Sadar (1)
Sadar (1)
Saat melihat wajahnya, jelas bahwa orang itu bukan sosok yang selalu muncul di benaknya.
Ia hanyalah dokter biasa.
Kalau begitu, siapa pria itu?
Jika dipikir secara sederhana, bukankah ia sudah menikah? Lalu di mana suaminya?
Namun, penampilan pria itu benar-benar mengabur dan sangat sulit untuk diingat.
Tepat di saat pemikiran itu muncul.
Tiba-tiba pintu didorong terbuka dari luar.
Seorang pria bertumbuh ramping masuk dengan sebuah kantong di tangannya, yang tampak seperti kotak obat.
"Bagaimana, dokter? Kira-kira berapa lama lagi dia bisa bangun?"
Tanya Bo Jing sesaat setelah ia membuka pintu.
Saat itu, dokter menjawab sembari menyesuaikan infus, "Jangan khawatir, istrimu akan segera bangun. Tetapi saat ini, gegar otak yang dideritanya mungkin akan membuat kepalanya sedikit pusing, ingatannya mengabur, ingin muntah dan gejala lainnya. Meski situasinya tidak serius, tapi tetap harus lebih diperhatikan setelah dia sadar."
Pusing, ingatan mengabur, ingin muntah…?
Sontak, Josh melirik ke samping seraya sedikit menyipitkan mata pada mereka sekarang.
Tepatnya, ia mengamati seseorang yang… dimaksud oleh dokter, suaminya.
Ia sangat tinggi.
Tinggi, ramping, pergelangan tangan dan lengan yang kuat, buku-buku jarinya jelas, indah dan seksi.
Pandangannya kini beralih ke atas.
Wajah yang tampan itu mulai terlihat. Kali ini, Josh membuka mata sepenuhnya dan bahkan sedikit membelalak.
Ini… suaminya?
Wajah itu begitu sempurna!
Meski Josh tidak mengenalnya, tapi ia merasa penampilannya samar-samar terasa familiar selama saat. Namun, setelah otaknya dirangsang oleh wajah yang dikenalnya, sedikit demi sedikit tentang pria itu muncul di benaknya.
Dalam benaknya, gambar-gambar yang berhubungan dengan pria itu, meski awalnya tampak samar-samar, namun akhirnya benar-benar berubah menjadi penampilannya.
Itu dia.
"... Josh?!"
Bo Jing yang baru bertanya tentang kondisi pendarahan limpa yang dialami Josh sontak terpana saat melihat bahwa istrinya telah membuka mata dan sedang menatap ke arahnya selama sejenak.
Tanpa pikir panjang, ia segera mendekat untuk memegang tangannya. Kini, napasnya sedikit tidak teratur, "Bagaimana, Josh? Apa yang kamu rasakan sekarang?"
Ketika Josh melihat kekhawatiran dan kegugupan yang terpancar dari wajahnya, garis samar dalam pikirannya menjadi semakin lebih jelas.
Kemudian ia berkedip beberapa kali, sebelum akhirnya mengangkat tangannya perlahan dan bibirnya sedikit bergerak dengan mengeluarkan suaranya yang lemah, "Peluk aku..."
Ia ingin pria ini memeluknya.
Sejujurnya, ketampanan pria ini mampu membuat rasa sakit di sekujur tubuhnya tiba-tiba menghilang saat ia melihatnya.
Sementara Bo Jing yang memandangnya seperti gadis kecil dan ingin dipeluk seketika hatinya melembut dalam kekacauan.
Tanpa membuang waktu, ia langsung membenamkan kepalanya di leher Josh seraya mencium sisi wajahnya dengan penuh kasih. Sedangkan Josh memejamkan matanya untuk merasakan napas yang familiar ini. Tak bisa disangkal, hatinya benar-benar sangat lega.
Entah itu hanya ilusinya saja atau bukan, tapi yang pasti, Bo Jing hanya merasa bahwa Josh menjadi melekat pada dirinya setelah ia tersadar.
Dan dokter yang melihatnya bangun bergegas mendekat dengan senter kecil untuk memeriksa matanya.
Karena dahi Josh juga membentur dinding batu tebing sebelumnya, alhasil di sana juga mengalir cukup banyak darah. Setelah memeriksa kondisinya saat ini satu per satu, dokter mengajukan pertanyaan, "Apa kamu merasa ada masalah sekarang? Kepalamu masih sakit?"
Saat ini, Josh memegang tangan Bo Jing dengan erat. Ketika dokter bertanya, ia tidak mengabaikan ekspresi menegang di wajah Bo Jing. Kemudian Josh menggelengkan kepalanya dan berkata, "... Jauh lebih baik."
Meski sebenarnya ia masih menganggap semuanya mengerikan.