Keputusan Dieter
Keputusan Dieter
Keduanya sangat menyayangi dua adik perempuan yang baru lahir itu. Sayangnya, ibu kandung Meisya langsung meninggal begitu melahirkan. Karena itu dia dirawat di aula khusus dimana tidak sembarang orang bisa memasukinya.
Jadi mereka hanya bisa mencurahkan kasih sayang mereka sebagai kakak pada Adrianna selama beberapa tahun.
Setelah Meisya bisa berjalan dan berbicara, barulah mereka bisa berkumpul bersama. Keempatnya bermain bersama, bercanda bahkan mengerjai guru pribadi mereka membuat Adrianna serta Meisya tertawa cekikikan.
"Dieter, kau nakal sekali. Kenapa kau tega menaruh permen karet di kursi Sir. Lancelot?" Meisya hendak menasihati kakaknya tapi gagal menahan cekikikannya.
"Kalian lihat wajah merahnya tadi? Dia benar-benar marah tapi tidak bisa memarahi kita." sambung Adrianna masih tertawa terbahak-bahak disusul tawa Leonard.
"Haish. Kalian adik-adik nakal. Kenapa tadi tidak mencegahku?" sambung Dieter berpura-pura mengomel.
"Tidak bisa begitu. Kami para adik akan selalu mengikuti dan meniru cara sikap kakak tertua kami. Benar tidak?"
Ucapan Leonard diangguki Meisya serta Adrianna dengan semangat.
Itulah salah satu kenangan manis diantara mereka berempat sebelum tercipta sebuah jembatan diantara mereka.
Diantara anak-anak raja lainnya, Dieter paling dekat dengan Leonard dan Meisya. Tentu saja dia juga menyayangi adik kandungnya dengan sama besarnya. Sayangnya, adiknya sudah dibutakan rasa iri terhadap Meisya. Belum lagi, ibunya yang selalu memasukkan pikiran negatif pada Adrianna terhadap Leonard dan Meisya.
Semenjak itu, semenjak dia dilantik sebagai putra mahkota... hubungan mereka berempat hancur dan terbagi menjadi dua. Dieter dan Adrianna di bawah naungan perlindungan Victoria sementara Leonard dan Meisya harus berjuang sendiri menghadapi intrik politik yang kejam.
Untungnya, Leonard sangat pintar dan pandai menyelidiki situasi. Dia tahu kapan bertindak layaknya seorang pemimpin dan kapan bertindak bodoh. Selama Leonard tidak menjadi rintangan bagi Dieter untuk menjadi raja, ibunya tidak akan menyentuh Leonard.
Sementara Meisya, entah kenapa ayahnya membuat hukum serta peraturan khusus untuk Meisya. Bahkan ada pasukan pribadi secara tersembunyi untuk melindungi Meisya.
Dia tidak tahu alasannya sebelumnya. Tapi kini.. setelah menjadi raja, dia tahu alasannya. Dia mengetahui semuanya. Segala dosa dan kesalahan yang dilakukan ibunya serta Lemar dimasa lalu. Kebenaran yang tidak diketahui semua orang. Bahkan penguasa lainnya belum tentu mengetahuinya.
Yang mengetahuinya hanyalah raja sebelumnya, Keisha dan... 'orang' itu.
Setelah mengetahui kebenaran ini, dia tahu dia harus menghukum ibunya beserta Lemar. Tapi dia tidak memilki bukti ataupun saksi. Keisha serta 'orang' itu bisa menjadi saksi yang kuat. Tapi Keisha tidak mau bersaksi demi melindungi putrinya.. putri kembarnya. Sementara 'orang' itu... tidak diketahui keberadaannya semenjak kejadian itu.
Dieter mungkin bukanlah raja yang bijaksana, tapi dia sangat menyayangi keluarganya. Semua keluarganya termasuk saudara-saudara tirinya. Dia mencari cara agar ibunya tidak perlu dihukum mati. Dia juga mencari cara agar Adrianna bisa kembali seperti dulu lagi.
