Mengikuti Jejaknya
Mengikuti Jejaknya
Ye Fei tidak menginginkannya.
Mungkin, sebelum itu ia memang sangat rendah hati. Sepertinya Ye Fei sudah tidak perlu berpura-pura setia lagi saat ini. Ketika pria itu sedang tidak emosional, Ye Fei bisa bersikap seperti perempuan tidak tahu malu. Namun ketika pria itu sedang emosional, Ye Fei benar-benar tidak bisa melakukannya.
Jadi ia ingin pergi, seperti yang kakeknya katakan, dan menaruh kenangan akan pria ini di dalam hatinya, tidak peduli apakah Ye Fei mencintainya atau tidak. Kemudian suatu hari nanti, ia bisa berdiri di depannya.
Iya, benar.
Ketika dulu kakek mengucapkan kalimat itu, Ye Fei merasa seperti tersengat, karena itu selalu mengingatkannya pada saat-saat bagaimana ia memanjat tempat tidur pria itu. Tidak peduli apa alasan yang Ye Fei miliki atau niat awal apa yang ia miliki, itu tidak dapat mengubah fakta yang sudah ada.
Ye Fei berpikir bahwa ia mungkin tidak berbeda dari Han Xueqian. Pada awalnya, ia berencana untuk naik ke tempat tidur Li Mingwei, kemudian mengubah caranya untuk menyenangkan Li Mingwei. Tapi apa yang terjadi pada akhirnya? Apa yang terjadi? Li Mingwei teta saja meninggalkannya sebagai sepatu bekas dan menganggapnya sebagai perempuan murahan.
Ye Fei hampir bisa meramalkan hasilnya di masa depan. Apa yang telah ia lakukan sekarang tampaknya akan mengikuti jejak Han Xueqian. Ia bahkan mengubah hati dan perasaannya seperti Han Xueqian. Itu sudah cukup. Ia tidak ingin menjadi seperti Han Xueqian atau Shi Xiangwan di masa depan.
Oleh karena itu, ia tidak ingin tinggal bersama Su Mohan. Ye Fei ingin meninggalkan pria ini. Ketika ia bisa memilih, ia ingin memilih jalan baru untuk dirinya, kemudian menjalani hidupnya sendiri. Mengambil kembali apa yang menjadi miliknya selangkah demi selangkah. Biarlah mereka yang telah menyakitinya membayar harganya nanti.
Tepat ketika benak Ye Fei melayang ke sana-kemari, pintu tiba-tiba terbuka dari luar.
Su Mohan masuk ke kamar. Jantungnya terasa bagai tertusuk hingga kesakitan kala ia melihat sosok kurus di dekat jendela, seolah-olah jarum menusuk dengan tanpa ampun ke dalam hatinya.
"Pergi buatkan bubur untuknya," Su Mohan memerintahkan pelayan.
"Baik, Tuan muda." Pelayan itu patuh dan menutup pintu.
Ye Fei masih dalam posisi yang sama seperti sebelumnya. Ia mendengar suara Su Mohan namun tidak melihat ke belakang. Ia hanya memandangi lampu kota yang redup dengan tenang. Ada kesepian yang tak dapat dijelaskan di sekelilingnya.
Su Mohan membawa seikat bunga di tangannya, ada lebih dari 20 tangkai bunga enchantress biru. Pertama-tama ia meletakkan bunga itu di atas meja kopi, lalu berjalan ke arah Ye Fei selangkah demi selangkah, dan akhirnya berhenti dua meter di depannya. "Pergi dan cuci mukamu."
Ye Fei masih diam dan tidak menjawab kalimat Su Mohan. Ia tampak terlalu malas untuk melakukan semuanya.
Dahi Su Mohan penuh dengan urat menonjol. Ia berdiri di tempat yang sama dan menatap Ye Fei untuk waktu yang lama. Akhirnya, ia menarik napas dalam-dalam dengan mata tertutup. Ia bangkit dan pergi ke kamar mandi untuk mengambil handuk hangat.
Ketika ia kembali, Su Mohan berjongkok di samping Ye Fei dan membantunya mengusap wajah mungil tanpa ekspresi itu. Kulit wajahnya terasa dingin. Tidak tahu apakah itu karena ia duduk di dekat jendela.
Su Mona meringankan gerakan tangannya. Ia mengusap wajah Ye Fei dengan sangat hati-hati dan lembut, seolah-olah seperti sedang menyeka harta yang berharga. Takut akan menyakiti wanita itu apabila ia mengusap dengan sembarangan.
Sangat disayangkan bahwa Ye Fei, yang telah duduk di sini selama tiga hari tiga malam sudah mati rasa dan tidak merasakan cintanya sama sekali.
Ye Fei tidak mengelak dan tidak menolak, membiarkan kehangatan menyelimuti dirinya. Namun ia tetap kekeuh dan tak melirik sedikit pun ke arah Su Mohan.