Meisya Merajuk
Meisya Merajuk
Malam itu, Meisya tidak ditidurkan di kamarnya sendiri melainkan di atas ranjang di kamar utama yang ditempati Stanley selama ini. Di dalam kamarnya ada beberapa kamera khusus yang menyambung langsung ke saluran sinyal Selenka. Dengan begitu Selenka bisa mengawasinya dan mendeteksi kondisi tubuhnya.
Selenka memang diprogram khusus untuk membaca kesehatan fisik seseorang. Bahkan kemampuannya tidak kalah dengan dokter ahli lainnya dalam mendiagnosis suatu penyakit. Bedanya, Selenka tidak bisa menyembuhkan atau melakukan operasi seperti dokter lainnya. Karena itu Stanley masih membutuhkan seorang dokter dalam mengeluarkan obat apapun yang sudah dikonsumsi Meisya.
Selebihnya, dokter tidak diperlukan lagi dan cukup Selenka yang mengawasi kondisi Meisya.
Meski sudah duduk disebelah Meisya yang tengah tertidur selama berjam-jam, Stanley tetap tidak merasa lelah atau mengantuk. Dia terus melihat wajah polos Meisya yang tertidur pulas.
Dia tidak bisa membayangkan apa jadinya jika sampai terlambat datang. Tidak. Dia sudah terlambat mengingat Meisya telah mengonsumsi minuman yang sudah dimasuki obat haram itu. Untungnya dia tidak terlalu terlambat. Kalau tidak, dia tidak akan bisa memaafkan dirinya sendiri kalau sampai terjadi sesuatu pada Meisya.
Stanley menghela napas mencoba mengingat apa yang dilihatnya tadi. Dia jelas melihat ada dua orang yang sama sekali tidak bergerak. Mereka tidak tampak bernapas atau menunjukkan tanda kehidupan, tapi mereka juga tidak tampak sudah mati.
Sebenarnya apa yang terjadi? Apakah ini salah satu kekuatan misterius lainnya? Apakah mungkin secara alami, energi raja merah melindungi saudara kembarnya?
Apakah itu berarti Katie mengetahui Meisya berada dalam bahaya? Tapi bagaimana caranya? Dia tidak melihat kehadiran Katie, jadi bagaimana bisa Katie menolongnya?
Berbagai ribuan pertanyaan memenuhi pikirannya, namun begitu mendengar suara gumaman dari Meisya, Stanley langsung memusatkan perhatiannya pada wanita itu.
"Tidak, jangan.."
"Meimei, kau sudah aman. Tenanglah."
Meisya yang mengira masih diikat dan disentuh dengan cara menjijikkan, secara refleks dia selalu memberontak tiap kali kesadarannya kembali.
Namun saat ada seseorang memanggilnya dengan sebutan Meimei, Meisya memberanikan diri untuk membuka matanya. Di dunia ini satu-satunya pria yang memanggilnya Meimei hanya Hunter seorang.
"Hunter?"
"Hm. Aku disini." jawab Stanley dengan senyuman lembut di wajahnya.
Meisya sudah bisa membedakan yang mana senyuman palsu atau senyuman tulus. Namun saat ini, dia sama sekali tidak tahu apakah senyuman Hunter kali ini memang tulus atau hanya senyuman palsu karena pekerjaannya.
"Aku ingin pulang. Biarkan aku kembali pada keluargaku."
"Hm. Aku akan mengantarmu pulang setelah kau sehat."
"Apakah itu berarti kita tidak akan bertemu lagi?"
"Kau bisa menghubungiku. Aku akan menemuimu kapanpun kau mau."
"Benarkah?"
"Aku juga akan membawakanmu oleh-oleh. Hubungi aku dan aku akan berlari padamu."
"Seberapa besar dari ucapanmu yang benar? Ataukah itu hanya kalimat untuk menghiburku sementara waktu?"
"..." Stanley tidak menjawab tapi dia meletakkan tangannya dibawah telapak tangan Meisya sehingga kedua telapak mereka saling beradu. Lalu, Stanley mengangkat tangannya ke arah mulutnya untuk memberinya kecupan lembut di punggung tangannya. "Semua yang kukatakan barusan adalah benar. Aku serius dengan ucapanku."
"Bagaimana aku bisa mempercayaimu? Selama ini kau menindasku dan menghindariku. Lalu mengucapkan serentetan kalimat yang menyakitkan. Apa kau tahu aku menangis sendirian setelahnya?"
"Maaf. Aku tidak akan melakukannya lagi."
Kelopak mata Meisya mulai terlihat setengah terpejam. Jelas sekali Meisya berusaha untuk tidak jatuh terlelap.
"Tidurlah. Kita akan bicara besok pagi."
Dengan lemah Meisya menggelengkan kepalanya menolak untuk tidur. "Kau akan menghilang jika aku tidur. Kau tidak pernah bersikap manis seperti ini padaku."
"..." Stanley sama sekali tidak bisa membantahnya. Bukannya dia tidak mau bersikap baik dan manis terhadap Meisya, tapi dia sengaja melakukan semua hal yang bisa membuat Meisya membencinya untuk mengubur perasaannya sendiri sekaligus membuat gadis itu tidak jatuh hati padanya.
Menghabiskan waktu bersama di awal-awal Meisya tinggal di Belanda membuat Stanley menyadari sikap Meisya yang agak berubah disekitarnya.
Gadis itu berusaha tampil secantik mungkin atau mengajaknya bicara seperti seseorang yang tertarik ingin mengenalnya lebih jauh. Jangan lupakan tatapan gadis itu tiap kali memandangnya dengan penuh kekaguman.
