Aku Merindukan Ibu (5)
Aku Merindukan Ibu (5)
Entah apa yang sedang Ji Nuo pikirkan, tiba-tiba wajah kecilnya runtuh lagi dalam sekejap. Dia menundukkan kepalanya dan bertanya dengan meremas-remas jarinya, "Ayah, kalau kamu bersama Ranran, apa yang akan ibu lakukan ketika dia kembali?"
"Kamu tidak perlu memikirkannya sama sekali," tutur Ji Jinchuan. Mereka adalah orang yang sama, lanjutnya dalam hati.
Mendengar kata-kata ayahnya, perasaan si kecil menjadi tertekan. Dia berkata, "Apa maksudmu… ibu tidak akan kembali?"
"Bisa saja," jawab Ji Jinchuan dengan singkat. Dia sudah kembali, tetapi ayah tidak yakin apa dia akan mau kembali ke suami dan anaknya atau tidak, gumamnya dalam hati.
"Kamu tidak menginginkan dua-duanya, kan?" tanya Ji Nuo dengan mata yang berkilat. Dia mengangkat matanya dan menatap Ji Jinchuan. Sorot matanya tampak sangat serius.
Lu Jingnian tertawa dan hampir tidak bisa duduk diam. Dia kemudian menyahut, "Jangan khawatir… Meskipun ayahmu telah menahan diri untuk waktu yang lama selama bertahun-tahun ini, dia tidak dapat menanggung dua tubuh sekaligus. Bagaimanapun juga, dia sudah tua."
Ji Nuo menatap Lu Jingnian dengan tatapan linglung, menandakan bahwa dia tidak mengerti dengan kata-katanya.
"Aku terlalu tua untuk menanggungnya? Apa kamu membicarakan dirimu sendiri?" Ji Jinchuan melirik Lu Jingnian dan melanjutkan, "Sepertinya Su Wansheng sangat kuat, pada usia ini, kamu pasti akan kehabisan tenaga karena dia."
Lu Jingnian tersenyum dan berkata, "Aku khawatir karena kamu sudah lama tidak menggunakannya, punyamu jadi tidak berfungsi."
Ji Nuo melihat Ji Jinchuan dan Lu Jiangnan. Matanya menyapu kedua orang itu secara bergantian. Dia sama sekali tidak dapat memahami apa yang mereka bicarakan.
***
Chen Youran bergegas keluar dari kamar pasien dan dengan cepat berjalan ke lift. Mengingat apa yang dikatakan Ji Nuo barusan, air mata mengalir dari pelupuk matanya. Seseorang kebetulan sedang menunggu lift di lantai itu. Melihat Chen Youran tampak seperti menangis, dia tidak bisa menahan diri untuk tidak meliriknya.
Pintu lift terbuka dengan diikuti bunyi dentingan, Chen Youran pun dengan cepat masuk. Ketika lift bergerak turun, dia mengangkat kepalanya, tidak membiarkan air matanya jatuh. Saat keluar dari lift, dia berjalan keluar dengan cepat dan bertabrakan dengan Liang Yanchen yang baru saja datang.
Liang Yanchen secara refleks bergerak untuk membantu orang yang menabraknya. Setelah melihat dengan jelas bahwa itu adalah Chen Youran, dia terkejut, "Nona Chen…"
Chen Youran mendongak dan menatapnya. Liang Yanchen mengenakan setelan berwarna putih dan membawa keranjang buah di tangannya. Pria ini tampak sangat elegan. Ketika Chen Youran mengangkat matanya, Liang Yanchen melihat mata merahnya. Dan air mata di matanya hampir jatuh.
***
Kafe di seberang rumah sakit…
Chen Youran dan Liang Yanchen duduk berhadap-hadapan. Liang Yanchen mengeluarkan sapu tangannya dan menyerahkannya pada Chen Youran. Chen Youran pun mengambil alih sapu tangan tersebut dan menyeka air mata dari sudut matanya.
"Setiap kali aku bertemu denganmu, aku selalu berada di waktu yang paling canggung," ujar Chen Youran.
"Kamu masih sangat cantik ketika kamu menangis, jadi kamu tidak perlu khawatir apa citramu akan rusak. Dan lagi, orang yang bijaksana akan selalu menghargai keindahan berdasarkan temperamen asli orang itu," ujar Liang Yanchen sambil tersenyum.
Chen Youran tahu bahwa kata-kata Liang Yancheng bukan untuk menggodanya, tetapi menghiburnya. Dia lalu bertanya, "Apa kamu datang ke rumah sakit untuk menemui seorang teman?"
"Aku mau menjenguk ayah…" Liang Yanchen memikirkan pernyataan Chen Yaoting di surat kabar, kemudian mengubah kata-katanya, "Paman Chen."
Chen Youran terus memegang sapu tangannya dan tidak mengatakan apa-apa. Liang Yanchen dapat melihat ketidakwajaran pada wajah Chen Youran. Dia mengambil sendok kecil dan mengaduk kopinya perlahan.
"Awalnya, aku ingin membawamu ke tempat lain dan menemukan tempat yang tenang untuk membiarkanmu menangis dengan sedih, tetapi kemudian tiba-tiba aku berubah pikiran. Apa kamu tahu kenapa aku membawamu ke tempat umum?" tanya Liang Yanchen.
"Kenapa?" Chen Youran menatap Liang Yanchen. Bulu matanya yang lentik dan tebal tampak basah serta menyatu sehingga membuat mata hitamnya tampak lebih gelap.
"Apa pun yang terjadi, menangis tidak bisa menyelesaikan masalah. Itu hanyalah sedikit mengurangi untuk saat ini." Liang Yanchen meminum secangkir kopi dengan anggun dan bibirnya menjadi basah. Dia melanjutkan, "Hasil akhirnya tetaplah harus menghadapinya. Jadi, lebih baik menyimpan air mata yang hanya akan terbuang sia-sia."