Mencuri Hati Tuan Su

Catat Saja Itu Terlebih Dahulu



Catat Saja Itu Terlebih Dahulu

0Saat Chu Zheng menunggu lampu merah berubah menjadi lampu hijau, ia menoleh ke kursi penumpang dan menatap Ye Fei yang matanya bengkak. Baru saat itulah dirinya tersadar.     

Cara wanita lembut dan lemah ini meminta tolong kepada Chu Zheng tadi sangat mirip dengan Tuan Su, dengan sedikit sentuhan seperti seorang atasan. Tidak heran jika Chu Zheng dengan mudah menuruti permintaan Ye Fei.     

Chu Zheng mengerutkan alisnya, menarik kembali pandangannya, dan lanjut mengemudikan mobil sambil berulang kali menyebutkan nama di dalam hatinya, Li Mingwei dari keluarga Li… Li Mingwei dari keluarga Li...     

Setelah setengah jam, Ye Fei sampai di rumahnya dengan aman. Begitu ia memasuki ruangan apartemennya, ponselnya berdering dan menampilkan nama kontak 'Binatang Buas' di layar ponselnya. Sepertinya Ye Fei tidak berniat mengubah nama kontak itu menjadi Su Mohan.     

"Halo, Tuan Su?"     

"Sudah sampai?"     

"Baru saja."     

"Baiklah."     

Setelah Su Mohan menjawab, Ye Fei tidak tahu harus berkata apa untuk sementara waktu. Tetapi, ia merasa situasi seperti ini tampak sangat canggung. Tak satupun dari mereka berbicara lagi.     

Tangan Ye Fei sedikit sakit, tetapi ia tidak berani menutup telepon. Setelah Ye Fei melepas sepatunya, ia tidak mengganti pakaian atau menyalakan lampu. Jadi, ia langsung berbaring di tempat tidur dan mengabdikan dirinya untuk melayani tuannya.     

"Berbaring?"     

"Hm… Aku baru saja berbaring," Ye Fei berusaha keras untuk membiarkan dirinya berbicara lebih banyak, tetapi ia benar-benar tidak tahu harus berkata apa.     

Ada keheningan aneh lainnya di antara keduanya, tetapi tidak ada yang satupun dari mereka yang meminta untuk menutup telepon.     

"Apakah urusanmu sudah selesai…"     

"Apakah matamu masih sakit?"     

Sampai sepuluh menit kemudian, Ye Fei akhirnya berbicara. Tetapi, ia tidak menyangka Su Mohan juga berbicara pada saat yang sama. Saat Ye Fei menyadari bahwa mereka jatuh ke babak baru keheningan, ia buru-buru berkata, "Ini masih sedikit menyakitkan. Kurasa aku terlalu banyak menangis hari ini."     

"Iya, pakaianku juga kotor karena dirimu," tambah Su Mohan dengan santai.     

Ye Fei terkejut dan langsung memikirkan pakaian Su Mohan yang telah terkena banyak ingus dan air mata. Akar telinganya menjadi sedikit merah dan ia segera berkata, "Tuan Su, jangan perintahkan aku untuk membayarnya. Aku tidak mampu membelinya."     

"Mari kita catat saja itu terlebih dahulu."     

"Tuan Su, kamu tidak akan bisa menikah jika kamu sangat pelit~" rajuk Ye Fei dengan cemas. Ia tidak berharap Su Mohan menjadi serius.     

Pelit!     

Di sisi lain, sudut mulut Su Mohan memunculkan senyum tipis. Lalu, ia berkata pada Ye Fei, "Basahi handuk dan taruh itu di bawah matamu."     

"Baik."     

Hati Ye Fei menjadi hangat, tetapi ia masih terbaring di tempat tidur dan tidak ingin bergerak. Sejujurnya, ia sedikit lelah hari ini. Ye Fei pergi menemui Xiang Tianqi pagi-pagi sekali, bertemu paman dan kakeknya, lalu pergi ke makam. Di malam harinya, ia melanjutkan untuk berjualan alkohol di Humanity in Heaven.     

Setelah Ye Fei seharian mengenakan sepatu hak tinggi, ia tidak ingin berjalan jauh karena kakinya sakit. Jadi, meskipun ia menanggapi Su Mohan, ia tetap tidak bermaksud untuk bergerak.     

"Apakah kamu sudah bangun?"     

"Hm…"     

"Aku tidak mendengarmu bangun."     

"..."     

Tidak ada respon dari sisi lain panggilan dan hanya ada sedikit desahan yang terdengar di telepon. Su Mohan sedikit terkejut saat mendengarkan napas Ye Fei yang teratur. Ia tidak menyangka wanita ini bisa tertidur seperti itu.     

Su Mohan memegang ponselnya dan berdiri sebentar sambil mendengarkan napas Ye Fei yang lemah. Tiba-tiba ia ingin segera bertemu dengannya. Su Mohan meminta Chu Zheng untuk mencari tahu lantai dan nomor rumah Ye Fei, lalu ia langsung pergi ke tempat tinggal wanita itu.     

Saat ini, malam sudah pekat dan banyak orang sudah mematikan lampu mereka. Sepasang lampu mobil tampak berada di halaman yang gelap. Su Mohan berhenti di pinggir jalan di pintu masuk gedung. Saat ia melihat ke lantai atas melalui jendela mobil, jendelanya tertutup rapat dan tidak ada jejak cahaya di ruangan itu.     

Setelah Su Mohan membuka pintu dan keluar dari mobil, ia bersandar di pintu dan menyalakan rokok, seperti sedang ragu-ragu. Baru setelah rokok terbakar habis, ia membuang puntung rokok dan menginjak-injaknya. Lalu, Su Mohan berjalan langsung ke dalam gedung, seolah-olah telah membuat keputusan.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.