Spin Off - Raymond (4) Korban Pertama
Spin Off - Raymond (4) Korban Pertama
Michelle mencoba bangun dan menggerakkan tubuhnya, namun tangannya tidak bisa digerakkan karena ternyata sebuah tali telah mengikat kedua tangannya. Seketika hatinya kembali mati merasakan bahwa tidak ada harapan baginya untuk keluar dari takdirnya yang mengenaskan.
"Akhirnya kau bangun."
Michelle menengadahkan kepalanya agak sedikit ke atas untuk melihat pemilik suara itu yang ternyata tidak lain adalah master Yu.
Jadi… yang berhasil menangkapnya adalah master Yu?
"Semula aku berpikir kau akan menjadi budak yang baik yang tidak memiliki semangat untuk bertarung. Siapa yang menyangka, kau akan kabur disaat kami lengah? Jika seandainya aku tidak datang ke Cina untuk melihat penjualanmu di tempat red district, kami tidak akan pernah tahu kau telah merencanakan pelarian diri."
Tidak. Michelle sama sekali tidak merencanakannya. Dia memutuskan melarikan diri secara spontan.
"Apa kau tidak takut kalau aku akan membunuh adik perempuanmu?"
Jantung Michelle seakan berhenti saat mendengarnya. Untuk sesaat dia sempat melupakan kondisi adik perempuannya dan dia berlari begitu saja tanpa memikirkan konsekuensi yang harus ditanggung adiknya.
"Jangan. Jangan membunuhnya. Sebaiknya kau membunuhku, jangan sentuh Xiao Xia."
Michelle bisa melihat senyuman miring yang terkesan meledek terpampang jelas pada wajah pria paruh baya tersebut. Master Yu berusia sekitar empat puluh tahunan, tapi pria itu masih mengeluarkan aura dominan yang sangat mengerikan.
"Kau masih memikirkannya meskipun anak itu telah meninggalkanmu? Dia beruntung sekali."
"Dia tidak meninggalkanku!" desis Michelle seakan dia tidak mengenal apa itu rasa takut. "Kalian yang mengambilnya dariku!"
"Ho? Kalau begitu aku akan mempertemukan kalian. Qiao Qiao, kemarilah."
Michelle merasa bingung dengan nama yang dipanggil oleh master Yu. Bukankah pria itu akan mempertemukannya dengan adik perempuannya? Kenapa pria itu memanggil nama yang bukan nama adiknya?
Tapi disaat dia melihat seorang anak perempuan remaja masuk ke dalam ruangan, sepasang mata Michelle mengawasi anak perempuan itu dari ujung kepala hingga telapak kaki.
Hatinya bergetar karena saking luar biasanya perasaan senang yang bercampur dengan lega. Adik perempuannya baik-baik saja. Mereka tidak melukai Xiao Xia dan tampaknya adik perempuannya menjadi lebih dewasa dan tampak tidak takut menghadapi musuh yang telah memisahkan mereka.
"Xiao Xia."
"Ah, satu hal lagi. Dia tidak biasa dipanggil dengan nama Xiao Xia, bukankah begitu Qiao Qiao?"
"…" Qiao Anxia tidak menjawab dan hanya menatap lurus ke mata Michelle membuat sang kakak semakin tidak mengerti.
"Xiao Xia? Apa yang dibicarakannya? Kenapa orang ini memanggilmu Qiao Qiao? Kau adalah Xiao Xia, iya kan? Kau adalah adikku."
"Sepertinya aku harus mengulangi acara perkenalan diri. Namaku Adalah Qiao Anxia dan nama panggilanku untuk menjalankan misi adalah Qiao Qiao. Sementara Xiao Xia, adalah nama panggilan yang kalian berikan padaku secara sepihak."
"Tidak. Itu tidak benar."
"Jiejie, seharusnya kau tidak melarikan diri. Kenapa kau tidak bersikap baik seperti selama empat tahun terakhir ini? Kau tahu master Yu harus membayar kerugian karena klien yang kau hajar kemarin malam adalah klien yang berharga?"
"Ah, itu mengingatkan satu hal padaku. Dia bilang kau merusak masa depannya. Jadi dia ingin menuntutku dengan membunuhmu." ungkap master Yu membuat Michelle bergidik ngeri.
Tadinya, dia berharap dia masih bisa bertahan hidup walaupun dia sudah ditangkap. Tapi dia sama sekali tidak menyangka, kehidupannya akan berakhir saat itu juga.
