Meisya - Dieter
Meisya - Dieter
"Aku sangat sedih. Kau tidak bilang padaku kalau kau memiliki tambatan hati."
"Ah, itu. Maaf. Semuanya terjadi begitu saja."
"Oh, kukira kau menikah dengannya hanya agar kau bisa keluar dari nama Heinest."
"..." Meisya tidak bisa membantahnya karena memang itulah kenyataannya.
"Jadi tebakanku memang benar."
Meisya menghela napas berat. Dia memang tidak bisa menyembunyikan apapun dari kakaknya yang satu ini. Entah kenapa Dieter selalu bisa membaca pikirannya.
"Dieter, aku.."
"Meisya, karena ini adalah keputusanmu, aku tidak akan menghakimimu. Aku harap kau bisa bahagia setelah ini. Dan juga, jika seandainya kau ingin bercerai kau tinggal menghubungiku. Aku pasti akan membantumu."
"Terima kasih. Tapi kami tidak akan bercerai."
"Bukankah pernikahan kalian hanya untuk sementara waktu?"
"Itu tidak benar. Kami menikah untuk seumur hidup kami."
"Kau menyukainya?" tanya Dieter tanpa basa basi.
"Aku sangat menyukainya. Lagipula dia sangat memperlakukanku dengan baik. Aku akan baik-baik saja."
"Sekarang dia memang bersikap baik tapi itu bukan berarti dia tidak akan bersikap sama ke depannya. Perasaan dan sikap manusia bisa berubah. Jangan bertindak bodoh dan terlalu idealis."
"Aku tahu. Tapi.. aku tidak akan menyesali keputusanku. Ini adalah pilihanku dan juga jalan yang akan aku lewati. Aku sangat merasa senang menerima perhatianmu, tapi aku tidak suka jika ada orang yang berusaha mengatur kehidupanku. Tidak ada yang berhak mengendalikan keputusanku yang kumiliki. Bukankah begitu?"
"Aku dengar dia adalah orang Amerika. Apa kau bersedia meninggalkan negaramu dan mengikutinya kembali ke Amerika?"
"Dia adalah suamiku. Tidak peduli kemana dia akan pergi, aku akan selalu mengikutinya. Entah apakah itu adalah tempat yang nyaman atau tempat berbahaya sekalipun.. aku tidak akan pergi meninggalkannya. Aku juga tidak akan pergi walau dia mengusirku sekalipun."
Keduanya sama-sama menghentikan langkah mereka dan saling menyelidik hingga ke dalam mata satu sama lain. Dieter tidak menemukan keraguan pada sinar mata adiknya. Justru sebaliknya, dia melihat keyakinan dan keputusan yang kuat untuk menghadapi apapun yang akan menghalangi jalan gadis itu.
Ah.. adiknya sudah berubah. Dia bukan anak kecil yang suka bersembunyi. Dia bukan anak cengeng yang selalu menangis sendirian dikamarnya.
"Kau sudah besar sekarang. Sepertinya aku bisa melepasmu dengan tenang."
"Jadi selama ini kau menganggapku anak kecil?" keluh Meisya dengan muka cemberut. Kenapa semua orang disekitarnya menganggapnya seperti anak kecil?
Dieter tertawa kecil melihat raut muka lucu adiknya.
"Maaf." lanjut Dieter dengan perasaan bersalah. "Maaf karena tidak bisa melindungimu dengan baik. Maaf karena akhirnya ibuku berhasil membuatmu pergi. Maaf karena sudah membuatmu kesepian selama ini. Aku benar-benar minta maaf."
Nada yang lembut disertai dengan raut muka perasaan bersalah membuat Meisya terenyuh. Dia tidak pernah melihat kakak tertuanya seperti ini.
"Aku terlalu naif mengira ibuku akan melepaskan kalian kalau aku menuruti semua keinginannya. Aku terlau bodoh dan tidak berpikir panjang sehingga hampir membuatku kehilanganmu. Aku.. aku tidak layak disebut sebagai kakakmu. Tidak. Aku memang tidak pantas menyebut diriku sendiri sebagai kakak."
