Selamat Tinggal Cinta Pertamaku

Untungnya Aku Bertemu Denganmu



Untungnya Aku Bertemu Denganmu

0Ji Jinchuan menekan bagian tengah kedua alisnya. Ekspresinya tampak menjadi sedikit muram. Dia menggerakkan ibu jarinya dan menghapus video di ponselnya itu. Kemudian, dia bangkit berdiri, keluar dari ruang kerjanya. Namun, dia melewati kamar tidur dan malah menuruni tangga.     

Di ruang tamu lantai bawah, masih ada satu atau dua pelayan yang belum tidur. Ketika Ji Jinchuan turun, mereka pun menyapanya dengan hormat. Dia lalu dengan santai menunjuk ke salah satu dari mereka dan memintanya membuat makan malam yang ringan untuk dimakan. Pelayan itu segera menjawab dan pergi menuju dapur. Sementara Ji Jinchuan pergi ke mesin kopi dan hendak membuat kopi. Entah apa yang sedang dipikirkannya sekarang. Dia sudah meletakkan biji kopi, namun meletakkan biji kopi yang sama lagi. Lalu, dia malah mengambil segelas air dan secara refleks meminumnya. Memikirkan video barusan, dia tidak bisa menahan diri untuk tidak memicingkan mata. Bahkan jika itu nomor yang tidak dikenalinya, dia bisa menebak siapa itu.     

Ketika Ji Shaoheng turun dari lantai atas, pelayan kebetulan keluar dari dapur dengan membawa makan malam. Tidak ada orang lain di ruang tamu kecuali Ji Jinchuan, jadi tidak sulit untuk menebak siapa yang menyuruh pelayan tersebut untuk membuat makan malam. Dia tiba-tiba tersenyum dan berkata dengan makna yang dalam, "Kakak, apa kamu mau makan malam?"     

Ji Shaoheng mengenakan jubah mandi biru tua malam ini, dengan kerah yang sedikit terbuka di dadanya. Tampak goresan yang jelas dan ambigu di atasnya.     

Ji Jinchuan bangkit tanpa mengucapkan sepatah kata pun. Dia mengambil makan malam yang diletakkan di atas meja oleh pelayan, melirik Ji Shaoheng dengan acuh tak acuh, melewatinya, dan berkata dengan suara rendah, "Jangan membagikan segala urusan di kamar. Apalagi urusan ranjang antara suami dan istri. Kamu tidak perlu mengumumkannya ke publik."     

Ji Shaoheng berbalik dan menatap pria yang berjalan menuju tangga. Mata elangnya sedikit menyipit dan ada kabut yang bergejolak di bagian bawah matanya. Entah apa kakaknya itu semakin toleran atau dia tidak tergerak sama sekali. Dia tidak bisa mengerti akan hal ini.     

Setelah itu, Ji Jinchuan kembali ke kamar tidur. Dia menatap sosok di depan jendela dan menghentikan langkahnya sejenak dengan berpura-pura memutar kenop pintu. Saat ini, Chen Youran mengenakan sudah piyama katun. Dia berdiri di depan jendela dan memandangi suasana malam yang gelap di luar sana. Ji Jinchuan tidak tahu apa yang sedang wanita itu pikirkan. Rambut hitamnya menutupi belakang tubuhnya dan cahaya menyelimutinya dengan perasaan lembut. Dia lalu berjalan masuk dan mendekati istrinya itu setelah menutup pintu.     

"Aku melihat nafsu makanmu buruk di malam hari, jadi aku meminta pelayan untuk membuatkan makan malam," tutur Ji Jinchuan.     

Chen Youran akhirnya berbalik dan menatap wajah tampan suaminya. Dia tersenyum, mata hitamnya yang jernih menjadi semakin terang di bawah cahaya. Dia lalu berkata, "Aku tidak ingin makan."     

Ji Jinchuan meletakkan piring yang dibawanya di tangannya ke atas meja dan mengambil beberapa langkah untuk memeluk Chen Youran. Di antara mereka, ada perut buncit istrinya. Dia lalu menegaskan ekspresi wajahnya yang lembut dan berbisik padanya, "Aku tidak keberatan kalau kamu mengkhawatirkannya atau memikirkannya saat ini, tetapi aku keberatan kalau kamu tidak makan dengan baik karena dia dan membuat anak kita kelaparan."     

Pria mana yang tidak keberatan istrinya memikirkan pria lain?     

Chen Youran tahu di dalam hatinya bahwa Ji Jinchuan hanya ingin menenangkannya. Jadi, pria itu mengatakannya agar dia tidak terlalu berlebihan, berdebat dengannya, ataupun menjadikan ini sebagai beban pikirannya. Pria ini benar-benar luar biasa baginya. Dia lalu mengangkat kepalanya sedikit, menurunkan tekanan kabut di bagian bawah matanya, mengisap hidungnya, dan tiba-tiba tersenyum dengan air mata berkilauan di matanya. Lalu, dia berkata, "Aku selalu berpikir kalau setelah Gu Jinchen, aku tidak akan pernah berani mencintai lagi. Aku merasa kalau jatuh cinta itu terlalu sedih dan menyakitkan. Untungnya... Untungnya..."     

Chen Youran mengucapkan kata itu dua kali berturut-turut. Dia ingin mengatakan, 'untungnya, aku bertemu denganmu dan masih bisa berpikir logis', tetapi suaranya tercekat.     

Tanpa Chen Youran perlu mengucapkan kata-kata terakhir, Ji Jinchuan sudah bisa menebak apa itu. Dia lalu membungkuk dan mencium mata wanita itu yang basah. Bulu mata istrinya yang lebat menyentuh rahangnya dan terasa seperti kuas, dengan sedikit perasaan dingin, tetapi menghangatkan seluruh hatinya. Dia mengangkat bibirnya dari mata wanita itu, kemudian kembali berbisik, "Katakan padaku, apa yang kamu pikirkan barusan?"     

Chen Youran menurunkan pandangannya, lalu berkata dengan suaranya yang sedikit serak, "Aku berpikir, apa yang harus aku lakukan kalau Gu Jinchen tidak bisa diselamatkan."     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.