Bukan Dia yang Keberatan, Aku yang Keberatan
Bukan Dia yang Keberatan, Aku yang Keberatan
Dalam keadaan samar-samar, Qiao Mianmian mendengar Mo Yesi sedang berbicara, "Sekarang tidak ada waktu luang. Hng, aku sedang bersama dengan kesayanganku dan aku harus menemaninya. Kalian saja yang mengaturnya, tidak masalah. Asalkan bukan tempat yang kacau, tidak masalah. Hng, begitu saja. Aku tutup teleponnya."
Mo Yesi menutup teleponnya. Ia menunduk dan menatap gadis yang sedang tidur nyenyak di pelukannya, kemudian berbisik kepada Paman Li, "Naikkan pengatur suhunya dua derajat."
"Baik, Tuan."
Paman Li mengemudikan mobilnya sebentar. Ketika ia melewati sebuah pertigaan, ia bertanya dengan suara keras, "Tuan, apakah Anda ingin mengantar Nyonya kembali ke kampus dulu?"
Mo Yesi merenung, lalu menjawab, "Pergi langsung ke perusahaan."
Qiao Mianmian sedang berada dalam situasi ini, jadi bagaimana mungkin Mo Yesi bisa tenang untuk membiarkannya kembali ke kampus? Begitu lampu merah di depan menyala, Paman Li kembali mengemudikan mobil ke jalan menuju Gedung Mo.
Bip! Bip!
Baru saja Mo Yesi mengunci layar ponselnya, ponsel itu bergetar lagi dua kali. Mo Yesi menundukan kepala dan melihatnya sekilas, lalu melihat pesan WeChat yang dikirimkan Shen Rou. Setelah Mo Yesi membacanya, ia langsung membalas.
| Shen Rou: A Si, aku sudah kembali. Aku sekarang bersama Shaoqing dan teman-teman lainnya. Dia bilang dia baru saja meneleponmu, tapi kau bilang kau tidak ada waktu untuk datang dan makan bersama kami. Kalau begitu, apakah kau ada waktu sore ini?
| Mo Yesi: Tidak ada waktu.
Tak butuh waktu lama, Shen Rou segera membalasnya kembali. Mo Yesi memandang Qiao Mianmian yang tidur dengan pipi yang memerah dan seketika ragu-ragu. Lalu, ia mengangkat ponselnya dan membalas lagi.
| Shen Rou: Kalau begitu, aku akan pergi ke perusahaanmu untuk menemuimu di sore hari? Aku sudah tidak bertemu denganmu selama setahun penuh, jadi aku ingin melihatmu lebih cepat.
| Mo Yesi: Aku sangat sibuk sore ini dan tidak punya waktu untuk menyambutmu.
| Shen Rou: Kau tidak perlu memedulikanmu. Kau bisa sibuk dengan urusanmu sendiri dan aku bisa bermain games di ruanganmu. Bukankah sebelumnya juga seperti ini?
Kata-kata Shen Rou mengingatkan Mo Yesi tentang beberapa memori di masa lalu. Sebelumnya, ia dan Shen Rou bergaul seperti ini. Ketika ia sangat sibuk dan tidak punya waktu untuk menyapa Shen Rou, Shen Rou juga tidak keberatan. Shen Rou sendiri akan mencari kesibukan untuk menghabiskan waktu.
Shen Rou tumbuh bersama Mo Yesi. Hubungan antara keduanya seperti sahabat dan juga seperti keluarga. Hubungan keduanya sangat santai dan juga sangat sesuka hati. Awalnya, Mo Yesi menganggap bahwa berhubungan seperti ini juga cukup baik.
Jika Mo Yesi masih lajang sekarang dan belum menikah dengan Qiao Mianmian, mungkin ia juga akan langsung menyetujuinya. Tetapi… Sekalipun pengalaman cintanya bisa dianggap nol besar, ia tahu bahwa ada beberapa hal yang tidak nyaman untuk dilakukan sekarang.
Lagi pula, Mo Yesi dan Shen Rou bukanlah kakak-adik kandung. Sekarang ia memiliki Qiao Mianmian. Ia harus menjaga jarak tertentu dari para wanita lain, bahkan meskipun wanita itu adalah Shen Rou.
Setelah berpikir sejenak, Mo Yesi membalas pesan ini. Namun, kali ini Shen Rou terdiam sangat lama dan tidak kunjung membalas Mo Yesi. Beberapa menit kemudian, barulah Shen Rou mengirim balasan pesannya. Mo Yesi mengerutkan kening.
| Mo Yesi: Dia juga ada di sini, tidak nyaman bagimu untuk datang. Kita bertemu nanti saja. Sampai jumpa malam.
| Shen Rou: Kau tidak memberitahunya tentang hubungan kita? Dia tidak akan begitu pelit, kan?
| Mo Yesi: Bukan karena dia keberatan, aku yang keberatan.
| Shen Rou: Kau keberatan? Apa yang kau khawatirkan?
| Mo Yesi: Shen Rou, aku sudah menikah. Dia memang tidak mengajukan permintaan apapun padaku. Tapi, jika sudah menikah, harus memiliki kesadaran bahwa sudah menikah. Tidak peduli apa hubungan kita sebelumnya, kita harus mulai menjaga jarak di masa mendatang. Jika kau yang sudah menikah lebih dulu, aku juga akan melakukan hal yang sama.
Kali ini, Shen Rou tidak membalas lagi. Mo Yesi juga tidak peduli. Ia mengunci layar ponselnya, lalu membuangnya ke samping.