Curahan Hati Meisya
Curahan Hati Meisya
Karena Hunter tidak ada di Belanda lagi, maka Meisya tidak memiliki alasan untuk pindah. Karena itu Meisya tetap tinggal di apertemen mewah tersebut.
Semenjak kepergian Stanley, Meisya baru menyadarinya bahwa dia merasa kesepian. Walau Angel sering datang mengunjunginya atau mengajaknya makan di luar, namun dia tetap merasa ada yang menghilang.
Ah, benar. Suara Adrey yang biasanya sering berdebat dengan Selenka atau Eleanor yang berusaha melerai keduanya sudah tidak terdengar lagi. Yang ada hanyalah Selenka yang sering menemaninya berbicara disaat dia sendirian di apertemennya. Sementara Eleanor... dia tidak banyak bicara dan sering log off dengan sendirinya.
Sepi.. tidak ada siapa-siapa disana. Meski dia tidak ingin melihat Hunter, tapi setidaknya disaat Hunter masih ada, dia tidak merasa kesepian. Terkadang pria itu akan keluar dari kamarnya untuk sekedar minum. Atau disaat Hunter melihatnya bosan, pria itu akan mengajaknya bermain catur atau pergi jalan-jalan di luar.
Meisya tidak tahu kalau dia bisa menginginkan kehadiran seseorang seperti ini. Apakah dia merindukan orang itu? Apakah dia mulai tertarik pada Hunter?
Meisya bergelung di atas sofa sambil menatap acara di tivi dengan tatapan kosong.
"Hunter, kembalilah." bisik Meisya tanpa disadarinya.
Kini dia merasa tidak apa-apa jika Hunter suka menindasnya. Tidak apa-apa jika Hunter sering membuatnya takut, asalkan Hunter tidak meninggalkannya seperti ini. Pria itu bahkan tidak pamit atau memberitahunya ketika berangkat ke Jerman.
"Meimei, kau kelihatan sedih sekali. Ada apa?" tanya Selenka yang akhirnya bersuara setelah log off selama beberapa jam.
"Aku tidak sedih. Aku hanya bosan."
"Zzzzz... Aku tahu kau bohong."
"Memangnya kau bisa mendeteksi kebohongan manusia?"
"Tidak. Tapi aku bisa membaca ekspresi manusia. Aku diprogram untuk mengetahui kesehatan serta kejiwaan manusia. Aku bisa mendeteksi apakah seseorang sedang sakit, sedih, marah atau senang. Tugasku adalah menghibur dan menjadi teman curhat jika manusia merasa sedih atau tertekan. Dan saat ini, tugasku adalah menjaga kenyamanan dan kesejahteraan hatimu."
Meisya tertawa kecil mendengar penjelasan panjang lebar itu.
"Memangnya siapa yang memberimu tugas seperti itu?"
"Tentu saja sayangku, siapa lagi yang bisa memberiku tugas kalau bukan penciptaku?"
"..." Meisya sama sekali tidak menyangka akan mendengar jawaban seperti itu. Dia sama sekali tidak mengerti dengan cara pikir Hunter. Pria itu berbuat semua hal yang dibencinya tapi menyuruh rekan kerjanya untuk menyenangkan hatinya? Sebenarnya apa tujuan pria itu melakukan hal yang sangat kontras dengan apa yang diperintahnya?
"Jika aku ingin mencurahkan isi hatiku padamu, apakah kau akan membocorkannya pada Hunter?"
"Tidak akan. Kau bisa menyuruhku untuk menghapus memoriku setelah ini. Dengan begitu kau tidak perlu khawatir aku akan membocorkannya atau sayangku yang akan membuka paksa databaseku."
"Kau bisa menghapus memorimu sendiri?"
"Tentu saja bisa. Segala percakapan serta informasi yang kudapatkan, semuanya tersimpan rapi didalam databaseku. Aku bisa memilah yang mana yang harus kulaporkan pada sayangku dan yang mana yang tidak perlu kulaporkan. Yang sangat tidak penting atau atas permintaan sayangku, aku bisa menghapus dan menghilangkan file memoriku secara permanen."
Untuk kesekian kalinya Meisya menghela napas panjang. Dia tahu kalau Hunter adalah orang yang sangat pintar hingga bisa menciptakan program non fisik yang bisa berbicara seperti manusia. Bahkan tiga program yang dikenalnya memiliki karakter dan fungsi yang berbeda-beda.
Hanya saja Meisya sama sekali tidak menyangka apa yng diketahuinya selama ini hanyalah kulit luarnya saja. Ternyata dia sama sekali tidak tahu apa-apa tentang Hunter.
Sekarang Selenka menawarkan diri untuk menjadi pendengar yang baik. Dia bahkan bisa menghapus percakapan mereka malam ini secara permanen. Apakah dia boleh menggunakan kesempatan ini untuk mengenal Hunter lebih dalam?
"Sebenarnya aku sedang memikirkan Hunter." aku Meisya pada akhirnya.
"Sayangku? Ada apa dengan sayangku?"
