Halo Suamiku!

Kalau Begitu, Menikah Saja (1)



Kalau Begitu, Menikah Saja (1)

0Jika itu terjadi, ia akan benar-benar berakhir. Sungguh, ia tidak ingin kehilangan kesempatan yang begitu luar biasa ini.     

Bahkan mungkin, sampai sejauh ini pun ia masih belum memberikan yang terbaik.     

Hanya saja, beberapa saat kemudian, ketika Sang No menemukan wajahnya yang sedikit cemberut, sorot kekhawatiran dari matanya tak terhindarkan. Saat itu, Sang No telah mengultimatum jika An Xiaoyang tidak mau mengatakannya di sekolah, maka ia akan datang ke kamarnya malam nanti untuk memaksa An Xiaoyang mencurahkan semua yang ia rasakan.     

Ia juga bersumpah bahwa tidak akan ada yang tidak bisa diselesaikan.     

Karena itulah An Xiaoyang akhirnya tidak berdaya. Begitu ancaman sudah dilayangkan Sang No, maka ia tidak akan bisa berkata-kata.     

Apa yang pria itu lakukan setelahnya pun cukup mencengangkan. Dengan lembut, Sang No membelai kepala kecilnya sembari berucap pelan, "Tidak apa-apa. Jika kamu tidak berhasil di ujian ini, aku pun juga akan gagal."     

Ia akan menemaninya.     

Sedetik pun Sang No tidak akan meninggalkan An Xioayang sendirian, apalagi jika harus menempuh pendidikan ke Universitas yang asing.     

Dan begitu kalimat ini terlontar, seketika An Xiaoyang mengangkat kepalanya seraya menatap sekeliling, lalu dengan lembut mengatupkan mulut kecilnya dan mendorongnya menjauh dengan sedikit ketidakpuasan, "Kamu tidak bisa melakukan ini."     

Tentu hal ini 100% mustahil. Bagaimana mungkin ia akan membiarkan Sang No berkorban untuknya?     

Padahal alasan sebenarnya mengapa An Xiaoyang sangat khawatir adalah karena setelah ia menghitung hari, mungkin di hari-hari itu, bertepatan dengan jadwal datang bulannya tiba. Itulah yang membuatnya merasakan takut yang tidak bisa dijelaskan.     

Keesokan paginya, bibi pengasuh yang merawat mereka telah menyiapkan sarapan bergizi seperti biasa. Namun yang berbeda di hari itu adalah pertanyaan Sang No yang ditujukan untuk bibi perawat, "Bibi Chen, aku ingin menanyakan sesuatu padamu."     

Tak hanya Bibi Chen yang terpana, An Xioayang pun yang sedang menikmati supnya seketika mengangkat kepala untuk menatap Sang No. Entah kenapa, ia merasakan sesuatu yang aneh.     

Apa yang ingin laki-laki itu tanyakan?     

Kenapa firasat aneh tiba-tiba muncul di benaknya saat ini?     

Dan benar saja, tepat di detik berikutnya, ia mendengar nada serius dari pertanyaan yang dilontarkan Sang No, "Bibi Chen, apa bibi tahu cara meringankan nyeri perut wanita saat menstruasi?"     

"Uhuk—!"     

Batuk yang tak tertahankan datang dari sisi An Xiaoyang.     

Sang No sontak beralih menatapnya, bergegas berjalan mengitari meja untuk menepuk punggungnya, baru kemudian ia mengerutkan kening dengan sorot khawatir, "Ada apa denganmu? Apa kamu baik-baik saja?"     

"Bibi Chen, kamu tidak perlu memedulikan omong kosongnya." bisik An Xioayang dengan wajah tersipu seraya ia mendorong Sang No menjauh.     

Rasa malu yang menggerogoti An Xioayang benar-benar membuatnya ingin mengubur diri dalam-dalam.     

Sungguh, ia tidak peduli kepada siapa laki-laki itu bertanya. Yang sedikit pun tidak ia duga adalah jika pertanyaan seperti itu terlontar dari mulut Sang No.      

Terlalu memalukan.     

Meski jika ditelisik lebih lanjut, masalah ini sebenarnya bukan apa-apa.     

Bibi Chen pun tidak terlalu memikirkan apa yang terjadi ketika menatap ke arah mereka. Dalam pikirnya, mungkin An Xiaoyang memang sedang menderita kesakitan itu.     

"Apa An Xiaoyang mengalaminya?" tanya Bibi Chen setelahnya dengan senyum tersungging. Tentu ia melihat kekhawatiran dari ekspresi An Xiaoyang saat ini.     

Dan begitu melihat wajah An Xiaoyang yang memerah karena malu, Bibi Chen menepuk punggung tangannya dengan lembut, "Tidak perlu malu. Bibi Chen juga sangat berpengalaman dalam beberapa hal. Tidak apa-apa, masih wajar jika Tuan Muda bertanya tentang itu. Selama ini, dia selalu peduli padamu, dan dengan seperti inilah Bibi Chen benar-benar bisa memberikan solusi untuk permasalahan yang ada."     

"Bagaimana caranya?"     

Sela Sang No dengan tergesa.     

Terlebih lagi, ia telah melihat bagaimana penampilan An Xioayang ketika datang bulannya tiba, dan itu tidak hanya sekali. Wajah kecilnya selalu tampak sangat pucat dan lemah. Bahkan sepertinya, sosok kecil itu bisa saja jatuh ketika angin bertiup, yang membuatnya merasa benar-benar iba.     

Sementara itu, meskipun An Xioayang merasa malu karena topik ini, tapi saat melihat semangat yang terpancar dari diri Sang No, terasa gelombang hangat yang mengalir di hatinya.     

Hanya saja, tepat di detik berikutnya, Bibi Chen tiba-tiba menatapnya sembari melontarkan pertanyaan, "An Xioayang, berapa usiamu sekarang?"     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.