Pemberesan Salah Paham (2)
Pemberesan Salah Paham (2)
Pada akhirnya segel kekuatannya pecah dan membunuh empat orang dengan tangannya sendiri. Dia merasa dirinya kotor dan tangannya berlumuran darah orang. Dia merasa hancur karena dia tidak akan bisa membersihkan noda darah karena telah membunuh manusia. Dia akan menyimpan penyesalannya ini seumur hidupnya.
Bahkan setelah pulih dan sembuh dari racun yang akan membunuhnya, Katie mengalami trauma serta mimpi buruk di tiap malam.
Tidurnya tidak lagi nyenyak dan dia merasa mual tiap kali ada kerumunan lelaki didekatnya. Semenjak itu, dia menutup diri di rumahnya. Dia bahkan tidak membiarkan kedua orang tua asuhnya melihat kondisinya yang menyedihkan. Dia tidak ingin mereka khawatir... lebih tepatnya, dia takut bertemu dengan siapapun.
Setelah beberapa bulan mendekam dalam apertemennya, Katie memutuskan pergi ke Jerman. Setidaknya, disana tidak ada satupun yang mengenalnya. Setidaknya orang-orang yang menyayanginya tidak perlu mengkhawatirkan kondisinya.
Namun, sebelum keberangkatannya, Vincent menemuinya untuk membujuknya tetap tinggal. Vincent berhasil meyakinkannya untuk tinggal hingga pesta pernikahan Vincent dan Cathy.
Mengingat apa yang terjadi pada Cathy juga termasuk kecerobohannya, Katie menyetujui permintaan Vincent. Dia ingin membahagiakan Cathy. Bila kehadirannya sanggup membuat pernikahan Cathy lebih berarti, maka dia akan datang walau dia harus menghadapi ratusan orang asing.
Pada hari H, Katie mengikuti saran umbranya. Itu akan menjadi hari terakhir dia tinggal di New York. Dia berusaha melupakan kejadian penculikan itu dan menikmati seharian penuh bersama para sahabat karibnya.
Katie berhasil melakukannya. Seolah penculikan itu tidak pernah terjadi, Katie menikmati kebersamaannya bersama para sahabatnya. Sayangnya, tidak berlangsung lama. Malamnya, ada begitu banyak pria yang mencoba mendekatinya untuk berkenalan dengannya. Mau tidak mau, Katie teringat akan malam itu dimana Aiden hendak memperkosanya atau ketika tangan-tangan yang menggerayangi tubuhnya.
Katie kembali merasa trauma. Dia takut dia malah lepas kendali menyakiti para pemuda itu. Pada akhirnya dia kembali menyendiri. Dia memutuskan mengakhiri malam itu dengan menyendiri.
Tentu saja, apa yang direncanakannya tidak terjalankan. Karena malam itu dia bertemu dengan Kinsey. Ajaibnya, dia tidak merasa segelisah seperti saat para pemuda mendekatinya. Tubuhnya bahkan bisa menerima sentuhan ringan pria itu.
Entah bagaimana caranya, Kinsey berhasil menerobos masuk ke dalam hatinya... menutup segala kegelisahan dan trauma akan penculikan yang telah terjadi.
Katie tersenyum hangat mengenang masa indahnya bersama Kinsey malam itu. Walau hanya semalam, tapi kebersamaan mereka sangat membekas didalam ingatannya.
Katie mulai menulis apa yang dulu pernah ia tuliskan. Dia mungkin tidak ingat secara mendetail, tapi dia ingat seperti apa perasaannya saat menulis. Dia juga ingat inti yang ingin disampaikannya.
'Aku tidak ingin tinggal di negeri yang bisa mengingatkanku akan mimpi buruk. Tapi kemarin malam aku menyadari sesuatu. Mungkin aku bisa menciptakan memori baru, dan kemungkinan itu muncul disaat menghabiskan waktu bersamamu. Sejujurnya aku sangat menyukaimu. Karena itu aku akan bertanya padamu. Bersediakah kau mengejarku? Jika kau juga memiliki perasaan yang sama denganku, aku akan menunggumu di bandara. Pesawatku berangkat jam empat sore. Jika kau muncul, aku tidak akan pergi. Jika kau tidak muncul, aku akan menganggap kenangan kita sebagai mimpi dan melupakannya. Setelah itu kita tidak akan bertemu lagi.'
Setelah selesai menulisnya, Katie berbalik dan melihat Kinsey sudah selesai menulis bagiannya sedari tadi.