"Aku sama sekali tidak mengerti dirinya. Dia menyuruh Angel memasakkan segala makanan kesukaanku, bahkan memberiku hape baru dengan warna dasar kesukaanku. Dia juga memberimu tugas untuk menjagaku. Tapi.. dia sendiri... dia melakukan semua hal yang kubenci. Seolah dia sama sekali tidak ingin berbuat baik padaku. Meski dia sedang berbaik padaku, dia tampak melakukannya dengan terpaksa. Aku sama sekali tidak mengerti. Apakah mungkin yang sebenarnya aku ini memang menyusahkan? Atau aku ini dianggap sebagai beban yang berat baginya?" entah kenapa Meisya bisa mengungkapkan isi hatinya dengan begitu lancar. "Selenka, apa kau tahu jawabannya?"
"Aku mungkin tahu alasannya, tapi maaf.. aku tidak bisa memberitahukannya padamu."
"Kenapa?"
"Jika kau ingin tahu alasannya, kau harus bertanya langsung pada sayangku. Atau mungkin membiarkan dia sendiri yang akan menceritakannya padamu. Tidak baik jika kau mengetahuinya dari orang lain."
"Mengetahui apa?"
"..."
"Baiklah. Kalau begitu aku ingin tanya, apa kau tahu kenapa dia menculikku? Apakah rencana kalian memang menculikku dari istana?"
"Tidak. Seharusnya sayangku tidak perlu menculikmu. Tindakannya malam itu sama sekali di luar rencana."
"Apa yang dia lakukan dengan menyusup istana? Dia menjalankan suatu misi?"
"Begitulah."
"Misi seperti apa?"
"Maaf. Ini termasuk pembahasan rahasia. Aku tidak bisa memberitahumu. Kau bisa bertanya langsung pada sayangku nanti kalau dia sudah kembali."
Meisya mendesah pasrah mendengarnya. Padahal tadinya dia mengira dia bisa mengorek informasi mengenai pria itu dari Selenka. Tapi ternyata gagal. Entah kenapa dia sama sekali tidak bisa menyingkirkan bayangan Hunter dari pikirannya. Terlebih saat mengetahui tindakan pria itu yang diam-diam melakukan sesuatu yang menyukakan hatinya membuatnya semakin penasaran terhadap penculik misteriusnya.
Atukah mungkin... mereka pernah bertemu sebelumnya? Hunter mengenalinya? Itu sebabnya dia merasa dia pernah bertemu dengan Hunter?
"Selenka, apakah aku pernah bertemu dengan Hunter sebelum dia menculikku? Aku merasa aku pernah bertemu dengannya sebelum ini."
"Wah, bagaimana kau bisa ingat? Seharusnya kau tidak bisa mengingatnya. Lagipula kalian bertemu tidak sengaja waktu itu."
"Kami memang pernah bertemu?" Meisya hampir tidak mempercayainya.
"Benar. Kalian pernah bertemu satu kali di Munchen. Saat itu sayangku tidak sengaja menabrakmu yang tiba-tiba keluar dari gang kecil. Kau ingat?"
Munchen? Kapan dia pernah ke Munchen?
Lalu Meisya teringat dia pernah menyusup keluar istana diam-diam dan pergi ke Munchen. Dia ingat dia memang pernah ditabrak oleh seorang pria. Dia ingat pria itu karena orang yang menabraknya waktu itu meninggalkan kesan yang dalam.
Warna rambut yang sama seperti bulu Alpha, serta mata coklat gelap yang tajam membuatnya terhanyut. Tidak hanya itu Meisya bahkan bisa melihat ada seperti bintang yang bersinar pada pancaran mata itu.
Seketika Meisya sadar, deskripsi bayangan di ingatannya sama persis dengan Hunter. Rambut coklat kemerahan serta mata coklat gelap. Bedanya, waktu Hunter menabraknya, dia sama sekali tidak tersenyum ataupun berekspresi lainnya. Sementara Hunter yang sekarang.. selalu menunjukkan senyuman palsu dan menindasnya.
Karena itulah dia sama sekali tidak berpikir ada kesamaan antara Hunter dengan orang yang sanggup membuat jantungnya bergetar aneh.
Ah.. ternyata Hunter adalah orang itu. Tidak heran kenapa Meisya tidak bisa menyingkirkan bayangan Hunter dari pikirannya. Ternyata dia sedang berusaha menyingkirkan orang yang tidak ingin dilupakannya.
Memikirkan kenyataan baru ini, Meisya mengulas senyuman lembut tanpa disadarinya.
"Jadi, apakah perasaanmu sudah membaik?"
"Hm.. lumayan. Terima kasih." jawab Meisya singkat.
"Sama-sama. Kau masih ingin aku menghapus percakapan kita sebelumnya?"
"Hapus. Aku tidak ingin Hunter mendengarnya sama sekali." dia akan merasa malu sekali kalau sampai Hunter mengetahui pembicaraan ini.
Selenka tertawa kecil kemudian menuruti permintaan Meisya.
-
Keesokan harinya Meisya bangun dalam keadaan lebih baik dari hari-hari sebelumnya. Harus dia akui, setelah mencurahkan isi hatinya pada Selenka kemarin, hati Meisya terasa lebih ringan sekarang.
