Ambigu
Ambigu
Sekarang, di kamar mewah yang sederhana ini, terdapat sepasang pria dan wanita dengan pikiran berbeda sedang diselimuti cahaya samar yang sama. Di tengah lamunan keduanya, ada suasana ambigu yang tidak dapat dijelaskan. Seolah-olah ada sesuatu yang ingin keluar dari permukaan, membuat diri sendiri tersipu dengan detak jantung yang tak bisa dijelaskan.
Waktu berlalu begitu cepat. Ketika Ye Fei mengangkat kepalanya untuk melihat jam, ia menyadari bahwa sekarang sudah pukul setengah sepuluh malam.
Secara diam-diam, ia melirik Su Mohan yang masih berjuang di balik meja kerja. Ye Fei akhirnya meletakkan buku yang tadi dia pegang dan menggosok lengannya yang agak pegal. Ia kemudian mengambil baju ganti dan berjalan ke kamar mandi.
Begitu pintu kamar mandi tertutup, Su Mohan juga meletakkan pulpen. Ia menopang dagu dengan satu tangan dan sedikit memiringkan kepalanya sambil terus menatap ke pintu kamar mandi.
Begitu suara air terdengar, Su Mohan bangkit dan duduk di sofa, tidak bisa menahan diri untuk mengambil ponsel Ye Fei dan menyalakan layarnya lagi.
Foto dirinya masih terpajang di layar ponsel itu dan belum diganti. Alis Su Mohan menegang kala melihatnya. Tampaknya foto itu telah menyembuhkan luka dalam yang terkumpul selama beberapa hari terakhir.
Su Mohan dengan hati-hati mengembalikan ponsel ke tempat semula, kemudian mengambil pulpen di atas meja lagi. Lagi-lagi ia melamun selama beberapa saat, seolah-olah sedang memikirkan sesuatu. Su Mohan tiba-tiba menutup pulpen dan dilemparkan kembali ke tempatnya, lalu meraih ponselnya.
Ketika ia membuka album foto, terdapat ratusan foto di album yang sebelumnya selalu kosong. Benar, foto-foto dalam album itu semua diambil saat ia dan Ye Fei pergi ke taman hiburan.
Su Mohan menggeser ujung jarinya dengan ringan, memandang foto di ponselnya dari awal hingga akhir. Sebagian besar foto di ponselnya adalah foto Ye Fei seorang. Tidak ada foto bersama karena ia tidak suka difoto.
Dulu, kamera di ponselnya pada dasarnya hanyalah sebuah pajangan. Tapi sekarang, saat melihat album yang tiba-tiba dipenuhi dengan foto, Su Mohan merasakan kepuasan yang aneh di dalam hatinya.
Setelah memerhatikan ponsel selama lebih dari sepuluh menit, Su Mohan sudah melihat lebih dari seratus foto dari awal sampai akhir galeri, hingga foto yang terakhir tidak dapat digeser lagi. Su Mohan merasa masih ingin melihat foto-foto itu lagi, jadi ia menggeser jarinya secara berlawanan arah dan melihat kembali foto-fotonya.
Mengernyit, cemberut, tertawa, nakal, genit, dan menawan, berbagai ekspresi milik Ye Fei tampak disatukan bagai sebuah film. Semua adegan itu telah terhubung dalam benak Su Mohan selama enam bulan terakhir.
Tiba-tiba, jari Su Mohan berhenti bergera dan tatapannya tertuju pada sebuah foto. Dalam foto tersebut, Ye Fei memakai bando telinga kelinci merah muda dan tersenyum sangat cerah, semakin menyempurnakan hari yang juga cerah saat itu.
Ia menekan tombol pengaturan yang ada di sana, dan setelah lebih dari sepuluh detik, foto itu menjadi foto wallpaper layar penguncian pada ponsel Su Mohan.
Satu-satunya perbedaan adalah ponsel Su Mohan tidak memiliki kata sandi, karena ia menganggap tidak akan pernah ada orang yang punya nyali untuk membukanya.
Setelah beberapa saat, Ye Fei keluar dari kamar mandi. Saat itu, Ye Fei menyadari kalau lampu di atas meja kerja sudah dimatikan. Entah sejak kapan, pria itu juga pergi untuk mandi.