PERNIKAHAN TANPA RENCANA

60.BELUM WAKTU



60.BELUM WAKTU

1Aku benar-benar tidak tau tentang fakta yang Santo alami sampai dia cerita padaku tadi. Pikiranku menjadi bertambah saja. Dilema akan perjodohan yang kutitik beratkan sampai aku bersembunyi dari Mas Sardi ternyata ada yang lebih berat lagi dari pada itu. Gaji karyawan mas Sardi yang terlambat di bayarkan.     

Santo mengatakan mungkin mereka tidak kebingungan untuk makan karena Mas Sardi memang memberikan jatah makan sebulan untuk mereka bertahan. Namun untuk masalah kehidupan sehari-hari semisal saja rokok. Terpaksa mereka harus puasa.     

Proses mbelah yang seharusnya mendapatkan keuntungan besar terkesan ditutup-tutupi oleh mas sardi tentang ketransparanannya. Setiap dari mereka biasanya bertanya tentang harga yang mereka dapatkan. Dan mas Sardi tak pernah menutup-nutupinya sebelumnya. Namun kemarin, kata Santo. Mas Sardi hanya mengatakan semua sudah beres. Faktanya hingga kini tak kunjung ia bagikan jatah dari mereka.     

Sore ini aku berencana untuk pulang. Sudah kuputuskan untuk memenuhi perjodohan yang Mas Sardi tawarkan kepadaku. Sekali pun sebenarnya hatiku tak pernah menerimanya. Harapanku hanyakah ini akan membuat mas sardi menjadi lebih baik kepadaku. Dan akan membawa kebaikan oleh semua pihak.     

Pekerjaan santo sudah selesai. Aku kasihan sekali padanya dengan terpaksa masih terus bekerja. Aku sudah memiliki keputusan dalam benakku. Kami berdua pun memutuskan untuk pulang bersama. Hari masiih bergitu cerah. Beruntung Santo selesai lebih awal. Jadi kami tidak perlu seperti kemarin harus pung dalam keadaan gelap.     

Hari ini ku Perkirakan agendaku adalah bernegosiasi dengan Mas Sardi. Aku benar-benar tidak bisa jika harus menerima perjodohan itu. Apalagi laki-laki yang dijodohkan denganku adalah tua bangka beristri tiga. Lagi pula apakah mas Sardi akan tega melihat adiknya menjadi istri keempat dari seorang lelaki tua?     

Tapi aku juga memikirkan posisi Mas Sardi saat ini juga sedang buntu. Atau mungin sebenarnya ia sedang di ancam? Pikiran panajngku malah semakin kacau saja. Akan gawat jika aku tidak segera mengkonfirmasikan semuanya kepada Mas Sardi. Semua hal bisa saja menjadi kemungkinannya.     

"To, aku mau lewat belakang. Apa kamu mau mampir?" tanyaku pada santo.     

"aku ngikut saja Ti. Lagian aku juga mau naruh alat ini dirumahmu." Ia mengankat cangkul dan teman-temannya.     

Perjalanan pun berlalu dengan cepat. Tidak banyak yang kami bicarakan shingga langkah kami tidak banyak yang tersendat. Bahkan Santo pun terlihat sibuk dengan pikirannya sepanjang jalan tadi. Ah iya, tentang gaji karyawan itu juga akan kutanyakan nanti malam.     

Aku dan Santo memutuskan untuk memutar kearah depan karena pintu belakang terkunci dan tak kunjung di bukakan oleh seseorang. Sayup-sayup suara beberapa orang lelaki sedang bercengkerama terdengar di telinga kami yang mulai mendekat ke pintu taman belakang. Dan ternyata itu adalah suara Mas Sardi dan koleganya tentu saja. Aku bermaksud untuk membuka pintu. Namun tiba-tiba saja langkah kakiku terhenti mendengar percakapan merea.     

"Hebat Kau Mas. Akan dapat banyak ya setelah ini." Ucap lelaki itu. Dahiku pun berkerut. Meski sebenarnya belum memahami apa yang mereka bicarakan sebenarnya. Aku menahan Santo agar berhenti dan tak keluar dulu. Aku juga memberikan isyarat kepadanya untuk diam saja.     

"Alah ndak juga lah ." Jawab Mas Sardi.     

"Loh, bukannya Kau mau menjual tanah sawitmu itu sebelumnya. Nah jadilah kau jual juga adikmu itu." Tanya Sigit kemudian tertawa terbahak-bahak. Hatiku benar-benar panas mendengar ucapan orangBatak itu.     

