The Richman - Prince Robert\'s Broken Heart
The Richman - Prince Robert\'s Broken Heart
Mendadak dari arah belakangnya sang Ratu masuk ke ruangan itu. Ella segera menyingkir tapi dia kembali lagi untuk mendengar apa yang di percakapkan di dalam ruangan itu.
"Kita tidak bisa terlalu lama berduka, rakyat butuh sosok pemimpin yang kuat." Queen membuka suara.
"Kita masih berduka mom. Bisakah kita tidak membicarakan ini sekarang?" Tolak Robert.
"Kita akan segera mengumumkan bahwa kau naik tahta tak lebih dari sebulan dari sekarang." Ujar sang Ratu.
"Mom . . . bisakah kita berduka untuk daddy lebih dulu, persetan dengan tahta." Robert terlihat marah.
"Tidak ada waktu untuk bersedih terlalu lama Robert, kau bukan orang biasa dan itu konsekwensinya." Tegas Queen, "Bersiaplah, aku akan mengurus semuanya." Imbuhnya sebelum berjalan meninggalkan ruang kerja puteranya tepat setelah Ella bersembunyi di balik pilar besar.
Kesedihan tampaknya sudah menguap hilang dari wajah sang ratu, entah bagaimana cara wanita itu tetap tegar setelah kepergian suaminya yang tragis, itu membuat Ella begitu terpesona dengan Queen.
***
Robert masuk ke ruangan kerja Ella dan gadis itu terkesiap segera bangkit dari tempatnya duduk. "Your highness." Ella memberi hormat. Robert menutup pintu dan menguncinya dari dalam.
Robert berjalan ke arah Ella dan mata gadis itu berkaca. Prince Robert segera memeluknya erat dan entah mengapa justru Ella yang menangis dalam pelukannya.
"Maafkan aku, aku tidak bisa berbuat banyak." Bisiknya di tengah isakan. "Aku tidak bisa berdiri di sisimu memberimu kekuatan. Maaf. . . " Ujarnya penuh sesal di tengah tangisnya.
"Aku kehilangan dia." Robert berkaca. "Terlalu cepat." Imbuhnya.
Sisanya mereka habiskan untuk saling berpelukan. Dalam pelukan itu mereka menemukan kekuatan masing-masing untuk bertahan dalam situasi sulit ini. Robert menarik diri dan memegangi wajah Ella dengan kedua tangannya. Dengan kedua ibu jarinya Robert menyeka jejak air mata yang turun di wajah Ella.
"Kau harus kuat, kau akan jadi pengganti ayahmu." Ujar Ella memberikan semangat pada pria yang dicintainya itu.
"Ya." Angguk Robert.
"Aku tahu kau bisa." Ella menatap dalam ke mata sang pangeran dan Robert tesenyum sekilas. "Aku akan menemukan siapa pelakunya." Bisik Robert dengan kilatan cahaya kemarahan di matanya.
"Kita pasti menemukan siap pelakunya." Ella memberikan dukungan.
Robert menatap gadis di hadapannya itu, "Maafkan aku, semua di luar kendaliku. Untuk sementara aku belum bisa membicarakan hubungan kita pada Queen." Sesal Robert.
"Hei . . . it's ok. Aku tidak ingin mengganggu konsentrasimu. Negara ini membutuhkanmu sekarang." Ella tak ingin mengganggu pikiran Robert, karena saat ini jelas sekali fokus utamanya tak lagi soal asmara. Monarki lebih membutuhkannya, dan meski untuk itu Ella akan tersingkir, tapi gadis itu tampak cukup rela.
"Mungkin untuk beberapa minggu ini aku akan sangat sibuk dan tidak bisa menemuimu secara personal, ku harap kau mengerti." Pinta Robert dan Ella mengangguk.
"Aku mengerti."
Robert mengecup bibir Ella untuk sekilas, "Terimakasih sudah berada di sisiku." Ujar Robert sebelum dia keluar dari ruangan kerja Ella dan meninggalkan gadis itu mematung menatap bayangan pria yang di cintainya menghilang di balik pintu.