Stanley bukanlah orang bodoh karena dia sering didekati para gadis terlebih disaat dia melakukan transformasi besar-besaran di masa kuliahnya dulu. Karena itu dia sangat mengenal arti pandangan Meisya terhadapnya. Meisya tertarik padanya, begitu juga dengan dia yang mulai tertarik pada Meisya.
Namun, Stanley terlalu pengecut menghadapi perasaannya... terlebih menghadapi masa lalunya. Karena itu dia memilih melarikan diri dan berusaha membunuh perasaannya.
Tapi sekarang... dia tidak mungkin bisa membunuh perasaannya. Dia tidak bisa lagi kabur dari perasaannya. Memikirkan ada orang yang hendak mencelakai Meisya bahkan memaksakan hawa nafsunya pada gadis itu membuatnya naik pitam.
Dia sama sekali tidak bisa membayangkan bila Meisya disentuh atau menjadi milik orang lain selain dirinya. Ini pertama kalinya baginya.
Bahkan disaat dia jatuh cinta dan rela memberikan segalanya untuk 'wanita' itu, Stanley sama sekali tidak merasakan perasaan seperti saat ini.
"Hunter?"
Panggilan suara merdu yang sangat indah membuyarkan lamunannya. Dia melihat ada kilatan khawatir dan takut pada pancaran matanya.
"Beritahu aku apa yang kau inginkan. Aku akan mengabulkan permintaanmu sebagai bukti bahwa aku bersungguh-sungguh dengan ucapanku."
"Benarkah?"
"Benar."
"Aku bisa minta apa saja?"
"Apa saja."
"Kalau begitu, aku ingin kau menikah denganku."
Satu.. dua.. tiga.. hingga detik ke sepuluh Stanley belum tersadar dari keterkejutannya. Apakah ada masalah dengan telinganya? Ataukah dia yang sedang bermimpi saat ini?
"Selenka, tadi dia bilang apa?" Stanley mendongakkan kepalanya ke arah kamera kecil di ujung langit ruangan.
"Tadi dia bilang dia ingin kau menikah dengannya."
Stanley segera mengarahkan pandangannya kembali kearah Meisya masih tidak percaya apa yang diinginkan gadis itu.
"Kau tidak mau?" tanya Meisya dengan tatapan memelas bercampur sedih dan putus asa membuat Stanley kehabisan kata-kata.
Tadinya dia berpikir Meisya akan memintanya untuk menemaninya setiap hari. Atau memintanya untuk mengantar gadis itu kembali ke Jerman. Atau memintanya untuk selalu melindunginya dari para penculik seperti Peskhov.
Atau mungkin permintaan kanak-kanak seperti menyuruhnya untuk menjadi pelayan pribadinya atau membelikannya apapun yang diinginkan. Pokoknya apapun selain memintanya untuk menikah dengannya.
Dia sama sekali tidak mengira Meisya akan meminta pernikahan dengannya. Sungguh permintaan yang sangat gila!
Apakah semua wanita di Jerman seagresif seperti ini? Ternyata bukan hanya Hillary yang agresif dan frontal dalam upayanya untuk memiliki Kinsey, ternyata wanita Jerman tidak ada bedanya? Tidak. Tidak. Secara teknis Hillary termasuk keturunan orang Jerman mengingat ayahnya adalah saudara ipar Lemar Delcrov.
Itu berarti... apa semua wanita Jerman sangat agresif seperti ini?
"Hunter?" sekali lagi suara merdu Meisya mengganggu lamunan Stanley.
"Meimei, kau setengah tidak sadar sekarang. Ucapanmu mulai melantur kemana-mana. Sebaiknya kau cepat tidur."
"Aku tidak mau." Meisya merajuk yang tidak pernah diperlihatkannya sebelumnya. Sepertinya masih ada sisa efek alkohol didalam tubuh Meisya membuat sifat Meisya berubah seratus delapan puluh derajat. "Bagaimana kalau kau pergi begitu aku tidur? Bagaimana kalau mereka menangkapku lagi? Bagaimana kalau aku terbangun di tempat asing lagi? Aku takut."
Stanley merasa hatinya sesak mendengarnya. Dia sama sekali tidak tega melihat Meisya ketakutan seperti ini. Lebih baik gadis itu marah-marah atau tertawa seperti biasanya. Dia tidak mau Meisya tampak rapuh dan bisa rusak sewaktu-waktu.
"Kau aman disini. Aku tidak akan kemana-mana. Aku tidak akan membiarkan mereka menyentuhmu lagi. Jadi, sekarang tidurlah. Hm?" Stanley mengusap lembut puncak kepalanya berusaha membujuk Meisya untuk lekas tidur.
"Kau begitu baik padaku, kenapa tidak mau menikah denganku?"
Stanley mendesah lelah menghadapi kekerasan kepala Meisya. Dia hendak mengiyakannya saja agar Meisya mau segera tidur, namun sebelum dia sempat menjawab, Meisya melontarkan kalimat tak terduga membuatnya mematung di tempat.
"Kita bisa bercerai sewaktu-waktu jika kau tidak tahan denganku."
Kening Stanley mengernyit sama sekali tidak suka dengan kalimat terakhir Meisya. Memangnya pernikahan itu adalah permainan sehingga gadis itu bisa mengumbar kata cerai dengan mudah?
Sungguh.. sangat sulit mengetahui apa saja yang dipikirkan gadis berambut merah ini. Cara berpikirnya dan kalimat yang diucapkannya sama sekali tidak bisa diprediksinya.