Membuat Orang Sangat Ingin Menciumnya
Membuat Orang Sangat Ingin Menciumnya
"Kata-kata para tetua belum tentu semuanya benar," jawab Ji Jinchuan sambil terus menyalin kitab suci Buddha.
"Hah?" Chen Youran mengedipkan bulu matanya yang hitam dan tipis dengan linglung. Dia tidak mengerti apa maksud perkataan suaminya.
Ji Jinchuan menoleh ke samping dan meliriknya. Bibirnya yang tipis bergerak perlahan, "Ibu menyuruh kita menyalin kitab suci Buddha ini. Dia berharap putra dan menantunya menjalani kehidupan beragama, kemudian mengasuh Nuonuo untuk dimilikinya sendiri, paham kan?"
"..." Chen Youran terdiam tidak mengerti. Apa yang dia pikirkan? Apa yang dia katakan masuk akal? Batinnya.
Ji Jinchuan terus menyalin kitab suci Buddha itu, sementara Chen Youran sedikit bergeser dari bangkunya dan duduk di sebelahnya. Dia menatapnya dengan satu tangan yang menopang dagunya. Tulisan tangan suaminya terlihat jelas, kata-kata yang ditulisnya tidak hanya tegas dan jelas, tetapi kecepatan menulisnya juga lebih tinggi dari sebelumnya
"Kalau kamu terus melihatku seperti ini, aku tidak bisa fokus menulis," ucap Ji Jinchuan. Suaranya terdengar hangat dan dalam.
Chen Youran tertegun selama beberapa detik, sebelum dia akhirnya memahami makna dalam perkataan suaminya. Dia lalu membalas dengan suara ringan, "Kamu selalu saja bercanda dan tidak bisa serius."
Ji Jinchuan tertawa mendengar ucapan Chen Yoran. Suara tawa senang itu seolah keluar dari dalam dadanya, terdengar sepenuh hati. Ketika suaminya tertawa, Chen Youran pun ikut tertawa ringan. Dan matanya yang gelap tampak berkilauan secerah senyumnya.
Tiba-tiba, Ji Jinchuan berkata pada Chen Youran, "Youyou, jangan pernah melihat pria lain dan tersenyum seperti itu di masa depan."
Ji Jinchuan berkata seperti itu karena menurutnya senyum Chen Youran bisa membuat orang sangat ingin menciumnya. Chen Youran pun menyadari maksud perkataan Ji Jinchuan dan seketika merasa sedikit malu.
Butuh dua jam untuk menyelesaikan menyalin kitab suci Buddha. Setelah Ji Jinchuan menyalinnya sendiri, ternyata dapat mempersingkat waktu sebanyak setengah jam daripada melakukannya bersama Chen Youran. Dia pun meletakkan kuasnya dan menggerakkan pergelangan tangannya yang terasa pegal. Chen Youran lalu menuangkan air untuknya, dia pun meneguknya beberapa kali. Chen Youran mengambil halaman terakhir yang ditulis Ji Jinchuan, mengeringkannya, kemudian menyimpannya satu per satu. Mereka pun siap membawanya ke hadapan Xie Suling untuk diperiksa.
Seorang biksu muda kebetulan datang ke Paviliun Sutra untuk mengambil buku. Ji Jinchuan yang melihatnya meminta tolong padanya untuk memanggil Xie Suling. Setelah beberapa saat, Xie Suling dan Fang Yaqing pun datang ke paviliun tersebut dengan telah berganti pakaian.
Chen Youran kemudian menyerahkan kitab suci Buddha yang sudah mereka salin kepada ibu mertuanya. Xie Suling mengambilnya dan memeriksanya halaman demi halaman. Ketika Xie Suling membalik halaman demi halaman kertas, hati Chen Youran melonjak dan menatapnya dengan gelisah. Dia khawatir ibu mertuanya itu akan menemukan sesuatu. Sementara Ji Jinchuan yang dapat melihat kegugupan istrinya, tangannya yang tergantung di kedua sisi tubuhnya bahkan mengepal karena gugup.
Meskipun tulisan tangan tersebut sedikit berbeda dari satu halaman ke halaman lain, namun Xie Suling tidak akan pernah berpikir bahwa putranya yang menyalinnya sendirian. Pasalnya, tulisan tangan di atas kertas sangat berbeda dari tulisan tangan putranya yang biasanya. Dia pun berpikir bahwa tulisan tangan Chen Youran telah meningkat. Xie Suling hanya melirik setiap halaman dengan santai untuk melihat apakah mereka telah selesai menyalin keseluruhan isi kitab atau memotong beberapa bagian, dia benar-benar tidak terlalu memperhatikan masalah tulisan tangan.
Setelah membacanya, Xie Suling pun menyatukan tiga salinan kitab suci Buddha itu dan berkata, "Sudah hampir petang. Kita harus kembali."
Keempat orang itu menuju ke kamar masing-masing untuk mengemasi barang-barang mereka. Kemudian mereka mengucapkan selamat tinggal kepada kepala kuil tersebut. Xie Suling juga tak lupa menyerahkan salinan kitab suci Buddha kepadanya.
Kepala kuil mengambilnya, menyatukan itu semua dan tersenyum. Dia lalu berkata dengan sangat ramah, "Kalian, para peziarah begitu tulus, sehingga Sang Buddha akan memberkati kalian."
"Kami akan datang lagi tahun depan," ucap Xie Suling dengan sangat sopan
Kepala kuil memanggil biksu yang agak gemuk dan seorang biksu muda lainnya. Dia meminta untuk kedua biksu itu mengantarkan mereka ke luar kuil dan berkata, "Hati-hatilah dalam perjalanan pulang, para peziarah…"
Ketika mereka kembali ke kediaman utama Keluarga Ji, hari belum gelap. Ji Yangkun dan Ji Shaoheng yang tidak ikut ke kuil sedang makan malam. Pengurus rumah mengetahui bahwa mereka akan kembali hari ini, jadi secara khusus meminta pelayan untuk memasak makanan sambutan untuk mereka. Namun, setelah makan hidangan vegetarian selama dua hari, Xie Suling tiba-tiba tidak suka melihat hidangan daging karena merasa amis. Kecuali Xie Suling, tiga orang lainnya memiliki selera makan yang sangat baik.