Tapi.. setelah menunggu dan menemani Adrianna serta ibunya di tengah-tengah kesibukannya, mereka berdua tidak berubah. Malahan.. kini Leonard terpaksa merencanakan pemberontakan menentangnya dan Meisya hampir mati diracuni ibunya. Tentunya tidak heran jika Leonard ingin menentangnya karena sikapnya yang tidak layak menjadi raja. Tapi Dieter memang sengaja melakukannya. Dia sengaja membiarkan ibunya yang mengambil alih agar ibu suri melunak terhadap Meisya.
Kini, Meisya sudah pergi dari istana. Cepat atau lambat Leonard akan menunjukkan taringnya. Jika memang Leonard menginginkan tahtanya, dengan senang hati Dieter akan memberikannya. Tapi tidak dengan cara seperti ini.
Dieter tidak ingin Leonard dipandang sebagai pengkhianat dan tidak pantas menjadi raja. Karena itu, Dieter memutuskan untuk bertindak.
Jika dia harus memilih antara ibu kandungnya atau saudara tirinya, maka dia akan membela pihak yang telah menjadi korban selama ini... walau harus menghukum ibunya yang membuat hatinya terasa pedih.
Untuk terakhirnya.. dia ingin melihat, apakah masih ada belas kasihan pada ibunya. Dia yakin Victoria tidak tahu apa yang telah diperbuat Lemar terhadap Meisya melalui Alexsei. Karena itu dia berharap setidaknya ibunya merasa kasihan terhadap Meisya.
Tapi.. malah sebaliknya. Ibunya sama sekali tidak merasa sedih, malah terlihat bangga pada Lemar.
Tidak peduli seberapa besar kasih dan kesabaran yang diberikan Dieter untuk ibunya, Dieter tidak bisa lagi menahan sikap ibunya lebih lama lagi. Dia tidak ingin lebih banyak orang yang menjadi korban kebencian ibunya. Terlebih lagi dua orang yang sangat disayanginya.
Dieter meletakkan gelas winenya lalu memanggil kepala prajurit yang selalu menyertainya.
"Atur kendaraan untuk ibuku. Mulai hari ini beliau tidak memiliki wewenang dalam kerajaan dan akan menghabiskan seumur hidupnya di tempat yang kutunjuk."
"Baik."
"Kau pikir bisa menyingkirkanku dengan mudah? PENGAWAL!!"
Dalam sekejap dua puluh orang masuk melalui jalur berbeda-beda mengepung Dieter serta kepala prajuritnya. Kepala prajuritnya langsung mengacungkan senjatanya untuk melindungi Dieter, sementara Dieter masih berdiri di tempatnya dengan santai tanpa rasa takut.
"Ibu, aku benar-benar tidak ingin melakukan ini. Tolong jangan paksa aku."
"Kalau begitu berhentilah menentangku. Aku sudah membantumu naik tahta. Aku juga melakukan semuanya demi kebaikanmu. Apa kau tidak bisa melihat pengorbananku?"
"Aku tahu. Dan aku sangat berterima kasih karenanya. Tapi, sedari awal kau tahu aku tidak menginginkan posisiku saat ini. Dan juga.. caramu untuk melindungiku adalah salah. Aku sama sekali tidak menyukainya."
"Baik. Terserah kau. Aku tidak akan pergi dari sini. Kau tidak bisa menyingkirkanku dari posisiku! Dieter, jika kau tidak pergi sekarang, aku bisa membuat mereka menurunkanmu dari tahtamu saat ini juga. Kau tidak pantas menjadi raja dengan sikap seperti itu."
"Oh? Mereka bisa menyingkirkanku?" nadanya terdengar tertarik tapi ekspresinya sama sekali tidak terkejut ataupun tertarik dengan pernyataan ibunya.
"Kau sama sekali tidak tahu. Ayahmu sudah memberikan mereka padaku untuk melindungiku jika seandainya raja yang sekarang berusaha menyingkirkanku. Bahkan kau sendiri juga tidak bisa berbuat apa-apa."
Dieter mendesah pelan. "Baiklah, aku mengaku kalah."
Mendengar ini membuat Victoria tersenyum penuh kemenangan.
"Jadi kau akan merubah pikiranmu untuk tidak memaksaku pergi kan?"
