Meniru Musisi
Meniru Musisi
"Nah, yang itu adalah Katelan. Tempatnya semua barang yang dibutuhkan ada, disana semuanya tersedia. Apapun yang kau ingin cari, meski tidak semuanya juga…." Starla menunjuk ke satu bangunan yang sangat besar dan cukup tinggi.
"Namun yang bisa masuk kesana hanya orang-orang yang memiliki kedudukan dan yang memiliki uang banyak, tapi ada pengecualian kecil…."
"Yaitu semua murid akademi manapun, bisa masuk kesana. Asalkan mereka menunjukkan bukti bahwa mereka adalah seorang murid akademi dan untuk akademi Anfield, berupa kartu ini" Starla mengeluarkan sebuah kartu.
"Ah, jadi itu gunanya kartu kosong yang kami terima" Orion teringat kartu yang ada di dalam perlengkapan akademinya.
"Begitulah, nanti kartu itu akan di isi begitu kalian sudah masuk ke akademi" Starla kembali menyimpan kartunya.
"..." Orion hanya diam, matanya menatap kearah lain.
"Orion?" Starla menyadarkan Orion dari lamunannya.
"Oh, aku melamun. Apa kau berkata sesuatu tadi, senior?"
"Kalau yang terakhir kali kau dengar adalah soal kartu akademi, maka aku tidak berkata apapun setelah itu. Memangnya apa yang kau pikirkan?"
"Bukan hal yang penting, hanya membayangkan bagaimana kartu akademi ku nantinya"
"Apa kau mau aku jelaskan sedikit tentang kartu akademi?"
"Jika tidak merepotkan mu, aku mau sekali"
"Baiklah, aku akan jelaskan sebisa ku…"
Starla menjelaskan tentang apa itu kartu akademi, bagi murid akademi. Mereka berjalan sambil berbicara tentang kartu akademi itu, tanpa menyadari bahwa 4 pasang mata menatap mereka dari kejauhan.
Ellina, Gabriella, Kiana dan Kiara. Keempat gadis itu mengikuti Orion dan Starla, tepat setelah mereka melihat Orion dan Starla keluar. Pada awalnya hanya Ellina dan Kiara yang melihat itu, Kiara mengajak Ellina untuk mengikuti Orion.
Ellina tentu menolak karena Orion bukan urusan dia dan dia sangat tidak menyukai laki-laki itu, namun Kiara meminta sekali lagi. Karena dia tidak mengetahui jalanan di kota, Ellina yang tidak tega pun menyetujui itu.
Dan di tengah perjalanan, mereka melihat Kiana dan Gabriella yang juga diam-diam mengikuti Orion yang bersama Starla. Sama seperti Ellina, Gabriella tidak ingin mengikuti Orion dan Starla pada awalnya. Karena dia rasa itu tidak sopan dan tidak baik.
Namun Kiana dengan alasan yang sama dengan Kiara, memaksa Gabriella. Gabriella juga tidak tega dan terpaksa untuk setuju. Hingga akhirnya mereka berempat, bersama-sama mengikuti Orion dan Starla.
"Mereka sangat dekat" Kiara berkata.
"Kau benar, Kiara. Bagaimana menurut mu, Gabriella?" Kiana berkata, matanya tidak lepas dari Orion dan Starla.
"I-iya, ku pikir juga begitu" Gabriella merasa resah, karena mereka menarik perhatian orang-orang sekitar.
"Ki-kiara, bukankah wajar jika mereka berdua berjalan begitu. Mereka hanya teman" Ellina berkata, dia juga merasa tidak nyaman menjadi perhatian orang-orang sekitar.
"Apa yang Ellina katakan? Itu tidak wajar…" Kiara berkata sambil menatap Ellina, dengan tatapannya yang kosong.
"E-Eh?" Ellina merasa bingung dan sedikit takut dengan tatapan Kiara yang seperti itu.
