Penyatuan Jiwa Merah
Penyatuan Jiwa Merah
Mereka juga memberitahu Chleo bahwa mereka berencana menyatukan jiwa merahnya yang berada didalam guci kedalam jiwa merah yang saat ini sudah bersemayam di dalam tubuh Chleo.
Chleo semula merasa kaget karena dia tidak tahu kalau setengah jiwa merah pernah merasukinya. Dia bahkan tidak merasa apa-apa selama ini dan sama sekali tidak tahu sejak kapan jiwa merah miliknya masuk menyelinap kedalam tubuhnya.
Setengah jiwa merah yang berhasil masuk kedalam Chleo telah menyatu dengan jiwa Chleo saat ini sehingga kondisi mental serta jiwa merah Chleo berangsur pulih dan tidak lagi merasa trauma. Namun berbeda dengan jiwa merah yang setengahnya lagi.
Jiwa merah ini kehilangan setengah jiwanya karena dibelah oleh Vectis, lalu dikurung dan ditahan didalam guci ciptaan Vectis untuk memastikan jiwa merah ini tidak akan bisa kabur lagi.
Tidak hanya itu, jiwa merah ini tidak berhenti berteriak minta tolong dan untuk dilepaskan membuat Vectis yang menjaganya merasa risih dan memberikan janji palsu. Mereka terus-menerus mengatakan penderitaannya akan berakhir, tapi hingga detik ini, mereka masih mengurungnya dan tidak ada niatan mengakhiri penderitaannya.
Bahkan saat ini setengah jiwa merah yang berada didalam guci mulai sekarat karena tidak mendapatkan asupan energi dari sumber pemiliknya. Jika dia tidak menyatu dengan tubuh Chleo sekarang, jiwa merah didalam guci akan mati. Tapi jika jiwa merah Chleo didalam guci masuk kedalam tubuh Chleo, ada kemungkinan ingatan Chleo akan masa lalu akan kembali lebih cepat.
Tanpa harus menunggunya ulang tahun yang ke dua puluh satu, sewaktu-waktu Chleo bisa mengingat masa lalunya.
Mendengar ini, Chleo menatap ke arah kekasihnya sambil bertanya-tanya apakah Axelard sungguh-sungguh ingin menyatukan jiwa merah miliknya kedalamnya?
Karena itu adalah jiwa miliknya, Chleo merasa tidak keberatan untuk mendapatkan kenangan apa-apa yang sudah dilaluinya semasa dia memiliki rambut merah. Tapi disaat bersamaan, dia juga tidak keberatan jika jiwa merah didalam guci itu menghilang tanpa harus menyatu kedalam tubuhnya.
Dia tidak ingin melihat Axel tertekan sambil menunggu waktu kapan Chleo akan ingat kembali seakan pria itu menunggu waktu panggilan untuk disidang di tempat pengadilan.
Hanya saja saat mendengar Axel mencintainya dan juga mencintai dirinya di masa lalu, hatinya terasa terenyuh dan ingin mengabulkan segala permintaan pria itu.
"Baiklah. Lakukan saja. Aku juga ingin menerimanya kembali. Biar bagaimanapun, dia juga adalah jiwa milikku."
Chleo melingkarkan kedua tangannya ke pinggang Axel dan membenamkan kepalanya ke depan dada bidang pria itu.
"Jangan takut. Perasaanku tidak akan mudah goyah begitu saja. Kalaupun aku akan terguncang setelah ingatanku kembali, aku yakin itu hanya bersifat sementara. Aku yakin aku kembali mencintaimu." Chleo menatap Axel dengan penuh cinta serta percaya diri.
Dia tidak hanya ingin meyakinkan pria itu bahwa perasaannya tidak akan berubah, tapi dia juga ingin meyakinkan dirinya sendiri.
Kalau boleh jujur, sebenarnya dia takut. Dia telah mendengar masa lalunya dari cerita Axel. Dia mendengar bagaimana dia diculik di Jerman dan nyaris mati tenggelam dibawa arus sungai. Semenjak itu dia mengalami fobia air dan takut akan banyak hal.
Hubungannya bersama dengan keluarganya berubah drastis dan dia menjadi anak yang pemberontak yang suka menentang orangtua.
Sejujurnya dia takut menghadapi masa lalunya. Bagaimana kalau apa yang dikhawatirkan Axel menjadi kenyataan? Bagaimana kalau ternyata perasaannya goyah?
Chleo menyingkirkan jauh-jauh pemikiran negatif ini dan lebih mengeratkan pelukannya menikmati tubuh tegap serta aroma enak dari kekasihnya.
