Panggil Aku Suami, Aku Ingin Mendengarnya
Panggil Aku Suami, Aku Ingin Mendengarnya
"Mianmian, kau adalah istriku. Mereka adalah sahabatku. Aku tidak meminta mereka untuk pasti menyukaimu, tapi jika mereka bahkan tidak dapat menunjukkan rasa hormat sedikitpun kepada istriku, menurutmu apa yang ada di dalam hatiku? Jika aku tidak membiarkan mereka tahu betapa marahnya aku kali ini, mereka hanya akan memperlakukanmu dengan lebih tidak hormat lagi di masa depan," kata Mo Yesi.
Tak hanya sampai di sana, Mo Yesi melanjutkan, "Aku sudah pernah bilang bahwa aku tidak akan membiarkanmu menderita lagi dan aku akan melakukan apa yang aku katakan. Anak Keempat tahu bahwa aku peduli padamu dan menghargaimu, tapi dia masih berani tidak menunjukkan hormat padamu. Jika dia tidak menghargaimu, itu berarti dia juga tidak menghargaiku. Bagaimana bisa aku tidak memberinya pelajaran?"
Qiao Mianmian sedikit tertegun dan tidak bisa berkata-kata. Tiba-tiba, jantungnya berdetak begitu cepat. Barusan Mo Yesi mengatakan bahwa pria itu peduli padanya dan menghargainya. Meskipun Qiao Mianmian tidak tahu apakah kata-kata ini benar atau tidak, saat ini ia mengakui bahwa ia benar-benar tersentuh. Kira-kira, dalam keadaan seperti itu, wanita mana yang tidak akan tersentuh?
Ketika kau benar-benar merasa bahwa seseorang benar-benar peduli padamu, sangat menghargaimu, dan melindungimu di manapun… Apalagi pria ini adalah pria yang luar biasa seperti Mo Yesi. Penampilan yang tampan, aura yang berkelas, memiliki kekuasaan tertinggi, tetapi juga lembut dan perhatian kepadanya.
Dalam kondisi seperti itu, jika Qiao Mianmian bisa benar-benar bersikap acuh tak acuh, ia pasti bukanlah manusia, melainkan dewa. Sayangnya, Qiao Mianmian bukan dewa. Jadi, ia tidak dapat menyembunyikan ketika ia tersentuh. Lagi pula, pria seperti Mo Yesi benar-benar terlalu menawan.
Setelah Mo Yesi selesai berbicara, ia mendapati Qiao Mianmian yang tampak tercengang dan menatapnya dengan tatapan kosong tanpa berkedip sedikitpun. Mo Yesi pun tertegun lagi. Ia mencubit dagu Qiao Mianmian, lalu jemarinya yang ramping dan indah mengusap dagunya dengan lembut.
Mata Mo Yesi yang dalam menyipit dan ia bertanya, "Apa yang sedang kau lihat? Kau tiba-tiba menyadari bahwa suamimu begitu tampan?"
Qiao Mianmian mengangguk dengan bingung. Kemudian, tawa ringan yang menyenangkan terdengar di telinganya. Ekspresi tidak senang Mo Yesi sebelumnya kini menghilang dan senyuman kecil muncul di mata gelapnya yang menawan.
"Karena kau pikir suamimu sangat tampan, panggil aku suami agar aku bisa mendengarkannya, hm?"
"Apa?"
Qiao Mianmian berkedip. Ketika tatapannya bertemu tatapan Mo Yesi yang sedikit menggoda dan berharap, ia langsung pulih. Setelah itu, wajahnya memerah seakan terbakar dan berbicara sedikit gagap, "Ap-apa…? Aku tidak mengerti apa yang baru saja kau katakan."
Ah, ah, ah, ah, ah… Mengapa aku menatap Mo Yesi dengan bodoh lagi? Apalagi, terpergok oleh dia sendiri. Sangat memalukan, Qiao Mianmian mengeluh dalam hati.
Qiao Mianmian merasa bahwa ia jelas bukan wanita idiot seperti itu. Ia tidak pernah melakukan hal idiot kepada pria manapun. Tetapi, ia telah melakukan hal idiot lebih dari sekali di depan Mo Yesi. Tentu saja tidak bisa menyalahkan kurangnya konsentrasi Qiao Mianmian. Pihak yang harus disalahkan adalah pria di sebelahnya yang benar-benar menawan.
"Apa kau tidak mendengar dengan jelas?" tanya Mo Yesi. Tawa pria itu terdenger dalam dan seksi di tenggorokannya, "Baiklah, kalau begitu aku akan mengatakannya lagi. Sayang, panggil aku suami, aku ingin mendengarnya. Kita sudah menikah. Kau masih belum pernah memanggilku suamimu."
Mo Yesi menjepit rahang kecil dan lembut Qiao Mianmian di antara jari-jarinya dan mengangkatnya dengan lembut. Qiao Mianmian menatap mata pria itu yang dalam dan menawan. Hatinya seperti dipukul ringan oleh sesuatu dan perasaannya tidak bisa merasa tenang lagi.