"Orion belum pernah mengajak Kiara berjalan berdua dengannya seperti itu, biasanya kami selalu bertiga. Kiana, Kiara dan Orion" Kiara melanjutkan.
"A-ah, begitu. Jadi intinya, kalian berdua iri?" Gabriella berkata.
"….." Mereka berdua hanya diam, dengan wajah yang merona dan mata yang tetap melihat ke Orion.
"Kalau begitu, kenapa kalian tidak minta saja? Kalau dia menyayangi dan mencintai kalian, dia mungkin mau" Ellina berkata.
"Kiara tidak mau" Kiara berkata sambil menggeleng.
"Begitu juga dengan ku" Kiana menambahkan.
"E-Eh?" Ellina dan Gabiella menjadi bingung.
"Ta-tapi kenapa?" Gabriella menjadi penasaran.
"Tunggu, mereka sudah menjauh" Kiana berkata, mereka berempat pun kembali bergerak untuk mengikuti.
"Kiana, Kiara. Katakan, kenapa kalian tidak mau meminta kepada Orion?" Gabriella tidak bisa menahan rasa penasarannya.
Karena menurut Gabriella, Kiara dan Kiana adalah tipe gadis yang melakukan apapun agar bisa dekat dengan kekasihnya. Mereka tentunya akan meminta dari Orion, jika itu harus. Itulah yang dia pikirkan, karena dia mengenal beberapa orang yang seperti itu.
"Karena kiara ingin Orion yang mengajak, bukannya Kiara yang mengajaknya. Kiara ingin melihat pandangan Orion" Kiara berkata.
"Aku ingin Orion mengutarakan keinginannya kepada ku, Orion tidak pernah begitu" Kiana menambahkan.
"Dengan kata lain, kalian menjaga martabat?" Gabriella membenarkan.
"Bisa dibilang, begitu" Mereka menjawab serentak.
'Meski secara garis besar kedua gadis ini memiliki alasan yang sama dengan yang lainnya, tapi inti dari alasan itu sedikit berbeda. Mereka bukannya mau di ajak, tapi mereka ingin melihat inisiatif dari Orion' Gabriella terkejut.
Orion dan Starla berhenti karena mereka sampai di tempat yang di maksud, museum Anfield. Tampak jelas bahwa peminat yang pergi ke museum itu cukup banyak, karena sekitaran museum cukup ramai.
"Itu dia, Orion. Piano yang ku maksud" Starla menunjuk ke sebuah piano yang ada di samping pintu masuk museum.
Pintu masuk museum itu agak jauh ke dalam, karena area museum mengambil bagian yang cukup besar. Orion menatap ke arah piano itu, matanya tampak berbinar melihat instrumen ber-tuts itu. Starla menepuk bahu Orion.
"Ayo, kita masuk. Bisa-bisa piano itu di ambil orang" Starla menatap Orion dengan senyumnya.
"Ya, kau benar" Orion dan Starla pun mulai memasuki keramaian.
....
Orion dan Starla sedang menatap ke piano yang ada di depan mereka, piano itu sedang di mainkan oleh seorang gadis kecil. Tampak jelas bahwa gadis itu hanya sepenuhnya bermain-main, dia hanya asal menekan tuts-tuts yang ada.
"Ah, gadis ini hanya main-main" Bisik Starla kepada Orion.
"Ya, tapi lihatlah wajah anak itu. Dia tampak bahagia dan kakaknya juga bahagia selama dia bahagia" Orion balik berbisik, dia melihat ke gadis yang ada di belakang gadis kecil itu.
"…." Gadis itu menjadi diam, tangannya yang tadi aktif menekan tuts-tuts yang ada menjadi diam juga.
"Ada apa, nona?" Kata sang gadis yang ada di belakangnya, dia mendekat ke gadis kecil itu.
"Aku merasa bosan…" Gadis itu menjawab, tampak jelas dia sedih dan kecewa.