"Qiao Qiao. Kau belum pernah membunuh manusia kan? Kurasa sudah saatnya kau melakukannya sebagai seorang asasin pribadiku. Bukankah aku memberimu tugas yang sangat mudah? Dia akan menjadi korban pertamamu."
"…"
Michelle tidak bisa lagi menahan air mata saat dia mendengar kalimat master Yu yang terdengar begitu dingin. Manusia macam apa yang menyuruh anak kecil untuk membunuh orang?
Tidak mungkin. Xiao Xia tidak mungkin akan mendengarkan pria itu. Dia yakin Xiao Xia tidak akan melakukan apa yang diperintahkan orang itu.
"Aku akan memberi kalian waktu pribadi. Aku mengharapkan banyak padamu, Qiao Qiao. Jangan mengecewakanku."
Master Yu menyuruh lainnya pergi meninggalkan Anxia dengan Michelle berdua didalam ruangan tersebut.
Melihat semua orang telah keluar dari ruangan ini dan menyisakan dirinya bersama adiknya membuat Michelle berharap bahwa adik perempuannya masih adik yang sama dengan yang dulu.
"Xiao Xia," Michelle hendak memanggil adiknya dan memintanya untuk melepaskan tali pada ikatannya, namun kata-katanya terhenti saat dia melihat adiknya mengambil sebuah pisau yang sangat tajam dari sepatu bootnya.
"Xiao Xia, kumohon jangan. Kau tidak harus menuruti orang itu. Kita bisa pergi dari tempat ini bersama-sama."
"…" Anxia tidak menjawabnya dan berjalan ke arahnya dengan gerakan yang sangat lamban membuat air mata Michelle semakin deras.
"Kenapa? Apa yang terjadi padamu?"
"Tidak ada yang terjadi padaku jiejie. Sedari awal, aku masuk kedalam keluarga kalian atas perintah dari masterku."
Michelle terkesiap mendengarnya.
Sedari awal? Untuk apa? Kenapa seorang ketua mafia dari triad terbesar di Hongkong mengirimkan seorang anak kecil didalam keluarganya? Apa yang sudah dilakukan keluarganya sehingga melibatkan kebencian kelompok mafia?
"Xiao Xia," panggil Michelle dengan nada yang sangat sedih. "Kau ingat malam itu? Disaat kita memandang hujan meteor di atas atap rumah?"
"…"
Kala itu, Michelle membangunkan Anxia yang masih berusia enam tahun disaat semua penghuni rumah sudah tidur. Dia ingin memperlihatkan hujan meteor yang terjadi seratus tahun sekali. Anxia serta Michelle duduk berdampingan di atas atap rumah mereka sambil memandang langit yang bertaburan bintang dengan takjub.
"Xiao Xia, cepat buat permintaan."
"Memangnya akan terkabul?"
"Pasti akan terkabul! Ayo cepat, sebelum hujan meteornya berhenti." Michelle melipatkan kedua tangannya dengan mengaitkan jemarinya seakan dia hendak berdoa.
Malam itu dia berharap jika seandainya ada kehidupan kedua di dunia ini, dia ingin menjadi seorang kakak sekali lagi.
"Xiao Xia, apa permohonanmu?"
"Bagaimana denganmu?" Anxia malah balik bertanya tanpa memberinya jawaban.
"Aku? Aku berharap, jika kita memiliki kehidupan kedua, aku ingin menjadi kakakmu lagi.
"…"
"Kalau saat itu tiba, apakah kau ingin menjadi adikku lagi?"
Anxia tidak menjawab pertanyaannya dan hanya memandang ke arah langit bertaburan bintang.
Michelle memang agak sedikit kecewa karena Anxia tidak menjawab pertanyaannya, tapi dia tidak memaksanya. Anxia masih sangat kecil dan mereka memiliki banyak waktu untuk membuat Anxia menerima keluarga Wong seutuhnya.
Dia akan mencurahkan semua kasih yang ia miliki untuk menyayangi Anxia dan menjadi kakak yang bisa dibanggakan oleh anak mungil yang manis itu.
Waktu itu Michelle sama sekali tidak memikirkan kemungkinan Anxia tidak ingin menjadi adiknya. Dia berpikir Anxia masih membutuhkan waktu untuk menerima orang lain sebagai keluarganya.
Tapi kini…