PERNIKAHAN TANPA RENCANA

66.Muka Bantal



66.Muka Bantal

0Aku menoleh kearah pecahan-pecahan kaca itu. ibu sudah berada di dekatnya. Aku yang baru saja datang langsung mendapat tatapan kebencian dari Mas Aden. Ibu langsung memberiku isyarat agar keluar saja.     

Mas Aden yang belum juga pulih membuatnya harus terus duduk di kursi roda. Aku yang menatapnya dengan kasihan namun tak diijinkan untuk mendekatinya. Ya, aku sendiri sebenarnya ingin menjauhinya. Tapi aku yang merawatnya sejak ia kecil merasa itu terlalu jahat kulakukan.     

Hari demi hari berganti. Kemarin adalah hari minggu. Hari liburku. Hari yang biasanya ku gunakan untuk merefresh pikiran malah aku hanya duduk di kamar tanpa keluar selangkah kaki pun. Tiba-tiba ku dengar pintu kamarku di ketuk oleh seseorang. Tidak biasanya. Batinku. Aku pun bergegas keluar dan membuka pintu.     

Ternyata ibu yang berada di sebaliknya. Ia tersenyum lalu mengatakan ada seseorang yang sedang menungguku di luar. Aku mengernyitkan dahi. Perasaan aku tak pernah punya seorang teman pun ketika aku sejak pertama berada di Makassar ini.     

Ah.. ternyata si David. Ini kedua kalinya aku bertemu dengnanya. Karena ini hari liburku. Aku bebas menerima tamu. David tersenyum melihatku. Aku pun membalas senyumannya. Ia lalu duduk di kursi dan begitu pun aku. Kami duduk bersisihan. Aku merasa risih karena David terus menatapku. Padahal aku ini masih muka bantal. Aku sama sekali belum bersentuhan dengan air pagi ini.     

Kulihat jam dinding di dalam masih menunjukkan jam setengah delapan pagi. Ada apa David sepagi ini mengajaku bertemu.     

"Ada apa Mas?" Ucapku dengan nada yang penuh rasa malu.     

"Kamu belum mandi ya." Aku mengatupkan bibirku mendengar pertanyaannya. Seharunya dia tahu dengan jelas dan tidak perlu bertanya. Akun menutup sebagian wajahku dengan kaosku. Dia malah tersenyum jelas-jelas wajahku pasti memrah semakin malu.     

"Mas. Aku tanya ada apa mas datang ke sini sepagi ini. Malah godain orang belum mandi." Dia makin nyengenges. Manis sekali batinku.     

"Jadi beneran belum mandi?" tanyanya lagi membuat aku menjadi gemas saja.     

"Mas!" bentakku namun masih tahap pelan.     

"Tapi kamu makin manis saat masih seperti ini San." Ucapnya. San? Katanya. Kenapa bicaranya menjadi informal kepadaku.     

"Kok malah nggombal to Mas. Aku ini serius." Ucapku.     

"ya ayok. Aku juga serius banget ini" ucapnya meniru logat medokku.     

"Dih!" aku mulai kesal. Ia malah menertawaiku.     

"Ayok San, jalan-jalan. Itu tujuanku ke sini." Ucapny tiba-tiba. Aku pun mengerutkan dahi. Tidak ada hujan tidak ada badai ngapain ini orang tiba-tiba ngajak aku untuk jalan-jalan.     

"Aku sebenarnya mau-mau aja mas. Tapi ini masih terlalu pagi. Mau jalan-jalan kemana? Aku juga belum mandi." Ucapku padanya.     

"Gak usah mandi."     

"Hah!?"     

"hehe..nggak..nggak… makanya ke sini aku pagi sekali soalnya kan kamu nggak punya ponsel San. Aku juga sungkan mau menghubungi telfon rumah" dia nyengir menatap Santi.     

Aku meliriknya dengan maksud menyelidik.     

"Terus kenapa tiba-tiba sampean kepikiran untuk nyamperin aku? Memangnya enggak ada yang lain? Huh…" aku mencoba menyindirnya.     

"Memang nggak ada." Jawabnya dengan wajah polos.     

"Hah! Bohong. Jangan di sembunyiin mas. Ntar ilang." Ucapku.     

Dia nengir lagi.     

"Ada sih…tapi nggak srek." Sudah ku duga. Mana mungkin pria setampan dia tidak punya kekasih.     

"Jadi beneran ada? Ah aku nggak mau ah.nanti aku di sebut pengganggu lagi."     

"Pengganggu apa?" tanyanya.     

