Selamat Tinggal Cinta Pertamaku

Melindungi Istri Orang Lain (5)



Melindungi Istri Orang Lain (5)

2Lu Jingnian berpikir bahwa Ji Jinchuan agak aneh malam ini. Dia bertanya, "Bagaimana kamu bisa melihat orang tanpa penerangan?"     

"Akan ada suara kesakitan dari orang yang hampir sekarat," kata Ji Jinchuan dengan spontan.     

Lu Jingnian pun tidak mengatakan apa-apa lagi. Mereka terus melanjutkan perjalanan. Setelah berjalan beberapa langkah, Lu Jingnian tiba-tiba mendengar ratapan dari orang yang tampaknya sangat kesakitan. Kemudian, dia menatap Ji Jinchuan.     

"Orangnya belum mati, tetapi tampaknya dia perlu untuk diberi pelajaran," tutur Ji Jinchuan. Dia mengangkat kaki kanannya dan menjatuhkannya dengan keras pada orang yang sedang merintih kesakitan. Presiden Qian, yang terbaring di tanah, terbangun oleh rasa sakit. Dia merasa seluruh lengannya mati rasa dan terus menangis.     

Ji Jinchuan mengangkat kembali kakinya dan menjauh. Dia berkata dengan lemah, "Di sini terlalu gelap untuk bisa melihat."     

Lu Jingnian merentangkan tangannya dan bertanya, "Lalu bagaimana?"     

"Ayo, kembali." Ji Jinchuan berbalik dan berjalan keluar dari gang.     

Lu Jingnian merasa bingung. Dia benar-benar hanya ingin memastikan bahwa pria yang tergeletak di tanah itu mati atau tidak? Atau apa ini yang disebut kebencian yang mendarah daging? Batinnya.     

Setelah berjalan keluar dari gang, mulai ada cahaya penerangan. Lu Jingnian berkata, "Aku pikir kamu ingin berubah menjadi pria yang sangat baik sehingga menjadi orang yang berbelas kasih."     

"Aku tidak pernah menjadi orang baik," ucap Ji Jinchuan sambil melirik Lu Jingnian.     

Mendengar hal itu, Lu Jingnian tertawa dan membalas, "Kamu barusan menginjaknya. Kalau dia benar-benar mati, kamu sudah pasti tidak akan bisa lepas untuk berurusan dengannya. Apa kamu benar-benar ingin mengurusnya?"     

Ji Jinchuan sedikit merenungkan hal itu. Dia berbalik dan menatap dua orang di belakang mereka. Matanya tertuju pada petugas parkir valet yang baru saja berencana menelepon polisi. Dia bertanya, "Bukannya kamu memiliki niat yang baik dari tadi? Kenapa kamu tidak menelepon polisi sekarang?"     

Petugas parkir valet itu kebingungan dan tidak mengerti apa yang Ji Jinchuan maksud. Seorang rekannya menyenggolnya dan berkata dengan suara pelan, "Presiden Ji bermaksud menyuruhmu untuk menelepon."     

Petugas parkir valet yang awalnya bingung akhirnya menyadari apa maksud perkataan Ji Jinchuan. Dia dengan cepat mengeluarkan ponselnya dan mencoba untuk menyalakannya. Meskipun layarnya pecah karena tidak sengaja menjatuhkannya tadi, tetapi ponsel itu masih berfungsi. Dia secara refleks ingin menghubungi nomor kantor polisi. Tepat setelah menekan angka 1, dia menghentikan jarinya. Dia menatap Ji Jinchuan dan dengan hati-hati bertanya, "Presiden Ji, apa Anda ingin saya menelepon 110 atau 120?"      

(Di Tiongkok nomor telepon darurat 110 adalah untuk menghubungi polisi, sementara 120 untuk rumah sakit)     

Ji Jinchuan tersenyum dan berkata, "Bagaimana menurutmu?"     

Petugas parkir valet itu menggaruk kepalanya. Dia merasa sedikit tidak yakin. Lu Jingnian, yang memandang dengan dingin, sangat khawatir dengan IQ petugas itu. Kemudian, rekan si petugas parkir berkata, "Kamu bodoh sekali, tentu saja 120!"     

"Oh, oke, oke…" Petugas parkir valet itu pun dengan cepat menelepon 120.     

Ji Jinchuan dan Lu Jingnian lalu pergi untuk mengambil mobil masing-masing. Ketika mereka keluar dari tempat parkir, ponsel Ji Jinchuan berdering. Dia mengeluarkannya dan melihat bahwa itu adalah telepon dari Ji Shaoheng. Setelah mengusap layar untuk menyambungkan telepon, dia mendengar suara lembut Ji Nuo, "Ayah, Ranran tidak datang ke rumah sakit untuk menjengukku malam ini."     

Saat mengingat keberadaan mobil Chen Youran tadi, Ji Jinchuan berpikir sejenak. Sepertinya, dia benar-benar ada di mobil itu, batinnya.     

Ji Jinchuan pun menepikan mobilnya, lalu berkata, "Dia mungkin terlambat."     

"Apa dia benar-benar marah?" tanya Ji Nuo dengan sedih.     

"Tidak, dia tidak akan pernah marah padamu," tutur Ji Jinchuan dengan suara berat, tetapi lembut.     

"Benarkah?" Ji Nuo kembali bertanya karena merasa tidak yakin.     

Ji Jinchuan menurunkan kaca jendela. Angin dingin pun mengalir masuk ke dalam mobilnya membuat wajahnya terasa semakin sejuk, "Iya, benar."     

"Apa dia akan datang besok?" tanya Ji Nuo.     

"Kalau dia tidak datang besok, kamu bisa meneleponnya," jawab Ji Jichuan sambil mengangkat siku tangannya dan menyandarkannya di jendela.     

"Kalau begitu, aku akan meminta maaf padanya besok…" Ji Nuo bertanya dengan perasaan sedikit khawatir. "Ayah, apa menurutmu dia akan memaafkanku?"     

"Kalau kamu menciumnya, dia akan memaafkanmu." Ji Jinchuan berkata dengan suara yang hangat.     

"Kalau begitu, aku akan menciumnya lagi." Suara Ji Nuo terdengar sedikit senang. Kemudian, saat dia berpikir bahwa pria tua yang berbicara dengannya di telepon menyukai Ranran-nya, dia bertanya, "Ayah, kamu tidak akan memukulku karena cemburu, kan?"     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.