Meisya merasa dadanya sesak seketika. Rupanya, selama ini Dieter menghindarinya hanya agar ibu suri tidak memperhatikannya? Apakah itu berarti, sikap Dieter yang ketus pada Leonard juga disengaja? Agar Leonard tidak mati dengan misterius seperti anak raja lainnya?
Sepasang mata coklat Meisya berkaca-kaca tidak kuasa menahan kesedihannya. Kenapa.. kenapa bisa empat saudara yang dulunya sangat dekat, bahkan nyaris tak terpisahkan... kini bisa menjadi sangat jauh. Seolah ada jurang yang sangat dalam diantara mereka dan tidak ada jembatan apapun untuk menyebranginya.
"Dieter, aku..."
"Mulai sekarang..." potong Dieter tidak memberi Meisya kesempatan untuk bicara. "Kau bukan anggota keluarga Heinest. Apapun yang akan kau lakukan tidak akan berhubungan dengan kerajaan. Untuk beberapa bulan kedepan, akan ada banyak perubahan yang akan terjadi. Aku ingin kau tetap diam dan tidak menginjakkan kaki ke istana. Sama halnya kami tidak memiliki hubungan apapun denganmu, kau juga tidak memiliki wewenang untuk bertindak atau mengetahui apa saja yang terjadi di dalam istana."
Meisya merapatkan bibirnya dengan sedih. Dia tahu itu, dia sangat tahu konsekuensi yang harus dihadapinya jika menikah dengan orang yang bukan pilihan sang raja. Tapi hatinya tetap merasa sakit ketika dia dilarang untuk menginjak kakinya di istana... sebuah tempat yang selama ini ia sebut... rumah.
Apakah itu berarti dia tidak akan bertemu dengan Leonard lagi? Bagaimana dengan Keisha? Wanita itu pasti akan merasa kesepian. Ah, Meisya juga sangat merindukan Alpha. Tiap kali dia bersedih atau memiliki tekanan batin, Alpha selalu sabar menemaninya dan mendengar segala curahan hatinya.
Belum lagi umbranya yang selalu mengawasinya dan melindunginya tiap kali dia keluar istana. Semenjak dia 'diculik' Stanley, Meisya belum bertemu kembali dengan orang-orang yang disayanginya. Kini mendapat perintah dia tidak boleh melewati gerbang istana bagaikan mendapatkan hukuman pinalti yang sangat berat.
Dia bahkan belum sempat berpamitan pada mereka. Hal ini membuat Meisya semakin sesak dan sedih.
"Aku akan memberitahu Leonard serta Keisha mengenai pernikahanmu. Aku yakin mereka akan mengerti dan mendoakan kebahagiaanmu." lanjut Dieter karena tidak tahan melihat Meisya bersedih. "Lalu, ini." Dieter memberikan sepucuk surat pada Meisya.
Meisya membuka surat yang terlipat itu dan membaca isinya. Meisya mendekap mulutnya dengan sebelah tangannya. Air matanya hampir-hampir tidak bisa dibendung lagi.
Surat itu ditulis umbranya. Dia mendoakan kebahagiannya dan akan selalu siap membantunya disaat Meisya memanggilnya. Meisya hanya perlu datang ke Bayern dan menyebut nama asli umbranya, dan orang tersebut akan muncul untuk melayaninya.
Meisya merasa terharu karena masih ada orang yang tulus menyayanginya. Dia sama sekali tidak menyangka hingga sampai detik ini, umbranya masih memikirkannya.
"Sekarang kau lihat, ada banyak orang yang menyayangimu. Kau tidak sendirian di dunia ini. Meskipun kau tidak boleh kembali ke istana, bukan berarti kau tidak bisa bertemu dengan orang yang kau sayangi. Suatu saat nanti, kau akan bertemu dengan mereka lagi."
Tes. Air mata Meisya lolos dari tempatnya dan mengalir begitu saja membasahi pipinya. Dieter mengusap air matanya dengan jari telunjuknya.
"Tidak perlu menangis. Ada satu lagi kejutan untukmu."
"Apa?"
Dieter berbalik dan menyingkir dari hadapan Meisya agar gadis itu bisa melihat apa yang ingin ditunjukkan Dieter.
"Alpha!?"
Meisya langsung berlari menghambur ke arah serigala merah dan memeluk lehernya. Alpha juga mengeluskan kepalanya ke ceruk leher Meisya untuk membuktikan bahwa dia juga merasa senang bertemu dengan Meisya lagi.
