Rintangan Level Dua
Rintangan Level Dua
Su Mohan mengerutkan alis. "Iya."
Tidak tahu kenapa, Ye Fei selalu sedikit gelisah tentang masalah Alai. Tapi karena Su Mohan telah berjanji padanya, ia tidak perlu khawatir lagi.
"Aku … aku akan pulang kembali ke rumah keluarga Ye, apakah kamu akan merindukanku?" Ye Fei mengulurkan jarinya dan dengan lembut menyentuh bulu mata Su Mohan. Akhirnya ia menanyakan hal yang telah ditahannya selama seharian penuh.
"Iya."
"Kamu tidak berencana untuk memiliki wanita lain di belakangku, kan?" Ye Fei tiba-tiba menjadi sedikit khawatir. Khawatir Su Mohan akan melupakan dirinya, atau karena lama tidak bertemu, pria itu akan dimanfaatkan oleh orang lain, dan ia juga akan menjadi tidak peduli pada diri Su Mohan.
"Ya." Su Mohan masih saja menjawab dengan acuh tak acuh.
Ye Fei berkata dengan tidak puas, "Su Mohan, kamu harus memberitahuku dengan jelas hari ini. Sebenarnya apa maksudmu? Apakah kamu tidak ingin melewatkan ini?"
"Hmph."
Sebelum Ye Fei menyelesaikan kalimatnya, sebuah ciuman yang luar biasa mendarat di bibirnya. Dengan penuh gairah, Ye Fei ditekan olehnya, dan kaki Su Mohan langsung menjepit kedua kakinya.
"Su Mohan ... Dasar brengsek! Aku masih sakit, aku masih belum sembuh total!"
Satu jam kemudian, suara Ye Fei yang keluar dari mulutnya sudah tidak terlalu jelas, nada suaranya pasang surut.
"Huhu ... Su Mohan, kakiku mati rasa, benar-benar mati rasa. Aku tidak bisa bergerak dengan gips ... Aku tidak bisa melakukannya lagi ... huhu!"
Dua jam kemudian, Ye Fei terisak pelan, suaranya lemah.
"Huhu …"
Tiga jam kemudian, Ye Fei seperti ingin pingsan, kecuali sesekali terdengar isak tangis. Ia benar-benar diam.
Su Mohan yang berkeringat deras bangkit dan mandi. Baru kemudian ia merasakan sedikit kelegaan di dalam hatinya. Melihat Ye Fei yang masih meneteskan air mata, Su Mohan menyeka wajahnya dengan handuk hangat, disusul menyeka tubuh Ye Fei dengan handuk yang lain, lalu kembali ke tempat tidur dan memejamkan mata.
Keesokan harinya, Ye Fei tidur tepat di bawah sinar matahari yang sudah tinggi. Ketika ia terbangun, matanya sangat bengkak. Tubuhnya terasa seperti ingin lepas dan tidak ada bagian tubuhnya yang tidak terasa rasa sakit.
Ia menarik pinggangnya untuk duduk dari tempat tidur dengan susah payah. Ditambah dengan kakinya yang masih terpasang gips, itu bagaikan rintangan level dua baginya.
Mendengar gerakan dari dalam kamar, Su Mohan membuka pintu dan masuk. Ia melirik ke arah Ye Fei dan mengangkat alisnya kemudian berkata, "Sudah bangun?"
Ye Fei mendengus dan memelototi pria di depannya sambil mengutuknya keras: "Dasar binatang buas!"
Su Mohan mendorong Ye Fei ke kamar mandi dengan tatapan polos. Ia membantunya berdiri.
Ye Fei memegang sikat gigi di satu tangan dan melihat dirinya di cermin. Ada bercak memar di tulang selangka lehernya, bahkan di bawah tulang selangka juga tidak luput. Tadi malam, pria ini sangat tidak lembut, bahkan semakin kasar.
Su Mohan melirik bekas memar di kulit Ye Fei. Ekspresi di wajahnya tidak berubah, seolah tidak ada rasa bersalah sedikit pun.
Lagi pula, ia benar-benar tidak bisa disalahkan untuk masalah ini. Karena Ye Fei sebentar lagi akan pergi, kemarin suasana hatinya sangat buruk. Ia ingin memeluknya dan tidur dengan nyenyak. Tapi makhluk kecil yang tidak tahu apa-apa ini kebetulan membuatnya kesal. Sehingga ia kehilangan kendali saat mahluk kecilnya ini bertanya padanya beberapa kali.
Setelah Ye Fei menyikat gigi dan mencuci wajah, Su Mohan mendorongnya keluar dan membawanya langsung ke ruang makan.
"Aku akan mengantarmu pulang dalam dua hari." Su Mohan langsung duduk di seberangnya, kemudian menundukkan kepalanya dan mulai menyantap makanan.