Dia Tidak Semengerikan Itu
Dia Tidak Semengerikan Itu
Saat ini, Bibi Wu datang menghampiri mereka dan bertanya dengan ramah, "Anda ingin minum apa, Nona?"
"Halo, namaku Lin Xia. Aku mau segelas air hangat saja…" kata Lin Xia sambil tersenyum dengan dangkal.
"Baik, Nona Lin. Mohon tunggu sebentar," jawab Bibi Wu dengan senyuman di wajahnya.
Setelah itu, Chen Youran dan Lin Xia duduk bersama di sofa. Bibi Wu dengan cepat menuangkan secangkir air hangat untuk Lin Xia. Dia juga menyiapkan sepiring buah-buahan, beberapa kacang, dan makanan ringan lainnya. Lalu, dia menyajikannya untuk mereka.
"Huo Hanqian sering tidak pulang?" Chen Youran bertanya dengan suara yang halus dan lembut.
Ekspresi wajah Lin Xia masih tampak tidak terlalu bagus. Dia mengenakan mantel berwarna hijau tua. Dia selalu tampak pucat sejak pertama kali bertemu dengan Chen Youran. Dengan suaranya yang agak serak, dia menjawab, "Dia sangat baik padaku ketika awal kami menikah. Tapi, dia sering tidak pulang dalam setengah tahun terakhir ini."
"Sudah setengah tahun? Kamu tahu kalau dia memiliki wanita lain di luar?" Chen Youran bertanya dengan heran.
"Setiap kali dia pulang, aku mencium aroma parfum wanita. Mana mungkin aku tidak tahu?" Lin Xia mengangguk dan tersenyum miris.
"Kenapa kamu baru ingin bercerai akhir-akhir ini?" tanya Chen Youran sambil mengamati penampilan Lin Xia. Apa dia sangat mencintai Huo Hanqian, sehingga dia tidak keberatan pria itu memiliki wanita lain di luar? Batinnya.
Lin Xia mengambil cangkir air di atas meja, lalu menyesapnya dengan bibir pucatnya. Namun, dia tidak mengatakan sepatah kata pun.
Chen Youran pun tidak ingin memaksa Lin Xia untuk menjawab. Jadi, dia menanyakan hal yang lain, "Kalau dia tidak pulang, apa yang kamu lakukan?"
Lin Xia minum seteguk air, sehingga bibir pucatnya pun menjadi sedikit basah. Lalu, dia menjawab. "Aku menelepon asistennya dan menyuruhnya untuk pulang meskipun sudah larut malam."
"Ketika kamu membahas perceraian dengannya, apa dia memukulmu lagi?" Chen Youran lalu mengambil jeruk dan mengupasnya.
"Kalau itu bisa membuatnya menandatangani surat perceraian, aku siap menanggungnya." Lin Xia tersenyum acuh tak acuh dan ekspresi mukanya tampak datar.
Chen Youran melongo karena sedikit terkejut. Lin Xia rupanya benar-benar telah mencapai batas akhir. Bukan hanya pada penghinaan dan kekerasan dalam rumah tangga, tetapi juga untuk menceraikan Huo Hanqian.
Kedua wanita itu tidak melanjutkan topik pembicaraan tersebut, mereka beralih membicarakan hal yang lain. Tanpa sadar, waktu sudah berlalu sekitar dua atau tiga jam. Bibi Wu pun memasuki dapur untuk menyiapkan makan malam. Tak berapa lama kemudian, Lin Xia bangkit dan berpamitan untuk pergi. Chen Youran menyuruhnya tinggal sebentar untuk makan malam, namun Lin Xia menolak dengan sopan.
"Aku khawatir perutku tidak akan bisa mencerna makanan kalau harus makan bersama dengan orang seperti Presiden Ji," tutur Lin Xia. Mungkin karena mereka berbicara begitu lama, dia merasa perasaannya sedikit lebih baik. Dia bahkan bisa bercanda dalam nada suaranya.
"Dia tidak semengerikan itu," cibir Chen Youran.
"Ya, perlakuan pria terhadap istrinya biasanya berbeda dengan perlakuannya kepada orang lain." Lin Xia mengangguk tanda setuju.
"Apa kamu sedang membicarakan suamimu?" kata Chen Youran dengan halus. Begitu perkataan itu keluar dari mulutnya, keceriaan yang sedikit tampak di wajah Lin Xia seketika benar-benar hilang sepenuhnya. Ekspresi wajahnya juga berubah menjadi kaku. Dia pun menyadari bahwa dia sudah mengatakan sesuatu yang salah, kemudian dia buru-buru menjelaskan, "Maaf, aku tidak bermaksud begitu…"
Lin Xia mengetahui bahwa Chen Youran tidak sengaja mengatakannya. Dia sendiri merasa tidak keberatan dan menggelengkan kepalanya. Dia memaksakan senyum yang tampak kaku dan hampir tidak terlihat seperti senyum. Dia lalu berpamitan, "Aku pergi dulu…"
Chen Youran mengantar Lin Xia ke luar dari ruang tamu. Dia terus mengawasinya hingga naik ke mobil. Lin Xia memutar mobil dengan terampil dan melaju pergi. Chen Youran terus melihat ke mobil yang perlahan menghilang dalam pandangannya itu. Setelah itu, dia kembali ke ruang tamu.
Pada pukul 17.30, Ji Jinchuan belum pulang juga. Chen Youran yang duduk di kursi meja makan memperhatikan hidangan di atas meja. Kabut panas yang awalnya mengepul sangat putih kini berangsur-angsur hilang. Dia pun sudah kehilangan kesabaran.