Makan Daging Bersamaku
Makan Daging Bersamaku
Ye Fei menggigit bibir tipisnya dengan ringan, seketika matanya menjadi berkaca-kaca. Tapi ia tidak ingin menangis, karena ia merasa dirinya terlalu munafik. Namun ia akhirnya tidak dapat membendung air matanya yang semakin banyak, lalu Ye Fei menatap langsung ke arah Su Mohan. Ia tidak berani berkedip karena tidak ingin membuat air matanya mengalir. Ye Fei hanya berharap air matanya menguap dengan cepat.
Su Mohan sedikit mengernyit, kemudian mengangkat tangannya dan dengan lembut menyeka mata Ye Fei. Jari-jarinya menjadi basah karena air mata.
Ye Fei berkata sambil terisak-isak, "Su Mohan, ini bukan rumahku. Ini adalah rumahmu. Aku tidak mampu membeli rumah yang seperti istana ini."
Su Mohan tersenyum tipis dan berkata, "Kalau begitu pegang saja pahaku dan makan daging bersamaku[1][1]."
"Su Mohan, bahkan kamu masih sempat bercanda! Meskipun lelucon itu agak dingin …" kata Ye Fei terkejut. Tapi karena kalimat yang diucapkan Su Mohan, ia merasa jauh lebih baik dan mampu melenyapkan rasa sedihnya.
"Aku telah meminta seseorang untuk membawa barang-barang yang kamu tinggalkan di hotel. Mulai sekarang, kamu akan tinggal di sini untuk memulihkan diri dan menunggu sampai lukanya sembuh. Jika kamu ingin kembali ke rumah keluarga Ye, maka kembali lah dan tinggal di sana. Jika kamu tidak ingin kembali ke rumah keluarga Ye, tinggallah di sini selamanya," kata Su Mohan lagi.
Ye Fei menghisap ingusnya. Matanya yang merah terlihat seperti mata kelinci kecil. "Su Mohan, kenapa kamu sangat baik padaku?"
"Jika aku tidak memanjakan dan memperlakukan wanitaku sendiri dengan baik, apakah aku harus menunggu orang lain untuk membantuku melakukannya? Apakah kamu pikir aku sebodoh dirimu?" Su Mohan menjawab dengan jawaban yang mendominasi, tampak tidak puas dengan apa yang dikatakan oleh Ye Fei.
Ye Fei segera memprotes, "Su Mohan, apakah aku memperlakukanmu dengan buruk? Bagaimana bisa aku memperlakukanmu dengan buruk? Aku tidak bisa hidup tanpa hati nurani. Sedangkan kamu yang tidak memiliki hati nurani malah menuduhku karena tidak memperlakukanmu dengan baik!"
Su Mohan mendorong kursi roda Ye Fei ke ruang keluarga. Di ruangan itu ia mengambil sesuatu dari lemari di sampingnya, dan melemparkannya langsung ke depan Ye Fei.
Ye Fei membuka tas tersebut dengan curiga dan melihat isi, kemudian seluruh tubuhnya membatu di tempat.
"A … Apa ini?"
Ye Fei berusaha untuk tidak bicara. Ujung telinganya sedikit merah.
"Seseorang merajut sesuatu untukku, aku juga tidak tahu apa itu," balas Su Mohan enteng.
"Huh!" Ye Fei mendengus, karena yang dilemparkan oleh Su Mohan tidak lain dan tidak bukan adalah hadiah ulang tahun yang rencananya ia berikan pada Su Mohan sebelumnya, yaitu sweater yang ia rajut selama beberapa hari dan akhirnya gagal.
Memang benar, mungkin ini adalah ulah pelayan bodoh. Pelayan itu menemukan sweater yang tersembunyi di bawah tempat tidur, kemudian mengeluarkannya dan memberikannya kepada Su Mohan. Tapi kenapa pria itu juga melemparkan seikat wol? Ditambah lagi dia juga menyiapkan jarum ...
"Su Mohan, apa kamu berencana untuk menyuruh aku menyelesaikan rajutan ini untukmu?"
Su Mohan bersandar di sofa dan mengangguk mantap.
"Su Mohan! Kamu bermimpi! Aku tidak akan merajut hal semacam itu untukmu!" kata Ye Fei dengan perasaan bersalah. Bagaimanapun, ia sangat bodoh. Ia benar-benar tidak memiliki kepercayaan pada dirinya sendiri. Ia juga tidak ingin ditertawakan olehnya karena hasil yang jelek.
Su Mohan mengangkat alisnya dan menatap Ye Fei dengan dingin, seolah-olah jika Ye Fei berani mengatakan sepatah kata pun, ia akan langsung memakannya.
Ye Fei menciutkan lehernya dan membuang muka dengan canggung. Tapi ia benar-benar tidak bisa melakukannya. ia benar-benar tidak bisa ... sangat sangat tidak bisa melakukannya!
Tiba-tiba, Ye Fei mendapatkan sebuah ide. Ia berkata pada Su Mohan, "Mungkin aku bisa melakukannya untukmu, tapi kamu harus bertanggung jawab dengan mengajariku. Jika kamu mengajariku, aku pasti bisa menggunakan tangan berharga milikku ini. Jika kamu tidak bisa mengajarkannya, maka kamu tidak boleh menyalahkanku karena tidak bisa melakukannya."
[1] Perumpamaan: Seseorang yang ingin mentraktir makan, kemudian membiarkan orang yang diajak itu memasak untuknya seumur hidup (menjadi istrinya).