"Stt…kata siapa kamu?" ucap Mas Sardi kemudian.     

"Para makelar udah pada tahu lah…saya juga ditawari."     

Percakapan antara Mas Sardi dan orang Batak itu membuat dadaku bergemuruh. Rasanya sekujur tubuhku terbakar oleh rasa marah. Ingin sekarang juga ku pukul mereka berdua dengan tngan ku sendiri. Dan tentu saja yang paling membuat muak adalah salah satu di antaranya adalah mas Sardi yang juga tidak menyangkal harga diriku di rendahkan oleh koleganya itu.     

Santo memegang pundakku. Dan mengusapnya pelan. Ia berusaha menenangkanku. Ia tahu pasti bahwa saya di selimuti kemarahan saat ini juga. Namun kemudian dia menatapku dan memberikan isyarat untuk jangan terpancing sebelum mengetahui permasalahannya.     

Ku buka pintu pekarangan dengan keras. Sonta Mas Sardi dan sopir itu pun terkejut dengan kehadiranku. Namun detik berikutnya meeka tak mempedulikan keberadaanku. Dan berpura-pura tak terjadi apa pun. Dasar muka tebal. Batinku kesal. Aku tidak segan memasang wajah marahku kepada mereka. Meski aku tahu Mas sardi dengan jelas tak akan peduli dengan yang ku lakukan.     

Aku segera masuk rumah. Simbok menyapaku, namun aku hanya diam tak menjawab sapaannya. Sepertinya Santo memberi Simbok isyarat bahwa perasaanku sedang kesal. Tidak kusadari malah Simbok ysng menjadi sasaran pelampiasannku.     

Malam pun tiba. Seperti biasa mas Sardi duduk di ruang tengah. Sambil menghisap rokoknya ia terlihat hanya melamun di tengah malam sendirian. Aku ingin mengeluarkan unek-unekku malam ini juga, sebenarnya. Namun niat itu kuurungkan. Rasa kesalku meningkat drastis mengingat kejadian sore tadi. Aku tidak ingin emosi menyelimuti kami dalam pembahasan kali ini. Sehingga niat itu pun ku urungkan dan aku malah berlalu kedapur untuk mengambil air minum.     

Malah pertanyaan lain muncul di kepalaku. Ingin sekali kutanyakan apa maksudnya ingin menjualku ke orang tua bangka itu. Tiba-tiba dia menoleh ke arahku. Aku yang biasanya menyapanya terlebih dahulu pun akhirnya hanya melenggang tak peduli. Terlalu malas untuk berbasa basi demi menjadi adik yang baik untuknya.     

Keesokan pagi tiba. Kali ini aku bangun lebih pagi dari biasanya. Kebiasaan anehku yang akan tumbuh ketika aku kesal memang. Sulit untuk tidur tetapi awal ketika bangun. Dengan gezit aku pun mulai melakukan pekerjaan rumah. Mulai dari mencuci piring hingga mencuci pakaian. Tidak tanggung-tanggung ku cuci semua pakaian satu keluarga. Aku juga mulai masak nasi dan masak bahan makanan yang ada.     

Tiba-tiba Mba Ranti muncul. Aku terkejut, mungkin Mba Ranti terbangun karena suara-suara yang ku timbulkan. Tidak lama selang waktu Simbok pun juga muncul. Ia geleng kepala dengan tindakanku yan g tak biasa itu. Ia pasti sudah paham dengan apa yang terjadi padakau.     

Tanpa basa-basi mereka berdua mulai membantuku. Hari pun perlahan mulai memunculkan sinarnya. Ya, ternyata tidak terasa fajar sudah mengintai di luar.     

Ibu tiba-tiba mendekat ke arahku. Ia lalu menyenggolku dengan sikutnya. Aku hanya meliriknya. Ia menyenggolku lagi bermaksud menggodaku. Aku mulai terusik dengan perilaku simbok. Benar-benar menyebalkan. Batinku.     

Ia hendak menyenggolku lagi namun keburu aku menoleh ka arahnya terlebih dahulu.     

"Apa sih Mbokkk…!!!!" ucapku kesal padanya.     

Beliau malah meringis menatapku.     

"Kamu tuh kenapa to Ndokkk?" tanyanya padaku. Mungkin sudah tidak kuat menahan di benakknya.     

Lagi-lagi aku hanya meliriknya.     

"Kamu itu kalau ada masalah mbok ini sama ibukmu cerita. Jangan barang-barang menjadi pelampiasan." Ucap simbok lagi. Aku masih diam tak menaggapi. Mbak Ranti pun hanya terdiam menatap tingkah kami.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.