Harus Aku yang Menentukan
Harus Aku yang Menentukan
"Kuulang sekali lagi. Minggir." Su Mohan menatap Ye Fei dengan saksama. Wanita yang selalu ia pikirkan selama hampir dua minggu itu rupanya bersembunyi di sini dan menggoda pria lain. Jika Su Mohan bisa menahan nada amarahnya, wanita ini tidak akan pernah mengerti siapa dia sebenarnya!
Ye Fei menurunkan pandangan dan berkata dengan suara yang dalam, "Tuan Su, permainannya sudah berakhir."
Tanpa alasan, kata-kata yang diucapkan Ye Fei benar-benar menyulut kemarahan yang terakumulasi di benak Su Mohan selama berhari-hari. Ia membungkuk dan mencengkram dagu Ye Fei dengan kejam. "Permainan berakhir atau belum, hanya aku yang berhak menentukan," desisnya.
Hati Ye Fei merasa gugup. Seluruh tubuhnya gemetaran. Nada bicara Su Mohan kasar, sementara sorot matanya memancarkan niat membunuh. Ye Fei tidak pernah merasa Su Mohan begitu mengerikan seperti sekarang. Bulu matanya bahkan mulai bergetar. "Apa yang sebenarnya Tuan Su inginkan?" tanya Ye Fei.
Su Mohan mulai tersenyum sinis. "Bukankah kamu ingin aku merindukanmu setiap hari dan setiap malam? Bagus. Kamu berhasil melakukannya. Aku telah memikirkanmu selama beberapa hari ini."
Ye Fei menatap pria dengan mata merah di depannya dengan tidak percaya. Bibir tipisnya bergetar ringan.
"Aku juga telah memikirkan cara untuk mencabikmu," lanjut Su Mohan dengan nada dingin.
Dada Ye Fei terasa sesak. Ia menunduk dan memaksa diri untuk menahan rasa takut. Ye Fei berkata dengan suara lembut, "Apapun yang Tuan Su inginkan, aku akan menanggungnya. Aku hanya berharap setelah ini kita tidak memiliki hubungan satu sama lain lagi."
Tidak memiliki hubungan?
Tidak memiliki hubungan?!
Bagus! Bagus! Sangat bagus! Wanita ini harusnya sejak awal tidak memiliki hubungan apapun dengannya!
Apakah Ye Fei begitu tidak sabar menunggu untuk meninggalkannya?
Kalimat suka yang Ye Fei ucapkan dari mulutnya, kalimat cinta yang ye Fei ucapkan dari mulutnya … semuanya palsu!
Tidak tahu apakah karena ia sangat marah, sebaliknya, Su Mohan terkekeh dan mendekati sosok mungil di depannya selangkah demi selangkah.
Melihat Su Mohan mendekat selangkah demi selangkah sambil menatapnya dengan sorot berang, Ye Fei hampir lupa bagaimana cara untuk bernapas. Kakinya melangkah mundur perlahan, diiringi dengan jantungnya yang berdebar kencang.
'Brak!'
Di belakangnya terasa dingin. Ye Fei telah mundur hingga menabrak dinding, tidak ada tempat lagi untuk mundur. Su Mohan lalu mencibir pada wanita di depannya, "Menanggungnya? Apa kamu sanggup menanggungnya?"
Mata Ye Fei sedikit merah, tapi ia tidak menangis. Hanya saja matanya menjadi sedikit berkaca-kaca.
"Katakan! Bisakah kamu menanggungnya?!" Su Mohan tiba-tiba berteriak keras. Ia memegang tangan Ye Fei dengan sangat erat, seolah nyaris meremukkannya.
Ye Fei tidak berani membuka mulutnya, dan ia tidak berani menatap Su Mohan balik. Ia hanya mampu menurunkan pandangan. Ye Fei yakin pria itu akan membunuhnya di setelah ini. Ia juga tahu bahwa mungkin ini adalah akhir dari permainan yang memprovokasi Su Mohan.
Melihat Ye Fei terus diam, Su Mohan mencengkram erat lehernya dengan satu tangan. "Katakan padaku, bisakah kamu menanggungnya?!" ulang Su Mohan.
Begitu leher Ye Fei dicekik, seluruh tubuhnya mulai terangkat, dan napasnya menjadi sesak dalam sekejap. Pria itu tidak peduli sama sekali. Ia terus mengerahkan kekuatan di tangannya pada leher Ye Fei, bahkan tubuh wanita itu mulai terangkat dari lantai.
Ye Fei menatap pria di depannya. Sorot di matanya menunjukkan apabila Ye Fei sedang ketakutan, ada pula sorot ejekan terhadap diri sendiri. Su Mohan jelas sangat mencintai Ye Fei. Tapi dalam sekejap, Su Mohan bisa menjadi begitu kejam.
Ternyata aku tidak ada bedanya dengan wanita lain, batin Ye Fei.
Su Mohan menatap mata yang jernih seperti mata kucing itu. Mata itu pernah membuatnya mabuk dan terpesona. Tapi saat ini, mata Ye Fei begitu dingin dan acuh tak acuh sehingga tidak ada kelembutan sedikit pun!