"Bolehkan saya tahu, apa yang membuat anda bosan?"
"….." Gadis itu diam sejenak.
"Orang-orang tidak memperhatikan piano ini, meski aku sudah memainkannya. Aku kan seorang bangsawan, kenapa orang-orang tidak memperhatikan ku?"
"….." Gadis itupun terdiam.
"Mungkin itu karena kau bermain dengan tidak baik" Kalimat itu menarik perhatian mereka berdua dan melihat ke sumber suara, seorang anak laki-laki.
"Tres, siapa dia?" Gadis kecil itu bertanya.
"Ah, kau tidak akan mengenal ku. Aku hanya orang biasa yang kebetulan lewat, nama ku Orion" Orion berkata sambil berlutut di hadapan gadis kecil itu.
"….." Gadis itu hanya diam.
"Permisi, tapi kau terlalu dekat dengannya. Bisa kau menjauh darinya?" Gadis yang ada di belakang itu mendorong Orion sedikit.
"Ah, ya. Maaf" Orion menjauh, dia menatap gadis itu.
"Apa ada sesuatu?" Gadis itu berkata.
"Tidak" Orion menggeleng.
"Hei, tadi kau bilang kalau permainan ku tidak baik. Siapa kau yang boleh menilai ku?" Kata gadis itu sambil menunjuk Orion.
"Sudah ku bilang, aku bukan siapa-siapa. Hanya orang yang kebelutan lewat untuk bermain piano"
"…."
"Kau menyebalkan, kau tidak boleh bermain piano ini" Gadis itu kembali berkata.
"E-eh?"
"Sudah, pergi sana" Gadis itu mengusir Orion.
'Ah, ini sulit. Aku tidak mungkin berbedat dengan anak kecil hanya karena masalah sepele seperti ini, tapi aku ingin sekali bermain piano….' Orion menatap piano itu.
'Senior-Starla mengatakan bahwa piano ini adalah fasilitas dari museum, tapi sebenarnya piano ini merupakan pemberian dari sebuah keluarga bangsawan. Mungkin tidak ada buktinya, tapi bisa saja gadis ini salah satu dari keluarga itu….'
"Hei, apa yang kau tunggu. Pergi sana!!!" Gadis itu kembali berkata.
"Maaf, tapi sepertinya kau harus pergi. Aku yakin kalau kau pasti tidak ingin membuat keributan, kan?" Tres berkata.
"….." Orion tetap diam.
TAP
"Nona kecil, bagaimana jika kita bermain?" Orion berkata sambil menepuk tangannya.
"Bermain?"
"Ya, ku dengar kau sedikit bosan. Bermain dengan ku pasti bisa membuang rasa bosan mu"
"Apa untungnya untuk mu?" Gadis itu menatap Orion dengan tatapan menyelidik.
'Gadis ini cukup cerdas'
"Aku jadinya bisa bermain piano, kurasa itu sudah menguntungkan ku" Orion berkata sambil mengusap piano itu sedikit.
"….." Gadis itu diam sesaat.
"Baiklah, tapi apa taruhannya?"
"Ta-taruhan?" Orion sedikit terkejut.
"Ya, sebuah permainan tidak menyenangkan tanpa hadiah"
"Ho, aku suka pemikiran itu. Baiklah, bagaimana jika yang menang boleh meminta 1 hal dari yang kalah?"
"Baik, tapi jangan menyesali itu" Gadis itu mengangguk.
"Tapi, sebelum kita bermain. Apa aku boleh tahu, siapa nama mu? Aku adalah orang baru di kota ini"
"Tentu, nama ku adalah Selena"
"Selena…."
"Ada apa?" Selena bertanya.
"Bukan apa-apa, tapi berapa usia mu?" Orion menatap gadis itu.
"….." Gadis itu diam sebentar.
"Kemarikan telinga mu" Gadis itu berkata, Orion pun mendekatkan kepalanya ke gadis itu.