Axel juga membalas pelukannya dan menyandarkan dagunya diatas puncak kepala Chleo sambil melirik ke arah Fye.
Fye mengerti apa yang ingin dikatakan Axel melalui tatapan matanya. Kemudian dia membuka kain penutup guci tersebut dan membiarkan sebuah bola berukuran kelereng bewarna merah menyala melayang keluar dari guci.
Tanpa disuruh ataupun dituntun, kelereng merah tersebut melayang menghampiri Chleo dan masuk melalui belakang leher Chleo.
Chleo sama sekali tidak merasakan apa-apa dan tidak menyadari bahwa baru saja setengah jiwa merah yang satunya telah masuk kedalam tubuhnya dengan sempurna.
"Bagaimana perasaanmu?" Axel merasa penasaran dengan perasaan Chleo saat ini begitu jiwa merah kembali kepada pemiliknya.
"Aku baik-baik saja. Ada apa?"
"Barusan, jiwa merah didalam guci masuk kedalam tubuhmu."
"Ah? Sejak kapan?"
"Kau sama sekali tidak merasakan apa-apa?"
Chleo menggelengkan kepala dengan bingung. Dia sungguh tidak tahu kalau barusan jiwa merah telah memasukinya.
Axel mengelus kepala Chleo dengan lembut sambil tersenyum tipis. "Kalau begitu syukurlah. Setidaknya tidak ada efek samping saat penyatuan jiwamu terjadi."
Senyuman Axel sangat menular karena Chleo turut tersenyum bersamanya. Chleo tertawa kecil saat Axel menyatukan kedua kening mereka dengan bermain-main sambil mengeluskan hidungnya ke hidungnya sendiri.
Untuk saat ini, sebelum ingatan Chleo kembali, mereka memutuskan untuk menikmati kebersamaan mereka. Tidak akan ada yang tahu apa yang akan terjadi besok dan mereka tidak akan pernah tahu reaksi seperti apa yang akan diberikan Chleo begitu ingatannya kembali.
Karenanya, mereka diam-diam memutuskan untuk menghabiskan waktu bersama ini untuk menutup semua kemungkinan perasaan Chleo yang akan berubah.
Jika seandainya ingatan Chleo kembali dan sanggup membuat perasaannya goyah, Chleo akan mengingat-ingat masa indahnya bersama Axel.
Mulai dari awal pertemuan mereka yang kurang bagus tapi cukup menggetarkan hati, lalu disaat pria itu selalu muncul dan menawarkan diri untuk menjemputnya berangkat ke kampus, dan disaat pria itu bersikap manis terhadapnya.
Chleo akan memastikan dirinya mengingat semua hal indahnya bersama Axel ketika perasaannya mulai goyah karena ingatan masa lalu.
Lagipula, tidak peduli apa saja yang terjadi di masa lalu, Chleo yang sekarang ada karena apa yang terjadi sekarang. Dia bukanlah Chleo berambut merah yang mengalami trauma serta fobia akut. Dia juga bukanlah anak pemberontak yang membuat kedua orangtuanya merasa sedih ataupun sakit hati.
Dia adalah Chleora Regnz yang memiliki rambut hitam kecoklatan dan bertumbuh di lingkungan keluarga yang penuh kasih dan sukacita.
Segala memori yang diingatnya tidak pernah dia rasakan ataupun alami. Dia yakin perasaannya tidak akan mudah diguncangkan karena dia hanya akan menganggap semua kenangan buruk itu hanya sebagai mimpi.
Tidak lama kemudian, terjadi suara gemuruh membuat tanah pijakan kaki mereka bergetar. Semua orang yang ada disana menjadi waspada dan secara refleks, Axel mengeratkan pelukannya pada Chleo sementara Chu Jung sudah bersiap-siap melindungi Ashley.
"Ada apa ini? Apa yang terjadi?"
"Sepertinya Aslan datang kesini." jawab Fye dengan santai. "Dia bilang dia sendiri yang akan mengurus para Vectis pemberontak. Jadi raja biru serta lainnya tidak perlu berlama-lama disini untuk menghukum para Vectis. Dia juga akan memastikan kejadian ini tidak akan terulang lagi."
Axel menghela napas pasrah mendengar kalimat raja violet, tapi didalam hatinya dia mengeluh kesal. Jika sedari awal Aslan memang bisa menghukum para Vectis, kenapa tidak dari dulu Aslan tidak muncul? Penguasa alam itu baru muncul sekarang karena takut raja biru akan menghancurkan dunia ciptaannya.
[Aslan: :sad_but_relieved_face:Jangan salahkan aku karena author menyuruhku untuk menemaninya memikirkan karya novelnya]