Ia Tidak Akan Pernah Membiarkannya Pergi
Ia Tidak Akan Pernah Membiarkannya Pergi
Ye Fei masih diam saja, matanya tertuju pada sebuah bangunan di kejauhan tapi seperti kehilangan fokus.
Su Mohan melihat Ye Fei masih mengabaikan dirinya namun ia tidak marah. Ia hanya mengikuti arah Ye Fei menatap dan berkata lagi, "Apa yang kamu lihat?"
Ye Fei masih diam seperti boneka yang telah kehilangan nyawanya. Ia hanya duduk di sana dan tidak berbicara ataupun menolak. Ia hanya duduk diam di sana.
Jantung Su Mohan berdebar-debar. Ia membuka mulutnya tapi tidak tahu apa lagi yang bisa ia katakan?
Namun, seolah-olah percuma mengatakan sesuatu saat ini. Apakah Ye Fei benar-benar membenci dirinya?
Su Mohan menunduk dan duduk diam di samping Ye Fei. Mereka duduk bersama dengan ketenangan yang belum pernah terjadi sebelumnya, namun suasana menjadi semakin suram dan sedih.
Lebih dari sepuluh menit kemudian, pelayan mengetuk pintu dan masuk sambil membawa nampan yang berisi semangkuk bubur hangat dan beberapa hidangan lezat.
Su Mohan mengambil piring itu, kemudian berpindah dan duduk di seberang Ye Fei. Ia mengambil sendok untuk mengambil buburnya. Pertama, Su Mohan memeriksa suhunya, lalu membawa ke depan bibir untuk ditiup demi menghilangkan panasnya. Setelah bubur tak lagi terlalu panas, Su Mohan mengarahkan sendok itu ke mulut Ye Fei. "Rasanya enak, coba cicipi."
Ye Fei bergerak, menghindari sendok kecil itu.
"Makanlah sedikit saja." Alis Su Mohan berkerut, nadanya juga menjadi lebih berat dari sebelumnya. Tampaknya ia mulai tidak sabaran.
Mata Ye Fei akhirnya bergerak, kemudian perlahan menoleh untuk melihat pria di depannya.
Begitu matanya menatap sosok Su Mohan, Ye Fei terdiam sejenak, jantungnya berdebar cepat. Mata Su Mohan bagaikan dipenuhi dengan darah berwarna merah cerah. Sementara urat pembuluh darah pada matanya seperti aliran sungai berwarna merah. Kantung matanya berwarna hitam seolah terkena noda. Janggutnya bersih karena rajin dicukur seperti biasanya. Meskipun begitu, sulit menutupi matanya yang lelah.
Apa yang membuatmu lelah?
Apakah aku membuatmu lelah?
Dengan senyum mengejek, Ye Fei membuka mulutnya dan berkata dengan lembut, "Aku ingin pergi dari sini."
Su Mohan mengambil sendok emas di tangannya dan berkata dengan sabar, "Kamu harus makan dulu."
Ye Fei menoleh dan menatap pria itu lagi. "Su Mohan, biarkan aku pergi. Aku sudah menyerah dengan semua ini."
Tangan Su Mohan terkepal erat. Ia tidak tahu apakah karena terlalu banyak mengerahkan tenaga, dengan sebuah suara yang keras, mangkuk itu dibanting di atas nampan hingga suara benturan tersebut terdengar di seluruh penjuru ruangan.
Ia tidak akan membiarkannya pergi!
Ia tidak akan pernah membiarkan Ye Fei pergi!
Ye Fei harus tinggal bersamanya!
Keduanya terdiam beberapa saat. Setelah lebih dari sepuluh menit, Su Mohan mengambil mangkuk itu lagi dan berkata pelan, seolah sedang berbisik, "Makanlah sesuatu. Jika kamu tidak menyukainya, aku akan membawamu ke tempat lain yang lebih enak."
"Ke suatu tempat tanpamu?" Ye Fei tersenyum ringan dan menjawab. Tidak tahu apakah senyum itu untuk menertawakan Su Mohan, atau tersenyum pada dirinya sendiri karena tidak bisa lepas dari takdir menjadi sebuah mainan seorang Su Mohan.
"Ye Fei! Kesabaranku sudah habis!" Su Mohan berdiri dengan tatapan dingin. Amarah di matanya tampak di luar kendali.
Tapi Ye Fei masih belum tergerak oleh ini. Ia hanya menoleh dan melihat lampu redup di luar. Sebenarnya tidak buruk tinggal bersama Su Mohan. Ye Fei hanya takut ia akan jatuh cinta pada pria ini.
Lebih baik menyelesaikannya sekarang daripada meminta berpisah pada saat itu.
Su Mohan mengarahkan sendok ke arah Ye Fei dan berkata tak sabaran, "Aku akan mengatakannya untuk terakhir kali, buka mulutmu!"