"Sebelum itu, ada satu hal yang ingin kutanyakan."
"Tanyakan saja."
"Apakah.. ibu yang membunuh ayah?"
Raut muka Victoria sangat datar tanpa ekspresi apapun. Orang biasa tidak akan tahu apa yang dipikirkan sang janda permaisuri. Tapi tidak dengan Dieter. Dia masih bisa mengenali perubahan ekspresi ibunya.
Tidak perlu mendengar jawabannya, Dieter sudah tahu jawabannya.
"Norman, urus kepergian ibuku sekarang. Dia akan berangkat ke Fussen sejam lagi."
Norman, kepala prajuritnya melirik ke arah Dieter dengan bingung. Saat ini mereka tengah dikepung oleh pasukan khusus janda permaisuri. Kenapa rajanya ini malah menyuruhnya pergi untuk mengurus kepergian ibu suri? Bukankah saat ini keadaan disini sangat darurat?
"Kenapa kau diam saja?"
"Tapi, Yang Mulia.."
"Kau menentangku?"
"Hamba tidak berani."
"Pergi sekarang!"
Meski agak ragu meninggalkan rajanya seorang diri, Norman tetap melakukan perintahnya. Setelah mengawal disisi Dieter selama belasan tahun, Norman tahu rajanya pasti punya rencana sendiri untuk menangani pasukan janda permaisuri.
Begitu Norman keluar dari kamar pribadi Victoria, wanita tua itu tertawa terbahak-bahak.
"Dieter, kau masih ingin melawanku? Kau tidak bisa menyingkirkanku, sampai kapanpun kau tidak akan pernah bisa membuatku pergi dari sini!"
"Ibu, tahukah ibu berapa banyak ibu melakukan dosa? Harus berapa banyak korban lagi untuk membuat ibu puas? Aku tidak bisa membiarkan ibu bertindak lebih jauh lagi. PENGAWAL! AKTIFKAN KODE MERAH!"
Begitu selesai memberi perintah, sebagian besar dari pasukan khusus Victoria yang mengepung Dieter menggorek leher rekan sebelahnya dengan belati kecil. Kelincahan serta kecepatan mereka tak terduga hingga tidak sampai sedetik separuh dari mereka tergeletak tak bernyawa di lantai.
Sisanya berbalik melawan Victoria dan mengepung wanita tua itu yang kini pucat pasi melihat apa yang terjadi.
"A..apa!? Tidak mungkin. Bagaimana bisa?"
"Jika raja sebelumnya menganugerahi ibu sebuah pasukan untuk melawanku, tentunya raja yang sebenarnya memiliki pasukan sendiri untuk menghadapi pengkhianatan janda permaisuri. Aku tidak percaya ibu tidak pernah memikirkan kemungkinan ini."
"Ti..tidak mungkin."
"Ibu, aku sungguh berharap ibu bisa tetap tinggal disini. Tapi.. sepertinya itu mustahil."
"Dieter, kau.." serasa seperti tidak memiliki tenaga, Victoria menatap putra yang selama ini disayanginya dengan tatapan penuh kekecewaan.
"Tenang saja. Setelah semua ini berakhir, aku akan menemani ibu bersama Gwen di Fussen. Aku harap saat itu tiba, aku bisa mendapatkan ibuku kembali. Ibu yang hangat dan selalu tersenyum bagai sinar matahari yang terbit di pagi hari. Aku sungguh berharap saat itu tiba."
Victoria merapatkan bibirnya. Benci. Ini pertama kalinya dia membenci anaknya sendiri.
Melihat tatapan membunuh dari ibunya membuat Dieter mendesah sedih. Wanita tua itu tega membunuh suaminya.. tidak akan heran jika Victoria ingin membunuh anak kandungnya sendiri. Di mata wanita tua itu, kekuasaanlah yang terpenting.
"Bawa janda permaisuri pergi dari sini. Pastikan keamanannya dan tidak boleh ada satupun yang mengunjunginya."
"Baik." jawab kesepuluh prajurit yang tadinya bekerja dibawah pimpinan janda permaisuri.