SRET
"A-aw, apa yang kau lakukan!!" Orion terkejut, gadis itu menarik telinganya.
"Beraninya bertanya usia seorang gadis, kau tidak punya tata kerama" Selena berkata, dia melepaskan telinga Orion.
"Aduh, kau menariknya tanpa ampun…Memangnya salah jika aku bertanya usia seorang gadis kecil?"
"Tentu saja, kemana perginya sopan santun mu?"
"Oh, kalau begitu aku juga boleh bertanya hal yang sama? Kemana perginya sopan santu mu? Seenaknya berbicara begitu kepada orang yang lebih tua, setinggi apapun kedudukan mu itu. Kau tetap harus menghormati yang tua"
"Berisik, jadi mulai saja permainannya" Selena memalingkan wajahnya.
"Baiklah, dengarkan baik-baik. Permainan kita ini sangat simpel, yaitu menebak"
"Menebak?"
"Ya, menebak. Kita akan menebak nada dari tuts-tuts yang ada di sini" Orion menunjuk ke hamparan tuts yang ada di piano itu.
"Jelaskan" Selena berkata.
"Setiap dari kita akan memiliki 1 kesempatan, untuk menebak bunyi dari tuts yang akan di bunyikan oleh lawan main. Jika berhasil menebak, maka akan mendapatkan poin. Permainan berakhir jika salah satu dari kita berhasil mencapai 5 poin…"
"Sederhana, kan?"
"Baiklah, permainan itu mungkin cukup menghibur. Asalkan kau tidak kalah begitu cepat" Selena berkata ketus.
"Jangan khawatir, aku adalah lawan yang menyebalkan" Orion berkata, dia sedikit kesal dengan tingkah Selena.
....
"Wah…Wah…Wah….Aku tidak menyangka kalau kau bisa menebak 3 dari 5 tuts yang ku tekan" Orion berkata.
"..." Selena hanya diam, dengan wajah yang di tundukkan.
"Nona, apa an-"
"Aku tidak apa-apa, Tres" Selena berkata.
"Baik, saya mengerti"
"Aku kalah, sekarang katakan apa yang kau inginkan?" Selena menatap Orion.
"Hmm….Aku harus berpikir…." Orion mengusap kepalanya sendiri.
"Ah, aku tahu. Aku menginginkan mu…Un-"
"Tu-tunggu, apa yang kau katakan?" Selena berkata dengan terkejut.
"Hah? Apa maksud mu? Bukankah aku boleh meminta apapun kepada mu?" Orion berkata.
"Y-ya, itu benar. Ta-tapi itu bukan berarti kau bisa memiliki ku" Selena berkata, wajahnya merona.
"Hah?" Orion bingung.
SRET
"Nona Selena, berlindunglah di belakang saya. Saya akan melindungi anda dari pedofil mesum tampan ini" Tres berkata, Selena pun bersembunyi di belakang Tres.
"Ja-jangan pikir karena kau sedikit tampan dan manis, aku akan mau menerima mu!!!" Gadis itu berkata dengan keras, itu membuat orang-orang di sekitar mereka menatap ke Orion.
"Tu-tunggu, sepertinya ada kesalahan di sini" Starla berkata, dia tidak mengerti maksud dari Selena.
"Diam!!!" Selena berkata kepada Starla.
"…." Starla pun terdiam.
"Tunggu sebentar, Selena. Ada kesalahan di sini" Orion berkata.
"Diam, tidak perlu berkata apapun lagi. Anggap saja ini tidak pernah terjadi, jadi aku akan memaafkan tindakan kurang ajar mu kepada ku tadi. Ayo pergi, Tres" Selena menarik lengan baju Tres.
"Baik, nona…" Tres menatap ke Orion.
"Pedofil" Dia berkata dan pergi bersama Selena, meninggalkan Orion dalam kebingungan.
"..." Orion terdiam, begitu juga dengan Starla.
