Kembali dengan Cara yang Layak
Kembali dengan Cara yang Layak
Karena permintaan dari Kakek Song, Song Zhiguo membeli kursi roda, dan Ye Fei membantunya keluar dari rumah sakit.
"Ayah, kakimu masih belum bisa bergerak. Kamu tidak harus keluar dari rumah sakit sekarang," kata Song Zhiguo sambil mengeluh.
Ye Fei tidak ikut berbicara, karena ia mengerti bahwa kakek sekarang seperti dirinya dulu yang baru saja keluar dari penjara. Pasti ia memiliki banyak hal yang harus dilakukan. Urusan nenek, perpecahan dan perpisahan keluarga Song, keluhan tentang hukumannya, lalu kecelakaan Kakek. Dari semua itu, satu demi satu, entah bagaimana Kakek hanya bisa berbaring di rumah sakit dengan tenang.
"Zhiguo, apakah tidak cukup berada di rumah sakit selama enam tahun terakhir?" Kakek Song bertanya lagi, tapi ia berhasil menutup mulut Song Zhiguo.
Mereka pergi ke real estate di bawah nama Kakek Song. Meski sebagian besar harta milik keluarga Song hilang, namun Kakek Song berusaha keras dalam bidang ini selama setengah hidupnya, dan masih memiliki beberapa persediaan di tangannya.
Setelah turun dari mobil, Ye Fei melihat ke satu rumah kecil dua lantai di depannya, dan melihatnya dengan hati-hati. Di luar rumah ada rerumputan, lalu di rerumputan ada ayunan berwarna abu-abu. Tidak jauh sebelum ayunan itu adalah jalan setapak batu, kemudian pada sisi lain dari jalan itu terdapat kotak surat yang dicat dengan warna hijau.
Karena furnitur di rumah itu sudah disiapkan, jadi mereka tidak perlu melakukan apa-apa. Ye Fei kemudian membantu menemukan beberapa orang untuk membersihkan rumah dan meminta Chu Zheng untuk membantu mencari pengasuh.
Kakek Song tidak pernah membuka mulutnya untuk bertanya siapa Chu Zheng itu, tetapi ada sedikit kekhawatiran di antara alisnya.
Setelah Chu Zheng membantu semuanya, ia siap untuk pergi. Setelah itu Kakek Song berkata, "Rumah yang kecil ini sangat sederhana. Aku tidak bisa mengajakmu makan malam hari ini. Namun, setelah aku menetap, aku akan memintamu untuk datang dan membicarakannya nanti."
"Itu adalah sebuah kehormatan, Kakek," kata Chu Zheng yang hanya menanggapi dengan satu kalimat, lalu mengangguk pada Ye Fei dan berbalik.
Ye Fei mengantar Chu Zheng keluar, namun setelah kembali, ia diberitahu oleh pamannya bahwa kakek sedang menunggu di ruang kerja. Setelah mengetuk pintu ruang kerja, ia melihat kakeknya, Song Zhenhai duduk di kursi roda dan menghadap ke meja. Ia tidak bisa melihat ekspresinya, tapi ia bisa merasakan napas kusam di ruangan itu.
"Feifei, apa hubunganmu dengan Su Mohan?" tanya Kakek Song yang berbalik dan membuka pembicaraan langsung ke titiknya.
Ye Fei sangat gugup dan tidak mengerti mengapa kakek tiba-tiba menanyakan hal ini, "Aku... Aku dan dia berteman," jawabnya.
Song Zhenhai memutar kursi rodanya ke jendela, melihat ke luar, kemudian ia berkata dengan serius sekali, "Feifei, kamu sama sekali tidak mengenal pria itu. Tinggalkan dia!"
Ye Fei melihat punggung Song Zhenhai dengan kaget, namun ia tidak mengerti bagaimana bisa Song Zhenhai yang baru saja bangun, tapi bisa mengetahui tentang dirinya dan Su Mohan.
"Atau, jika kamu tidak bisa melakukannya, maka pergi lah selama dua tahun. Setelah dua tahun, kamu bisa kembali dengan cara yang layak dan bermartabat. Lalu, jika kamu benar-benar mencintainya, bagaimanapun aku tidak akan bisa berbuat apa-apa." Melihat bahwa Ye Fei tidak berbicara, membuat Song Zhenhai pun berbicara lagi.
'Layak dan bermartabat? Kembali dengan cara yang layak dan bermartabat… Kakek tahu bahwa aku berinisiatif memanjat 'ranjang naga' Su Mohan.'
Ye Fei dengan erat mengatupkan bibirnya dan tangannya yang tergantung di sisi badannya sedikit mengencang. Kakek pasti merasa bahwa ia tidak tahu malu. Kakek pasti kecewa. Kakek pasti tidak menyangka bahwa ia akan berubah menjadi seperti ini.
Song Zhenhai memutar kursi roda dan melambai kepada Ye Fei. Kemudian ia berjalan dengan air mata dan berjongkok di samping kursi rodanya, "Kakek."
Song Zhenhai menyentuh rambut Ye Fei dengan lembut dan berkata, "Feifei, kamu masih muda, aku tidak ingin kamu menyesal nanti. Kamu harus mengerti bahwa tidak ada kebencian yang dalam, yang layak untuk mengorbankan dirimu sendiri."