Ella menyeret langkahnya ke meja kerjanya dan kembali duduk. Dia memuka kunci ponselnya dan melihat ke layar, tepat pada foto yang dikirim Robert padanya kemarin, foto mereka berdua yang diambil oleh Marcus. Ella meratapinya dengan hati yang getir. Untuk sekian puluh tahun dalam kehidupannya, ini kali pertama dia merasa seorang pria menguasai seluruh hatinya tanpa tersisa, dan pria itu begitu nyata, dekat dan bisa dia sentuh. Perasaannya juga berbalas, seolah tak ada alasan lain lagi untuk ragu dan mundur. Baginya Robert adalah pria paling sempurna, kombinasi anak muda yang modern cerdas tapi masih memegang nilai-nilai yang sangat jarang di miliki oleh pria masa kini.
Mendadak Queen masuk ke ruangan kerja Ella dan gadis itu terlonjak dari kursinya untuk memberi hormat.
"Your Majesty, aku sangat berduka untuk King." Ella berempati dengan sangat tulus.
"Thank you." Jawab Elena. "Duduklah." Elena segera duduk di sofa dan meminta Ella duduk di sofa yang sama, berhadapan dengannya.
"Kita harus mengubah rencana kita." ujar Elena.
Ella menelan ludah, dia tak tahu apa yang ada di kepala sang ratu saat ini. "Awalnya aku ingin puteraku menikahi Mss. Benedict sebelum dia menjadi raja, tapi karena kejadian ini, aku berubah pikiran. Aku ingin Robert segera naik tahta, dan untuk pernikahan akan kita tunda." Ujar Queen. "Untuk sementara waktu, lupakan soal membuat janji dengan Mss. Benedict, aku ingin Robert lebih fokus pada penobatannya nanti."
"Aku mengerti, Your Majesty." jawab Ella paham.
"Ok. Pastikan kau tetap fokus pada sosial media Robert, raih simpati sebanyak-banyaknya." Ujar sang ratu. "Kau tahu, aku mengandalkanmu." Imbunya sebelum meninggalkan ruang kerja Ella yang tak lain adalah perpustakaan kecil istana.
***
Sementara itu Ellyn mengancam pengawal pribadinya agar di perbolehkan untuk keluar istana. Dan dengan semua resiko yang ada, sang pengawal bahkan rela mengorbankan nyawanya demi menjaga keselamatan sang puteri.
Ellyn memaksa keluar dari istana untuk menemui George di apartmentnya. Bagi Ellyn, George adalah satu-satunya orang yang bisa mengerti dirinya. Pria yang benar-benar berempati padanya sementara sang ibu di istana justru sedang sibuk mempersiapkan penobatan kakaknya, Robert.
"Hi . . ." Robert membuka pintu, dan Ellyn tak menjawab. Dia langsung masuk ke dalam apartment sementara sang pengawal menunggu di luar apartment.
Ellyn segera merangsek dan mencium George hingga pria itu kewalahan dan membalas ciuman Ellyn demi menenangkannya. George melepaskan dirinya dan menatap Ellyn.
"Hei . . . easy." George memeluk gadis rapuh itu dan Ellyn justru menangis saat George menatap matanya. Untuk beberapa saat Robert membiarkan Ellyn bergelayut di pelukannya hingga tangisnya reda. Gadis muda yang manja itu tidak terbiasa dengan kehidupan yang sulit karena dia tinggal di tempat di mana semua tersedia tanpa harus dia minta. Dan sebagai puteri bungsu dari royal family, Ellyn selama ini merasa dibanjiri perhatian dari keluarganya terutama sang ayah dan Robert. Berbeda dengn sang ratu yang banyak menuntutnya hingga mereka sering bertengkar, tapi raja begitu memanjakannya.
Dan kehilangan pria yang paling dicintainya, pria yang paling baik dan perhatian, jelas saja langsung menggoncang jiwanya. Ditengah duka yang bahkan masih berdarah, ibunya yang dingin justru sibuk memersiapkan kakaknya untuk naik tahta. Dan George adalah pelarian terbaik bagi Ellyn dari kegilaan sang ibu di istana.