'Pedofil? Apa yang terjadi? Kenapa gadis itu berkata begitu?' Pikir Orion.
"Orion, apa kau baik-baik saja?" Starla mengusap punggung Orion.
"Ah, iya. Aku tidak apa, hanya sedikit bingung dengan apa yang terjadi barusan"
"Mungkin itu tidak penting, lagipula tujuan kita kesini adalah untuk bermain piano" Starla mengingatkan.
"Ya, benar juga…." Orion duduk di kursi piano itu.
"Sudah lama sekali, aku tidak bermain ini" Orion meletakkan jari-jarinya di beberapa tuts yang akan dia tekan.
Orion menggerakkan jarinya dan menekan tuts itu, suara piano yang tegas menarik perhatian orang sekitar. Orion sudah sepenuhnya fokus kedalam permainannya, tidak mempedulikan apapun di luar sana.
Jari Orion dengan cepat dan indah bermain dengan tuts-tuts yang ada di piano itu, Starla dan orang-orang sekitar menatap ke Orion dengan tatapan kagum dan takjub. Suara piano yang membuat siapapun disana merinding karena indah dan hebatnya permainan itu.
Orion memainkan salah satu karya dari musisi terkenal di dunianya dulu, dia menyukai karya itu dan ingin orang-orang juga mengetahui itu. Agar orang-orang mengetahui betapa indahnya karya itu.
Sosok Orion yang sedang bermain piano itu tampak lebih indah dan luar biasa, seolah kehadirannya yang dari awal memang menarik perhatian menjadi jauh lebih besar. Para gadis yang ada di sana menahan suara mereka setiap kali mata mereka menatap Orion.
Orion mengakhiri permainannya dengan nada pelan dan memiliki tempo yang juga lambat, membuat suasananya semakin hening di sana. Begitu Orion sepenuhnya berhenti, orang-orang langsung bertepuk tangan dan bersorak untuk Orion.
Orion berdiri dari kursinya, menghadap ke orang-orang dan membungkuk. Orion mendekat ke Starla, orang-orang langsung mengerubungi mereka dan mengutarakan betapa kagumnya mereka dengan permainan Orion.
....
"Hah, aku tidak tahu kalau begitu rasanya menjadi orang terkenal" Orion berkata, dia dan Starla sedang duduk di bangku taman dengan makanan di tangan mereka.
"Aku justru lebih terkejut, sebelumnya kau berbohong ya?" Starla menatap Orion.
"Aku, berbohong?" Orion tampak bingung.
"Ya, kau bilang sebelumnya permainan piano mu lebih buruk dari biola mu. Tapi kenapa yang kulihat tadi adalah permainan yang luar biasa?"
"Ah, itu karena yang ku mainkan itu. Bukanlah permainan piano ku, tapi milik orang lain. Aku meniru seseorang yang pernah ku lihat dulu, aku cukup baik dalam meniru sesuatu"
"Kalau kau bisa bermain seperti itu, kenapa tidak melakukan itu saja?" Starla menatap Orion dengan tanya.
"Aku tidak begitu menyukai itu, kalau bisa. Aku ingin bermain alat musik dengan permainan milik ku saja, bukannya punya orang lain"
"Aku mengerti maksud mu, Orion. Jika mengikuti orang lain, maka kita harus mengikuti langkahnya. Sedang jika bermain dengan bebas, maka tidak ada yang mengikat permainan itu"
"Senang kau bisa mengerti maksud ku, senior"
"Tapi reaksi mereka itu memang normal, siapapun pasti terkesan dengan permainan mu itu" Starla menggigit makanannya.
"Tapi aku tetap senang, akhirnya aku bisa kembali bermain piano. Terima kasih, senior" Orion menatap Starla sambil tersenyum, yang membuat Starla gugup.
"A-apa yang kau katakan, aku hanya menunjukkan jalan saja kepada mu" Starla mengipasi dirinya dengan tangan.
