Vincent Telah Tiba
Vincent Telah Tiba
Setelah ditahan oleh kedua bibinya, mereka semua membiarkan Chleo berduaan dengan Axel di halaman belakang. Chleo memasang muka cemberut dari awal hingga akhir melihat Kinsey yang tiada hentinya bersikap dingin sementara Stanley yang selalu menggodanya di tiap kesempatan. Mulai sekarang, dua orang itu tidak akan menjadi paman favoritnya!
Axel tertawa kecil melihat sikap cemberut yang menggemaskan dari Chleo. Untuk meredakan suasana hati gadis itu yang kurang baik, Axel mengusap penuh kasih pada puncak kepalanya.
"Kenapa kau cemberut? Aku lebih suka melihatmu tersenyum."
"Aku tidak percaya. Akhir-akhir ini kau suka menggodaku membuatku tidak punya mood untuk tersenyum."
"Itu karena kau sangat menggemaskan kalau sedang cemberut." Axel mencubit lembut pipi kenyal gadisnya yang sudah menjadi kebiasaannya. "Tapi untuk saat ini, aku ingin melihat senyumanmu."
Chleo mendengus kesal berpura-pura tidak menyetujui usulannya. Namun kemudian, dia mengulas senyuman tipis walau hanya sebentar.
Biar bagaimanapun, dia merasa luar biasa kesal akan kedua pamannya! Kenapa mereka tidak bisa bersikap normal sih di hadapan Axelard? Padahal biasanya saat mereka memergokinya jalan santai dengan teman pria lainnya, mereka hanya bersikap biasa saja. Kenapa hari ini berbeda?
"Kedua pamanmu unik ya? Ini pertama kalinya aku bertemu seorang paman seperti mereka."
"Unik apanya? Menyebalkan adalah kata yang tepat. Kau sama sekali tidak merasa sebal?"
"Tidak. Kenapa aku harus merasa sebal? Tapi aku berharap adikmu tidak akan menjadi seperti pamanmu yang dingin."
"Kenapa?"
"Kalau kita akan memiliki anak perempuan, takutnya Diego akan mengintimidasi semua pemuda yang berusaha mendekati anak kita. Kalau begitu, bagaimana caranya anak kita akan menemukan pasangannya?"
Untuk kesekian kalinya, Chleo kehabisan kata-kata mendengarnya. Bagaimana bisa pemikiran pria ini sudah sangat jauh kedepan? Sebelumnya pria itu membahas mengenai pernikahan mereka, kini mereka membahas calon anak mereka? Mereka bahkan belum membahas pertunangan mereka?!
Tidak. Yang benar. Pria itu malah belum melamarnya!
Anehnya, Chleo sama sekali tidak keberatan. Entah kenapa dia sendiripun tidak sabar ingin memiliki anak sendiri bersama Axel. Mungkin satu atau dua anak yang berwajah mirip dengannya atau Axel. Membayangkannya saja membuatnya hatinya dipenuhi dengan bunga-bunga indah seperti di musim semi.
"Apa kau sedang membayangkan wajah anak-anak kita nantinya?" tebak Axel dengan nada menggoda.
Chleo kembali memasang muka cemberut mendengar tebakan yang sangat tepat itu. Terkadang dia sungguh berharap pria ini tidak bisa membaca isi pikirannya. Kenapa dia terlahir sebagai orang yang mudah membocorkan rahasia melalui ekspresinya? Rasanya tidak adil.
Ayahnya sangat pandai menyembunyikan ekspresinya, ibunya juga pandai memasang ekspresi datar, bahkan adiknya sekalipun sangat ahli memasang wajah selalu ceria meskipun anak itu didalam emosi yang besar. Kenapa dia tidak bisa melakukannya?
Kenapa semua perasaannya harus terbongkar dengan begitu mudahnya hanya melalui ekspresinya?
"Kak Chleo, paman Vincent dan Bibi Cathy sudah datang." seru Harmonie dengan ceria sambil menarik tangan Chleo dan Axel untuk masuk kembali ke dalam.
Hhhh… satu orang lagi yang harus dihadapi Axel. Semoga ayahnya menepati janjinya dan tidak bersikap dingin seperti Kinsey terhadap kekasihnya.
***
Menurut pemandangan Kinsey serta Stanley, Axelard sama sekali tidak gugup ataupun canggung ketika berkenalan dengan mereka. Malahan pria itu terlalu santai untuk ukuran seseorang yang baru saja bertemu dengan keluarga besar kekasihnya.
Dan kini ketika mereka mendapat kabar Vincent telah tiba beserta keluarganya, Axelard memasang ekspresi normal seperti yang sudah-sudah.
Yang sebenarnya, Axelard agak merasa gugup untuk bertemu dengan Vincent. Dia bisa merasa tenang ketika bertemu dengan Kinsey serta Stanley karena keduanya tidak pernah bertemu dengannya.
