My Only Love: Aku Hanya Bisa Mencintaimu

Pertemuan Pertama (1)



Pertemuan Pertama (1)

2Seperti pagi-pagi sebelumnya, matahari terbit dengan bersinar terang, burung-burung berkicauan dengan indah, hembusan angin yang sangat lembut membuat hati siapapun yang bangun pagi merasa teduh dan damai.     

Namun tidak dengan seorang anak remaja ini.     

Dia bangun dengan merasa malas seolah ada begitu banyak beban di tubuhnya. Tapi dia harus bangun dan segera bersiap-siap untuk berangkat ke tempat ujian.     

Hari ini adalah hari ujian praktikum akhir masa sekolahnya. Tidak masalah sebenarnya kalau hanya ujian praktikum kesenian ataupun memasak. Tapi ujian praktikum kali ini adalah sesuatu yang sangat tidak disukainya.     

Tidak.     

Dia bahkan membenci ujian ini. Kalau bisa dia ingin memohon ayahnya untuk membujuk kepala sekolahnya untuk menghilangkan ujian praktikum semacam ini.     

Tapi…     

Dia bahkan tidak tahu dimana ayahnya berada. Ah, bukan, sebenarnya dia tahu. Tapi dia tidak yakin apakah ayahnya akan mendengarkan permintaannya, sehingga dia merasa malas untuk mencari ayahnya.     

Saat ini ayahnya membawa ibunya pergi berlibur untuk menghibur ibunya.     

Entah sejak kapan kehidupan keluarganya menjadi muram seperti ini. Ayah serta ibunya jarang berada di rumah dan hanya butler serta beberapa pelayan yang menemani kesehariannya bersama adiknya.     

Dia jarang berkomunikasi dengan kedua orangtuanya dan hanya bisa mengajak bicara adiknya atau pengawal yang ditetapkan untuk melindunginya.     

Dulu saat dia masih kanak-kanak, dia ingin sekali mencari kehangatan pelukan ibunya untuk menenangkannya dari mimpi buruknya. Tiap malam dia akan masuk kedalam kamar orangtuanya agar dia bisa tidur bersama orangtuanya. Dia merasa mimpi buruknya tidak akan menghampirinya jika ada ayah ibunya berada disisinya.     

Tapi…     

Entah kenapa ibunya selalu menangis tanpa alasan tiap kali dia tidur disisinya. Dia merasa ada dinding kasat mata menghalanginya untuk mendekati ibunya.     

Hingga di satu titik, dia menyerah dan tidak lagi masuk kedalam kamar orangtuanya. Tiap malam dia harus menghadapi mimpi buruknya seorang diri seakan tidak ada satupun yang mendengar tangisan hatinya.     

Seiring berjalannya waktu, dia sudah merasa terbiasa dengan kehidupan ini. Dia juga tidak keberatan hubungannya menjadi renggang dengan kedua orangtuanya.     

Disaat dia berulang tahun yang kedua belas, tiba-tiba ibunya mendekatinya dan meminta maaf padanya. Namun semua sudah terlambat. Dia tidak lagi menginginkan kasih ibunya seperti dulu. Dia tidak lagi membutuhkan kehangatan pelukan ibunya.     

Disaat ibunya berusaha menghancurkan dinding kasat mata diantara mereka, dia membangun dinding tersebut dengan jauh lebih tinggi dan kokoh. Dia tidak membiarkan ayah ataupun ibunya mendekatinya.     

Hanya adik lelakinya yang ia biarkan mendekatinya karena hanya adik kecilnya yang setia menemaninya, begitu juga sebaliknya.     

Dan kini disaat dia sedang menghadapi masalah yang sungguh dia harapkan untuk dia hindari, untuk pertama kalinya dia ingin meminta bantuan pada ayahnya. Sungguh waktu yang pas sekali. Disaat dia hendak meminta bantuan, ayahnya sedang berada si luar kota.     

Karena pada dasarnya dia tidak suka melihat nilai pelajarannya menjadi jelek, dia memutuskan untuk berangkat dan sama sekali tidak keberatan ada begitu banyak pengawal yang mengikutinya.     

Semakin banyak pengawal yang menjaganya, hatinya semakin tenang.     

Anak remaja ini masuk ke bangunan dimana ujian praktikum diadakan dengan langkah yang sangat lamban.     

Dia sengaja mengulur waktu sambil berharap bahwa dia terlambat dan namanya telah dipanggil.     

Dia memang tidak ingin nilai ujiannya menjadi buruk, tapi… dia tetap tidak ingin melakukan ujian ini.     