Dengan ragu Katie memberikan surat tulisannya pada Kinsey. Disaat Kinsey hampir mengambil kertasnya, Katie langsung menarik tangannya dan menyembunyikan kertas tersebut di belakang pinggangnya.
"Ada apa?"
"Aku berubah pikiran. Aku rasa aku tidak akan sanggup lagi jika kau akan membuang suratku setelah membacanya. Bagaimana kalau kita lupakan saja?"
Kinsey tersenyum tipis mendengarnya. Kecurigaan Kinsey semakin kuat melihat reaksi Katie yang begitu takut dia akan membuang suratnya lagi.
Dia curiga isi surat yang ditulis Katie dengan surat yang dibacanya sangat berbeda. Terbukti dari cerita Katie yang tidak sesuai mengenai isi surat itu dan gadis itu yang mengaku dia patah hati ketika mendengar Kinsey membuang suratnya.
Seharusnya Kinsey-lah yang patah hati membaca surat itu. Karena surat itu tidak mengatakan apapun soal ungkapan perasaan gadis itu terhadap dirinya. Jadi tidak masuk akal jika malah Katie yang patah hati karena Kinsey membuang suratnya.
"Aku tidak akan membuangnya. Aku janji." Kinsey percaya diri dia akan sangat menyukai isi surat Katie. Karena itu dia tidak takut akan merasa patah hati lagi saat membacanya.
Akhirnya Katie menyerah dan menyerahkan kertas tulisannya pada Kinsey. Katie juga turut menerima kertas tulisan Kinsey dan membacanya.
Keningnya mengerut ketika membacanya. Kenapa isi tulisan Kinsey pendek sekali?
'Kinsey, aku sudah memesan tiket pesawat untuk meninggalkan negeri ini. Aku tidak ingin tinggal di negeri yang bisa mengingatkanku akan mimpi buruk. Karena itu aku akan menganggap kenangan kita sebagai mimpi dan melupakannya. Setelah ini mari kita tdak perlu bertemu lagi. Tertanda, Katie.'
Apa-apaan ini?! Katie merasa jengkel membaca tulisan itu. Dia sama sekali tidak percaya Kinsey hanya mengingat bagian dirinya yang akan melupakan kebersamaan mereka.
Sebaliknya Kinsey malah membaca tulisan Katie dengan mata berbinar-binar. Senyumannya melebar membuat Katie merasa bingung.
Selesai membaca isi surat Katie yang sebenarnya, Kinsey menyeringai dengan senang lalu memeluk Katie dengan erat.
"Kenapa kau tampak senang sekali?" tanya Katie yang masih belum bisa mengerti apa yang sedang dipikirkan kekasihnya.
"Aku beritahu ya, jika memang surat yang kubaca itu persis seperti ini.. aku tidak akan tinggal diam begitu saja. Aku tidak perlu menunggu jam penerbanganmu untuk menemuimu di bandara. Aku akan meminta nomor kontakmu pada adikku. Tidak, mungkin aku akan mendatangi rumahmu langsung saat itu juga."
Katie menegang didalam dekapan Kinsey sama sekali tidak percaya apa yang didengarnya. Pria itu akan langsung menemuinya? Tentu saja, pria itu bisa mencari nomor kontaknya atau alamat rumahnya dengan mudah. Cathy serta beberapa temannya sangat tahu dimana dia tinggal.
Katie mendorong tubuhnya sedikit menjauh untuk melihat wajah kekasihnya. Dia masih belum percaya apa yang baru saja dia dengar.
"Benarkah? Kau akan langsung menemuiku?" Katie sama sekali tidak sadar matanya kini berkaca-kaca.
"Aku tidak bohong saat aku bilang aku jatuh cinta padamu pada pandangan pertama. Kau pikir aku adalah orang yang duduk diam saja mengetahui wanita yang kucintai memintaku untuk mengejarnya?" Kinsey tersenyum jahil ketika menjawab pertanyaannya.
Katie merona mendengar penjelasan Kinsey. Dia mendengus sebal karena cara bicara pria itu seakan meledeknya untuk menggodanya.
"Lalu apa ini? Kau hanya ingat bagian yang tidak penting." Katie mengerling ke arah kertas tulisan Kinsey yang masih digenggamnya.
"Bukannya aku hanya mengingat sebagian. Tapi memang hanya itu yang tercantum di dalam suratmu."
