Tak Terelakkan, Kau Juga Terlalu Egois
Tak Terelakkan, Kau Juga Terlalu Egois
Pada saat ini, seorang portir mengambil sebuah perabot lain dari kamar ibu Qiao. Qiao Mianmian menoleh dan begitu ia melihatnya, ia hampir saja meledak karena amarah. Itu adalah layar favorit ibunya semasa mendiang masih hidup.
"Berhenti kalian!" seru Qiao Mianmian. Ia bergegas menghampiri portir sambil mengertakkan gigi dan berkata dengan marah, "Kembalikan layar ini. Jika tidak ada izin dariku, siapapun tidak boleh memindahkan barang-barang di kamar ini!"
Porter itu terkejut. Ia mengerutkan kening, menatap Lin Huizhen dan Qiao Anxin dengan malu, lalu berkata, "Nyonya Lin, ini…"
"Jangan dengarkan dia," Lin Huizhen mencibir, "Dia hanyalah orang yang tinggal di kampus sepanjang tahun dan tidak tinggal di rumah ini. Kualifikasi apa yang dia miliki untuk memutuskan urusan keluarga ini? Dalam keluarga ini, aku yang memegang keputusan terakhir! Kalian bisa lanjut memindahkan barang-barang untukku!"
"Beraninya kalian!" Qiao Mianmian berhenti di depan pintu dan berkata dengan dingin, "Ini kamar ibuku. Tidak seorang pun kecuali Qiao Mianmian sendiri yang diizinkan menyentuh barang-barang di dalam kamar ini."
"Heh," Lin Huizhen memandang Qiao Mianmian dengan jijik dan berkata dengan nada tak kalah jijik, "Pemilik rumah saat ini adalah ayahmu dan aku. Aku berhak memutuskan apa yang harus dilakukan dengan semua yang ada di sini, apalagi memindahkan sebuah kamar tidur. Lagi pula, ayahmu juga setuju untuk membiarkan Anxin pindah dan menempati kamar ini. Jika kau tidak puas, kau bisa pergi menemui ayahmu."
Setelah selesai berbicara, Lin Huizhen melambai ke arah portir dan berkata, "Kalian bisa melanjutkannya."
Dengan izin Lin Huizhen, portir itu mendorong Qiao Mianmian menjauh. Kemudian, ia kembali mengangkat layar itu dan terus berjalan keluar.
Qiao Mianmian meraih lengan porter dan memperingatkan, "Berhenti. Kalian tidak diizinkan mengeluarkan barang-barang ibuku!"
Qiao Mianmian baru saja menelepon Mo Yesi dan ia tidak tahu kapan orang-orang Mo Yesi akan tiba. Namun, ia sangat beruntung karena sudah sempat menelepon Mo Yesi sebelumnya. Jika ia kembali hanya seorang diri, tak perlu dibayangkan lagi bagaimana akhirnya nanti.
"Qiao Mianmian, tak terelakan, kau juga terlalu egois," Lin Huizhen berkomentar dengan jijik, "Anxin sedang mengandung anak A Ze. Peramal sudah mengatakan bahwa Anxin harus tinggal di kamar ini demi melahirkan anak dengan selamat. Jika tidak, Anxin akan terancam bahaya keguguran. Anxin adalah saudara perempuanmu. Meskipun bukan terlahir dari ibu yang sama, dia tetap berhubungan darah denganmu. Jika kau terus-menerus mencegahnya pindah kamar, apakah kau ingin menyebabkan bayi di perutnya keguguran?"
Qiao Mianmian memelototi ibu dan anak yang menjijikkan itu. Dengan sebuah senyuman getir di bibirnya, ia mencibir, "Apa hubungannya kegugurannya denganku? Jangan khawatirkan anak yang hamil dengan cara yang tidak pantas!"
Begitu Qiao Mianmian berkata begitu, langsung terdengar balasan dengan kata-kata kasar, "Mianmian, kau keterlaluan! Bagaimana bisa kau mengutuk adikmu seperti ini!"
Qiao Ruhai turun dari tangga dengan wajah muram yang menunjukkan ekspresi kecewa dan marah, "Bahkan jika ada konflik di antara kalian, anak itu tidak bersalah. Anak itu juga keponakanmu. Kau mengutuk bayi kecil yang baru berusia dua bulan. Bukankah kau terlalu kejam? Awalnya aku pikir kau sudah meninggalkan rumah begitu lama dan seharusnya juga sudah menyadari kesalahanmu. Aku tidak menyangka kau ternyata tidak berubah sama sekali, bahkan lebih buruk dari sebelumnya. Kenapa kau berubah menjadi seperti ini sekarang?"
Qiao Ruhai tampak sangat marah. Bahkan, ia sampai terbatuk saat berbicara. Ia pun segera menekan satu tangan di dadanya, seolah-olah kehabisan napas.
"Tuan, tenanglah," Lin Huizhen segera mengulurkan tangan dan menepuk punggung Qiao Ruhai sambil membujuk, "Penyakitmu baru saja sedikit membaik. Kau tetap harus memperhatikan kondisi tubuhmu. Jika kau marah dan membuat tubuhmu sakit, aku dan Anxin akan merasa sedih."