Nyali anak itu semakin menciut begitu kakinya tiba didepan sebuah pintu kaca. Dia bisa melihat melalui kaca transparan itu bahwa teman-temannya sudah berkumpul dengan pakaian renang masing-masing. Ada setidaknya dua guru dengan membawa daftar nama para peserta ujian.     

Anak itu masih merasa ragu apakah dia tetap menyusul teman-teman sekolahnya ataukah sebaiknya dia pulang dan membiarkan ujian pratikum kali ini gagal? Dia sama sekali tidak menyadari bahwa ada salah satu guru yang menyadari kedatangannya dan menghampirinya.     

Pintu kaca tiba-tiba terbuka dan sosok wanita paruh baya berkacamata tebal muncul dihadapannya.     

"Chleora Regnz, apa yang kau lakukan dengan berdiri disini? Kau terlambat hampir setengah jam."     

"Maaf." Chleo membungkuk sedikit saat meminta maaf.     

Karena sudah ketahuan oleh guru pengawas, mau tidak mau Chleo melangkah menuju ke kolam renang.     

"Cepat ganti bajumu. Sehabis tiga temanmu diuji, giliranmu untuk berenang."     

Chleo menggigit bibirnya dengan gugup. Gigitannya semakin mengeras hingga dia merasakan ada darah mengalir didalam lidahnya.     

"Nona muda Regnz!"     

Chleo terkesiap mendengar suara yang lantang dari gurunya dan segera berlari menuju ke kamar ganti untuk ganti baju.     

Setelah menyimpan baju bersih didalam lemari, Chleo berjalan ke arah wastafel dimana ada kaca lebar diatasnya. Sepasang mata coklat serta rambut merah gelap muncul pada bayangan kaca itu. Bibirnya juga memiliki warna merah yang sangat gelap akibat luka gigitannya sendiri.     

Apakah dia bisa melakukannya? Apakah dia bisa berenang?     

Tentu saja dia bisa berenang… tapi itu dulu. Sebelum dia dijatuhkan kedalam arus sungai yang deras hingga membuatnya nyaris mati dan takut terhadap air.     

Dulu dia sangat suka berendam air di bath up yang luas ataupun berenang didalam kolam renang dirumahnya. Tapi kini sudah tidak.     

Dia menolak berendam didalam bath up ataupun menjeburkan diri didalam kolam yang ketinggiannya tidak dalam. Chleo bahkan tidak mau berlama-lama didalam kamar mandi dan hanya mau mandi dengan menggunakan shower.     

Chleo keluar dari ruang ganti lalu berjalan menuju ke area kolam renang, namun tidak menampakkan diri dari para penguji serta teman-temannya. Dia yakin, namanya sudah dipanggil, tapi karena dia belum datang, penguji memanggil peserta ujian berikutnya.     

Chleo sama sekali tidak mengerti mengapa sekolahnya harus memiliki ujian renang sebagai ujian pratikum kelulusan. Apakah semua sekolah juga sama? Apakah tidak ada yang tidak menggunakan pelajaran berenang sebagai ujian pratikum?     

"Hai, apa yang kau lakukan sendirian disini?"     

Chleo menoleh ke arah sumber suara yang memanggilnya. Seorang pemuda yang tampan dengan rambut brunet serta mata biru yang indah.     

Biasanya Chleo tidak suka melihat warna biru karena warna itu identik dengan warna air. Tapi anehnya, dia malah terpesona dengan warna biru itu.     

"Bibirmu terluka. Apa kau baik-baik saja?"     

Chleo menundukkan kepalanya menyadari pemuda itu mengamati ekpresi wajahnya.     

"Apakah mungkin kau dari sekolah SMP AA? Bukankah hari ini kalian ada ujian pratikum renang disini? Sama dengan kami. Kami juga ujian pratikum berenang di tempat ini."     

Chleo melirik ke arah pemilik mata biru itu dengan ragu. Biasanya dia tidak akan membiarkan orang asing berbicara padanya lebih dari dua kata. Tapi kenapa sekarang dia membiarkan orang itu terus berbicara padanya? Anehnya, orang ini juga tidak merasa tersinggung ketika Chleo tidak menjawab pertanyaannya.     

"Hoi, Alexis! Sebentar lagi giliranmu."     

Pemuda yang bernama Alexis ini menengok ke arah temannya, "Oke, aku akan kesana." lalu pemuda itu menoleh ke arah Chleo dengan senyuman lebar membuat Chleo tercengang.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.