Lain halnya dengan Vincent. Mereka pernah bertemu dan sering menghabiskan waktu bersama selama seminggu ketika Axel datang ke Amerika atas permintaan Zig. Dia takut Vincent akan mengenalinya apalagi ingatan pria itu cukup tajam dalam mengenali wajahnya.
"Hei, bagaimana perjalanan kalian?"
Axel membiarkan nyonya rumah ini menyambut keluarga kecil Vincent terlebih dahulu. Mereka saling berpelukan serta mencium pipi masing-masing sebelum akhirnya sepasang mata hitam tajam bertatapan dengan mata birunya.
Axel segera membungkuk tubuhnya sedikit memberi hormat pada Vincent… ehem… calon mertuanya.
Kening Vincent berkerut begitu memandang wajah Axel membuat Axel diam-diam berkeringat dingin.
Apakah Vincent mengenalinya? Apakah Vincent mengingatnya?
"Papa, bagaimana perjalanan kalian?" gugah Chleo yang langsung memeluk sang ayah agar sang ayah menghentikan tatapan menyelidik terhadap Axelard.
"Sangat menyenangkan. Sekarang kami berada disini melihatmu, papa merasa lebih senang lagi."
"Hehehe…" Chleo meringkuk lebih dalam sementara Vincent mengeratkan pelukannya pada putri tercintanya. "Baiklah, kalau begitu aku berangkat dulu."
"Kami baru saja datang, tapi kau akan pergi?"
"Ayolah, papa. Kita akan bertemu di acara nanti malam. Aku harus bersiap-siap. Setidaknya aku harus berdandan agar bisa tampil cantik malam ini."
"Kau ingin tampil cantik didepan papa atau dihadapan orang lain?"
"Papa…" rajuk Chleo membuat Vincent terkekeh geli.
"Selamat siang Tuan Regnz, madam." sapa Axelard dengan sopan berinsiatif menghampiri mereka. "Perkenalkan nama saya Axelard."
Axelard telah 'menahan' energinya agar saat berjabat tangan dengan Vincent dan istrinya mereka tidak akan menyadari suhu dingin tubuhnya.
"Aku banyak mendengarmu dari putriku. Apakah setelah acara malam nanti kau ada waktu? Aku harap kita bisa berbincang-bincang."
"Tapi papa…"
"Bukankah kau bilang kau harus berdandan. Berangkat sana, jangan salahkan papa kalau kau akan terlambat nanti."
Chleo menggigit bibir memasang muka cemberut. Tampaknya, ayahnya tidak akan mempermudah hubungannya dengan Axel. Dia khawatir, ayahnya akan mengancam Axel dan kekasihnya memutuskan untuk meninggalkannya.
Hanya saja ketika melihat wajah tenang Axel yang memberinya senyuman menenangkan, Chleo menjadi tidak terlalu khawatir. Jika Axel bisa menghadapi kedua pamannya serta adiknya yang awalnya bersikap sinis terhadapnya, mungkin pria itu bisa menghadapi ayahnya?
Lagipula ayahnya sudah berjanji untuk tidak bersikap keras ataupun memberikan aura intimidasi berlebihan pada Axel. Setidaknya untuk saat ini Chleo bisa tenang.
Chleo sama sekali tidak tahu bahwa yang sebenarnya apa yang dikhawatirkan Axel bukanlah aura intimidasi ataupun penolakan Vincent terhadap hubungan mereka. Dia yakin dia akan bisa mendapatkan restu dari Vincent sebagai Axelard. Namun Axel khawatir Vincent akan mengenalinya sebagai Vasili Peskhov.
Jika seandainya Vincent menolak hubungan mereka karena identitasnya sebagai Vasili Peskhov, segalanya akan menjadi lebih rumit.
Vincent akan curiga identitas dirinya yang sebenarnya dan jati dirinya sebagai raja biru akan terkuak. Jika gara-gara mengetahui Axel adalah raja biru, Vincent menyuruhnya untuk menjauhi putrinya, Axel tidak akan bisa berbuat apa-apa. Dia juga tidak boleh memaksa karena itulah yang menjadi peraturan selama para penguasa alam tinggal di dunia manusia ini.
Seorang penguasa alam tidak boleh menggunakan kekuatannya semena-mena untuk mengancam ataupun melukai manusia tanpa alasan. Jika ada yang melanggar, maka siap-siap saja penguasa alam tersebut didatangi Vectis.
Itu sebabnya sangat mengherankan mengapa Vectis tidak mendatangi Harry McKenzie ketika memaksa Chleo menikahinya dengan mengancam akan melukai keluarganya.
Kala itu, sang raja biru sangat beruntung.
-
Di suatu tempat terpencil dimana tidak ada siapa-siapa, seorang pria bertubuh seperti preman mendatangi seorang gadis muda.
"Aku sudah kirim uangnya sebagai uang muka. Begitu kau berhasil menculik Chleo West, aku akan mengirim sisanya." gadis muda tersebut memberikan sebuah foto seorang perempuan berambut hitam kecoklatan pada pria tersebut. "Pastikan dia tidak bisa menghadiri acara gala show nanti malam." lanjut gadis itu dengan senyuman miring.