Berbaring
Berbaring
Ketika suasana hati Su Mohan sedang dalam keadaan yang suram, ia melihat Ye Fei keluar sambil membawa vas bunga kristal di tangannya. Bunga mawar biru yang kini berada dalam vas bunga yang terisi air itu tampak bersinar dan sangat hidup. Cabang dan daunnya menyebar dan bunga mawar biru itu memancarkan keindahan yang sangat mencolok.
Sorot dingin di mata Su Mohan tiba-tiba menjadi berangsur-angsur menjadi cerah. Alis dan kening yang tadinya mengencang akhirnya perlahan mengendur.
Ye Fei meletakkan bunga mawar di atas meja kecil. Setelah itu, karena tidak ada lagi yang bisa ia lakukan, ia hanya bersandar di sofa dan menonton TV. Tidak tahu apakah karena udaranya dingin, sehingga Ye Fei mengambil selimut dari tempat tidur untuk menutupi kakinya.
Su Mohan sangat lelah menyaksikan seluruh kegiatan Ye Fei yang sibuk ke sana kemari. Bahkan sampai Ye Fei menyelesaikan seluruh kegiatannya, semangkuk nasi yang dimakan Su Mohan masih belum habis.
Ketika pelayan mengambil makanannya, Su Mohan sekilas melirik Ye Fei dengan mantel yang membungkus tubuhnya. Bekas memar berwarna kebiruan terlihat mengintip pada lehernya yang putih.
Su Mohan mengambil salep di bagian atas tempat tidur dan melemparkannya langsung ke depan Ye Fei.
Ye Fei merasa sedikit kesakitan karena terkena lemparan salep dan langsung menatap Su Mohan. Tapi sayangnya ia hanya melihat punggung pria itu yang menjauh.
Ye Fei bangkit dan mengerucutkan bibir sambil mulai mengoleskan salep pada kedua pergelangan tangannya. Setelah lebih dari sepuluh menit, kedua pergelangan tangannya kini menguarkan aroma yang ringan. Ye Fei langsung meletakkan salep itu di atas meja kecil, dengan jelas melupakan sesuatu di lehernya.
Faktanya, itu semua benar-benar bukan salah Ye Fei. Lagipula, sejak Su Mohan mencekiknya hingga hampir mati hari itu, Ye Fei tidak pernah bercermin lagi. Meskipun ia bisa merasakan kalau tenggorokan dan lehernya tidak terlalu nyaman, Ye Fei tidak terlalu memikirkannya. Jadi tentu saja, secara alami ia tidak kepikiran untuk mengoleskan salep pada lehernya yang malang.
Bibir Su Mohan bergerak samar, seolah ingin mengatakan sesuatu. Tapi akhirnya ia memilih untuk bangkit dan berjalan, kemudian duduk di sebelah Ye Fei.
Melihat Su Mohan yang menghalangi TV, kening Ye Fei menjadi sedikit berkerut. Ia mengira-ngira, apa yang sebenarnya ingin Su Mohan lakukan?
Tapi saat Ye Fei menatapnya, Su Mohan membuang muka dan menarik mantel yang membungkus tubuh Ye Fei.
Karena selimutnya ditarik Su Mohan, angin dingin yang masuk menerp leher Ye Fei. Ye Fei perlahan duduk dan melihat Su Mohan yang menatap lehernya, tidak mengerti apa yang akan dilakukan oleh Su Mohan.
Su Mohan mengambil salep di atas meja kecil dan mencolek sedikit salep pada jarinya. Namun karena Ye Fei sedang duduk, posisinya menjadi sedikit tidak nyaman.
Ye Fei benar-benar terpukau saat melihat sisi wajah Su Mohan, kemudian ia menarik napas dalam. Pada tatapan Ye Fei terdapat sorot sedikit canggung dan aneh.
"Berbaringlah." Su Mohan mengerutkan kening dan berkata padaYe Fei. Nada pada suaranya tidak berat, namun Ye Fei tidak bisa menolak perintahnya.
Ye Fei berbaring di sofa dan sedikit mengangkat leher. Tapi tatapan matanya tidak mengikuti arah kepalanya. Ia diam-diam terus menatap Su Mohan.
Sejak awal Su Mohan tidak menyadari jika sedang dipandang oleh Ye Fei. Ia menangani memar pada leher Ye Fei yang berwarna ungu kebiruan dengan sangat serius. Pada lehernya yang seputih salju itu terdapat sebuah bekas memar yang amat mencolok.
Su Mohan mau tak mau jadi merasa bersalah dan menyesali perbuatannya. Ia memang sedikit kejam saat itu. Sekarang, saat memikirkannya kembali, jika kejadian itu terulang lagi, ia khawatir tidak bisa mengendalikan amarahnya.