"Hanya ini? Itu tidak mungkin. Kurasa kau tidak bisa mengingat.."
"Katie, aku memikiki daya ingatan cukup tajam, bahkan lebih tajam dari adikku. Apalagi sesuatu yang membuat kesan mendalam sangat sulit dilupakan. Isi surat yang kuterima waktu itu memang hanya seperti ini."
Katie melongo tidak percaya. Bagaimana bisa isi suratnya berubah dengan misterius?
"Apakah aku memiliki kekuatan supernatural yang lainnya? Apa aku secara tidak sadar mengubah tulisannya dengan kekuatanku?"
Kinsey tertawa geli mendengar dugaan polos dari sang kekasih. Bagaimana bisa kekasih mungilnya ini masih bisa berpikiran positif terhadap temannya?
"Aku lebih berpendapat temanmu sudah menyabotase suratmu."
"Temanku?"
"Kau menitipkan suratnya pada temanmu kan?"
"Ah, memang benar. Mercy tidak mungkin melakukannya." bantah Katie membela salah satu sahabatnya. "Dia yang paling antusias melihat aku menjadi saudara ipar..." Katie segera mengunci mulutnya rapat-rapat menyadari kalimatnya.
"Oh? Saudara ipar siapa?"
"Aku tidak tahu." rajuk Katie yang merasa luar biasa malu lalu menyembunyikan wajahnya didepan dada pria itu.
Dia merasakan dada Kinsey bergetar menandakan pria itu tengah tertawa. Meskipun Katie merasa malu dan jengkel karena dia merasa dibuli, namun dia merasa kehangatan meliputi hatinya ketika dia merasakan Kinsey mencium puncak kepalanya dengan penuh cinta.
Ah, inikah rasanya dicintai oleh orang yang dicintainya? Setelah membicarakan soal surat tujuh tahun lalu, hati Katie merasa lega dan bebas. Sepertinya selama ini dia terjebak akan masa lalu gara-gara suratnya. Sehingga dia sering merasa gelisah dan tidak percaya akan ketulusan perasaan Kinsey terhadapnya. Begitu Kinsey bersikap dingin sedikit padanya, dia akan uring-uringan dan khawatir.
Ternyata semua ini hanya salah paham saja. Dia tidak tahu siapa yang telah menyabotase suratnya, tapi dia yakin bukan Mercy pelakunya.
Tunggu dulu. Jika seandainya Kinsey membaca surat asli darinya, maka seharusnya mereka tidak perlu bertengkar semenjak awal.
"Jadi, kau membuang suratnya karena kau marah?" tebak Katie kembali mendongak sedikit.
"Orang mana yang tidak marah setelah membaca surat seperti itu? Aku pikir kau mempermainkan hatiku dan memanfaatkanku. Aku marah, juga sedih. Anehnya, aku justru tidak bisa menyingkirkanmu dari pikiranku selama tujuh tahun ini."
Katie tersenyum malu-malu mendengarnya. "Aku juga. Meskipun kau menyakitiku, aku tidak bisa tidak memikirkanmu selama tujuh tahun ini."
"Kurasa..."
"Aku sudah terlalu mencintaimu." ungkap keduanya bersamaan lalu saling melempar senyum bahagia.
Setelah membereskan perihal surat yang merupakan akar kepahitan mereka di masa lalu, perasaan mereka akan satu sama lain semakin kuat. Kini tidak akan ada satupun yang bisa menggoyahkan perasaan mereka dengan mudah. Mereka tidak akan membiarkan ada kesalahpahaman lagi diantara mereka.
Dalam menjalani sebuah hubungan, harus ada saling kepercayaan dan keterbukaan. Karena itu mereka memutuskan untuk melakukannya. Saling terbuka dan bersuara jika seandainya ada yang mengganggu pikiran. Dengan begitu mereka bisa menyelesaikan salah paham atau masalah tanpa harus bertengkar.
Keduanya masih menikmati kebersamaan mereka ketika ponsel Kinsey berbunyi. Dengan enggan Kinsey merogoh ponselnya disaku celananya.
"Halo?"
Katie tidak bisa mendengar apa yang diucapkan oleh orang yang menelpon Kinsey. Tapi pasti bukan sesuatu yang bagus, karena ekspresi Kinsey saat ini dingin dan.. marah?
"Ada apa?" tanya Katie begitu Kinsey mengakhiri panggilannya.
"Meisya dan anak-anak.. menghilang."