"Aku tidak tahu kau juga ada disini."
Yang sebenarnya, Dieter sangat kerepotan melacak keberadaan Meisya semenjak mereka meninggalkan apertemen yang disewa Stanley.
Dieter benar-benar telah meremehkan Stanley sehingga dia tidak menyangka Stanley malah menuntun BZO ke suatu tempat yang jelas bukan tempat ini.
Kalau saja Alpha tidak melacak dan mengikuti bau Meisya, maka sampai kapanpun Dieter tidak akan bisa menemukan lokasi Meisya yang sebenarnya.
Seharusnya dia menyembunyikan Alpha dari jangkauan Stanley. Tapi kini percuma saja, karena Stanley sudah mengetahui rahasianya. Jadi tidak masalah memunculkan Alpha sekarang. Lagipula binatang mistis ini juga ingin bertemu dengan Meisya untuk terakhir kalinya.
Setelah reuni singkat dengan Alpha, suasana hati Meisya membaik dan tidak bersedih kembali.
Dieter menyarankannya untuk kembali ke arah rumah, karena Dieter harus segera pergi.
"Aku punya hadiah untukmu. Aku menyuruh Norman menitipkannya pada suamimu."
Wajah Meisya merona mendengar kata suami dari mulut kakaknya. Apakah ini berarti Dieter sudah merestui pernikahannya?
"Sampai ketemu lagi. Aku harap disaat kita bertemu kita bisa bersama Leo dan Adri. Kami akan menikmati permainan pianomu seperti dulu."
Senyuman Meisya melebar mendengar harapan dari kakaknya. Dia juga mengharapkan hal yang sama. Tapi.. apakah itu mungkin?
Adrianna terlalu membencinya sementara Leonard; dia sudah tidak lagi menganggap Dieter sebagai kakaknya.
Meisya tidak tahu apakah harapannya bisa terwujud, tapi untuk hari ini saja.. hari ini dia akan kembali ke masa kanak-kanaknya dulu.
"Dieter!"
Dieter yang sudah membuka pintu mobilnya menoleh kembali ke arah Meisya.
Meisya mengayungkan kedua tangannya dari bawah lalu bergerak keatas secara berlawanan membentuk sebuah lingkaran. Dia melakukan tarian konyol yang lucu dengan menggerakkan tangannya seolah menangkap sesuatu di tengah udara hingga berakhir didepan dadanya dengan menyatukan jemarinya membentuk sebuah hati.
"Aku sangat menyayangimu." ujar Meisya berikutnya dengan senyuman tulus menghiasi wajahnya.
Dieter ikut tersenyum mengenang masa kecilnya dulu. Ketika dia sedang bersedih karena dimarahi ibunya, ketiga adiknya selalu menghiburnya dengan tarian lucu kemudian bersamaan mengakhiri tarian mereka dengan mengatakan 'Aku sangat menyayangimu.'
Dieter tidak jadi masuk ke dalam mobilnya tapi kembali menghampiri Meisya. Sebelah tangannya terangkat bergerak hingga ke belakang kepala Meisya. Detik berikutnya, Dieter memberi kecupan panjang di kening Meisya.
Meisya tercengang menerima kecupan di dahinya. Seingatnya setelah ini, Dieter hanya tertawa lalu memberi ketiga adiknya hadiah. Kenapa Dieter mencium keningnya? Bukankah anggota kerajaan mengajarkan etika tidak boleh mencium sembarangan meskipun mereka adalah saudara?
Begitu bibir Dieter menjauh dari keningnya, Dieter membungkuk dan membisikkan sesuatu ke telinga Meisya.
Meisya memandang Dieter dengan pandangan tidak mengerti dan bertanya-tanya.
"Kau akan mengerti setelah ini." seolah bisa menjawab pertanyaan batin Meisya, Dieter menjawabnya dengan tersenyum misterius.
Meisya masih tidak mengerti, namun dia sudah tidak merisaukannya lagi ketika Dieter berbalik dan masuk ke dalam mobilnya. Kali ini benar-benar pergi. Meisya sungguh berharap ini bukan pertemuan terakhir mereka.