"Tapi tanpa mu, aku tidak akan tahu hal itu"
"Baiklah, karena kau begitu memaksa untuk berterima kasih kepada ku. Maka aku akan menerima rasa terima kasih itu, puas?" Starla melihat ke Orion.
"Ya, aku puas" Orion menggangguk.
Orion dan Starla menghabiskan makanan mereka, lalu pergi dari taman. Kiana dan yang lainnya masih mengikuti mereka, namun tetap tidak sadar akan itu. Orion dan Starla sampai di asrama, begitu mereka masuk tidak ada siapapun.
"Senior-Starla, ku harap kau mau menerima rasa terima kasih ku yang ini juga. Hari ini sangat menyenangkan untuk ku, karena aku bisa kembali bermain piano" Orion berkata.
"Baiklah, aku juga harus berterima kasih. Hari ini juga sangat menyenangkan untuk ku, karena bisa melihat mu bermain piano dan terlebih lagi kau bermain dengan sangat indah"
"Kau terlalu melebih-lebihkan, senior…"
"Kalau begitu aku akan kembali ke kamar ku, dah" Orion pergi ke kamarnya.
...
Orion sedang berbaring di atap asrama, menunggu matanya untuk tertutup karena kantuk. Tapi itu sama sekali belum datang, sehingga Orion hanya memandangi bulan dan bintang-bintang di langit malam.
"Orion" Orion duduk dan melihat ke arah jendela kamarnya, disana ada Kiara.
"Kiara? Apa yang kau lakukan disana?" Orion turun ke jendela kamarnya dan masuk ke sana.
"Maaf Orion, karena kami masuk tanpa izin mu" Kiana berkata, mereka berdua membungkuk kecil.
"Aku tidak mempermasalahkan itu, tapi lain kali jangan pernah membungkuk kepada ku. Berjanjilah, kalian itu kekasih ku dan bukannya pelayan" Orion berkata.
"….." Mereka berdua saling menatap untuk sesaat dan mengangguk.
"Jadi, ada apa?" Orion menutup jendela kamarnya.
"Kiara…Ingin bertanya"
"Baiklah, aku mendengarkan"
"Dari tadi siang hingga sore, Orion pergi kemana?"
"Ah, itu. Aku pergi bersama senior-Starla ke museum, karena disana ada piano yang bisa aku mainkan. Apa terjadi sesuatu? Sehingga Kiara bertanya?" Orion melihat Kiara dengan bingung.
"Ti-tidak, Kiara hanya penasaran" Kiara menggeleng.
Dia dan yang lainnya juga melihat dan mendengar permainan piano Orion di museum tadi, mereka terpana dan kagum dengan keindahan yang Orion berikan melalui permainan pianonya. Kiara bahkan bisa melihat itu dari mata Ellina sekalipun.
Namun dia dan Kiana terkejut dengan jawaban Orion yang tidak menyembunyikan apapun, sebelumnya mereka mendapat saran dari Gabriella.
Tentang bagaimana seorang pria yang berselingkuh, tentang bagaimana pria berbohong untuk menutupi aktifitasnya. Namun Orion tidak melakukan apa yang seperti Gabriella katakan, dia justru mengatakan itu tanpa ada keanehan sama sekali.
Kiara dan Kiana kembali ke kamar mereka, setelah yakin bahwa tidak ada yang perlu di katakan kepada Orion. Mereka justru merasa aneh pada diri masing-masing, bahwa reaksi mereka yang aneh begitu mengetahui bahwa Orion berjalan bersama Starla.
Mereka tentu sadar bahwa Starla bisa jadi menjadi salah satu dari kekasih Orion, tapi entah kenapa rasa iri tetap mendatangai mereka. Meski mereka berdua menerima keadaan itu dan sadar, karena Orion sudah mengatakan itu sejak pertama kali mereka menjadi kekasih.