Mie Instan Dengan Cahaya Lilin
Mie Instan Dengan Cahaya Lilin
Setelah Ye Fei berterima kasih kepada Elang Hitam, Ye Fei buru-buru memecahkan dua butir telur ke dalam panci. Tapi ia tidak biasa memecahkan telur, sehingga ia tidak terlalu ahli dalam teknik ini dan menyebabkan beberapa potong kulit telur menempel pada telur di dalam panci.
Namun, ketika Ye Fei baru saja ingin mengambil kulit telur dengan sumpit, Ye Fei melihat ada busa putih secara bertahap menggembung di atas telur, membuatnya tidak dapat mengetahui ke mana perginya kulit telur itu.
Ye Fei berdiri dengan bingung di depan panci, ia tidak tahu harus berbuat apa untuk sementara waktu. Ia bertanya-tanya bagaimana reaksi Su Mohan jika menemukan kulit telur saat menikmati makanannya nanti?
Setelah berpikir keras, Ye Fei berencana untuk mengambil kulit telur setelah telurnya matang, dan berpikir bahwa seperti itu akan lebih mudah.
Sambil menunggu rebusan mie, Ye Fei memotong beberapa tomat dan mengupas dua buah timun. Hanya saja, timun yang awalnya tebal seperti rolling pin kini kehilangan setengah ketebalannya. Melihat timun itu membuat Ye Fei merasa tampak sangat dirugikan.
Ye Fei menjulurkan lidahnya, dan dengan hati-hati mengatur potongan tomat membentuk seperti bunga dan menaburkan gula di atasnya. Adapun dengan timun, karena Ye Fei tidak tahu bumbu mana yang harus dimasukkan, ia sengaja mencari resep di Internet, kemudian mengikuti langkah demi langkah. Sejauh ini tidak ada masalah.
Setelah meletakkan dua piring hidangan di atas meja, Ye Fei menghidangkan mie instan di ke dalam dua buah mangkuk. Masing-masing mangkuk memiliki telur dengan bentuk yang sudah tak beraturan.
Melihat telur yang benar-benar menyusut, Ye Fei tidak bisa menahan kerutan di wajahnya dan mengeluh, "Ini benar-benar kacau. Telurnya terlalu kecil. Jika aku tahu sejak awal, lebih baik aku menambahkan jumlah telurnya."
Ye Fei melihat jam dan kebetulan sekarang jam delapan lewat tiga puluh menit pas. Diperkirakan Su Mohan akan segera sampai, jadi dia duduk di meja makan dan mulai mengambil pecahan kulit telur di dalam telur. Meskipun telurnya tak beraturan, ia sangat berusaha keras, hingga akhirnya semua pecahan kulit telur diambil dengan lancar.
Ye Fei menghela napas lega. Ia melihat dua kandil di atas meja, kemudian bangkit dan mencari korek api untuk menyalakan dua lilin tersebut. Setelah itu, ia menuangkan anggur merah dari rak anggur ke dalam dua buah gelas, dan meletakkan gelasnya masing-masing di sebelah kedua mangkuk mie instan.
Meskipun terlihat kurang mencolok, Ye Fei masih sangat puas dengan hasil kerjanya.
Setelah menyelesaikan semuanya, Ye Fei berdiri dan memeriksa semuanya kembali. Ye Fei melihat tirai belum ditutup, kemudian ia segera berlari dan menutup tirai. Ia juga tidak lupa menyalakan lampu dengan cahaya warna jingga yang hangat, lalu duduk di meja makan dan mulai menunggu Su Mohan.
Setelah menunggu selama lebih dari sepuluh menit, Ye Fei, yang sedang merebahkan kepalanya di atas meja, mendengar suara perutnya yang sudah melakukan protes terus-menerus. Ia mulai merasa sedikit gelisah ketika mencium aroma mie instan yang kuat.
Setelah melewati sepuluh menit lagi, Ye Fei sedikit tidak senang melihat mie yang mulai menjadi sedikit mengembang. Ye Fei bangkit dan berlari ke arah jendela untuk melihat ke bawah, tetapi ia masih tidak melihat sosok Su Mohan dan tidak bisa menahan perasaan untuk menjadi sedikit cemas.
Melihat ke arah jam yang menunjukkan pukul delapan lewat lima puluh menit, perut Ye Fei sudah mengerang kelaparan. Ye Fei yang telah berjuang untuk waktu yang lama akhirnya tidak bisa menahannya. Ia mengambil sumpit ke dalam panci dan mencuri dua suapan mie instan yang tersisa di sana. Semakin banyak Ye Fei mencicipinya, semakin Ye Fei merasa puas. Tentu saja Ye Fei tidak lupa juga untuk mengambil sendok dan berdiri di dekat panci dan meminum kuahnya.
Saat Ye Fei di sana sedang berkeringat dengan bibir cerinya yang menjadi merah, di sisi lain terdengar suara pintu dibuka.
Ye Fei tidak bereaksi. Tiba-tiba saja ia melihat Su Mohan sudah berdiri di samping sambil menatapnya. "Se ... Sejak kapan kamu datang?"
Su Mohan meletakkan tas kerja, melepas syalnya, dan pergi ke dapur. Ia menatap Ye Fei yang mengenakan celemek dengan wajah yang merah, membuat perasaan yang berbeda muncul di hatinya.