengerahkan semua teman-temannya untuk memecahkan kasus ini.