"Pengganggu hubungan orang lah mas…"     

"Hah? Hubungan? Orang yang kumaksud itu adekku. Hubungan apanya?" ucapnya.     

Aku pun nyengir malu karena sudah salah paham.     

"Ya sudah sana mandi. Buruan. " ucapnya kemudian.     

"beneran nih."     

"yaudah aku pulang."dia lalu berdiri dengnawajah kusust.     

Aku tiba-tiba saja menarik lengannya namun seketika ku lepaskan. Dia menatap ke arah tanganku. Seperti terdapat wajah menyesal namun kemudian ia langsung semringah dan duduk lagi.     

"Ya sudah aku tunggu ya…?" tiba-tiba dia meletakkan pantatnya kembali ke kursi. Aku membuang nafas.     

Aku pun bergegas mandi.     

Kemudian aku pun keluar ke hadapannya. Dengan sepatu kets, kemeja dan tas kecil yang terslampir di pundakku.     

"Wahh…" ucapnya tanpa bisa kuartikan maksudnya.     

"Bentar ya Mas, aku pamit dulu sama Ibu." Ucapku padanya. Ia mengangguk.     

Akhirnya kami pun melaju ke jalanan yang penuh debu ini. Mas David yang hadir tiba-tiba pagi ini membuat aku bersemangat untuk melewatinya. Dan kali ini bersamanya. Lelaki yangku temui minggu lalu di pasar karena ia menyapaku dahulu. Jarang sekali orang akan menyapa terlebih dahulu apalagi seorang laki-laki.     

Dia mengajakku ke sebuah pegunungan. Aku tidak tahu sebenarnya ke arah mana. Yang jelas aku melewati jalan yang berliku dan melihat gunung di kanan kiri. Tiba-tiba ia berhenti. Aku yang kebingungan pun hanya diam.     

Dia lalu turun dan membuka kaca helmnya. Matanya yang indah terpampang menatapku. Aku juga membuka kaca helmku.     

"Ada apa Mas?" tanyaku. Dia memberiku isyarat untuk turun dari motor. Ak upun mengikutinya. Kupikir motornya rusak atau bannya bocor. Ternyata ia hendak membuka bagasi dan mengambil sebuah jaket. Aku yang sejak tadi tanpa jaket memang menahan dingin. Padahal tadi saat di rumah udara masih panas.     

Aku tersenyum menerima jaket darinya. Ia yang mulutnya tertutup helm pun memberiku isyarat untuk segera memakainya dan kita pun melanjutkan perjalanan kembali. Tampak di kanan kiri perkebunan milik penduduk setempat. Rata-rata mereka memang menanam komoditi pegunungan seperti kentang, sayur mayur, dan lain-lain.     

Aku yang baru menyaksikan ini pun benar-benar menikmatinya. Aku menyadari sesekali kami saling lirik melalui kaca spion. Batinku berbunga-bunga. Ini seperti perasaan remaja yang baru saja jatuh cinta.     

Mas David menghentikan laju motornya. Ternyata kami berhneti di sebuah restaurant. Dan ku lihat di sana terparkir motor-motor gede yang tertata rapi. Seseorang manyambut kami. Ia berpakaian serba hitam dan berslayer di kepalanya. Ia lalu bersalaman dengan Mas David. Dan aku juga. masDavid memperkenalkanku kepadanya.     

"ohhh…jadi ini ya yang kamu ceritakan kemarin."     

seketika semua orang melirik dari jendela restauran dan mereka pun mulai riuh melihat kedatangan kita. Aku tercengan dengan penampakan di hadapanku. Aku tak pernah berdiri di antara orang sebanyak itu. aku yang masih tercengang pun tertinggal oleh kedua lelaki di depanku. Tiba-tiba Mas David kembali dan meraih tanganku agar berjalan di sisinya.     

Kami pun memasuki restauran padang itu. Mereka langsung bersorak menyambut kami. Sebagioan besar adalah lelaki yang rata-rata bertubuh tambun dan mengenakan slayer. Sepertinya slayer kemenangan mereka karena semua bermotif sama. Selain itu jaket yan gmereka kenakan juga sama. Tidak kalah juga dengan kelompok laki-laki sebagian kecil perempuan pun mengenakan serba hitam.     

Aku tidak tahu ada komunitas sebesar ini di negeri ini. Mas David menggandengku. Lalu orang di sampingnya yang pertama tadi menyapa kami memperkenalkan kami ia lalumengatakan bahwa kami adalah anggota mereka mulai hari ini.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.