Setidaknya kini dia tahu, ada suatu alasan kenapa Hunter mempelakukannya berbeda dengan apa yang diperintahkannya pada Selenka dan Angel. Dia memang tidak tahu alasan apa itu, tapi dia tahu sekarang, Hunter memang sengaja membuatnya untuk membenci pria itu.
Meisya keluar dari kamarnya dan menghirup aroma enak dari arah dapur.
"Selamat pagi Meimei."
"Pagi."
Seperti biasa, Angel telah datang untuk membuatkan sarapan untuknya.
"Kau tidak perlu repot-repot seperti ini. Aku bisa menyiapkan sarapanku sendiri." ungkap Meisya merasa tidak enak karena gadis yang lebih muda darinya ini harus datang tiap pagi untuk membuat sarapan khusus untuknya.
"Tidak repot kok. Lagipula, aku tidak mau kerja dengan gaji buta ya. Aku sudah dibayar untuk ini dan aku sangat serius dalam melakukan pekerjaanku."
"..."
"Yah, aku sungguh berharap dia memberiku tugas yang sebenarnya."
"Tugas yang sebenarnya?"
"Jika Hunter ahli dalam berburu orang, aku ahli dalam berburu program."
"Apa aku ingin tahu maksudnya?"
"Kurasa tidak. Kau juga tidak akan mengerti apa maksudnya."
"Kalau begitu kita bicarakan hal lainnya." usul Meisya. "Apa kau mau mengajariku masak? Sepertinya menyenangkan."
"Untuk apa kau memasak? Tapi, tidak masalah. Kurasa akan menyenangkan menjadi gurumu. Sebaiknya kau bersiap-siap ya, aku bukan guru yang sabar lo." lanjut Angel dengan kilatan mata yang jahil serta aura yang agak sedikit mengintimidasi.
"Aku sama sekali tidak habis pikir. Dengan wajah seimut itu, kau bisa mengeluarkan suasana yang mengintimidasi." desah Meisya pasrah. "Kenapa kau menatapku seperti itu?" tanya Meisya karena Angel kini menghentikan gerakannya yang hendak menggit roti sandwichnya dan menatap Meisya dengan terkejut.
Detik berikutnya, Meisya terlonjak kaget saat Angel menjatuhkan sandwichnya dan memeluk leher Meisya dengan erat.
"Aku sangat menyukaimu! Ini pertama kalinya ada yang bilang aku berwajah imut."
Huh? Huh?!
"Oh, seandainya aku bisa menculikmu dan menyimpanmu untuk diriku sendiri."
"!?!?"
Meisya tertawa dengan gugup sambil berusaha melepaskan diri dari pelukan Angel dan duduk bergeser menjauhi gadis tersebut.
"Lho? Kenapa menghindariku?"
"... aku tidak menghindarimu." jawab Meisya tanpa memandang kearah Angel.
Sementara Angel malah sengaja duduk persis disampingnya dan mendekatkan wajahnya ke wajah Meisya seolah hendak mencium pipinya... yang mana malah membuat Meisya semakin risih sekaligus gugup yang tidak nyaman.
Melihat betapa gigihnya Meisya berusaha menghindarinya tanpa menyinggungnya membuat Angel tidak bisa menahan diri lagi dan tawa lepas membahana di seluruh ruangan.
"Kenapa kau tertawa? Kau sedang meledekku?" sayangnya Angel masih tertawa tanpa menjawab pertanyaannya, "Berhenti tertawa!"
Bukannya berhenti, Angel malah semakin tertawa keras hingga keluar air mata. Karena tampaknya tidak ada niatan untuk berhenti tertawa, Meisya mengunyah sandwichnya dengan wajah cemberut dan hati jengkel. Entah kenapa dia merasa Angel sedang mengerjainya?
"Maaf, maaf. Aku tidak.. hahaha.. bermaksud menakutimu seperti ini." Angel sungguh berusaha mengendalikan tawanya saat mengucapkan kalimatnya. "Sebagai informasi tambahan, aku ini normal ya.. bukan lesbian seperti yang kau takuti."
"Lalu kenapa kau bersikap seolah kau ini lesbi?"
"Aku hanya menggodamu. Sekarang aku mengerti kenapa Hunter suka menindasmu. Ekspresimu saat ketakutan sangat menggemaskan. Tidak heran kalau dia suka menindasmu."
"Kau! Alasan macam apa itu? Lagipula apa maksudnya Hunter suka menindasku karena ekspresiku? Memangnya dia psikopat?"
Angel tertawa kecil mendengarnya, terlebih lagi saat melihat raut muka frustrasi Meisya yang menurutnya sangat mempesona ini. Mana ada orang yang bisa tampak mempesona disaat cemberut atau sedang ketakutan. Jika Angel adalah seorang pria, dia pasti akan melakukan segala cara untuk memenangkan hati wanita berambut merah ini.
"Aw.. kau sedang marah ya. Untuk menebusnya bagaimana kalau kita membuat manusia salju didepan?"
"Hmph! Memangnya aku anak kecil?"
"Mau makan es krim?"
"Aku bilang aku bukan anak kecil!"
Meisya semakin frustrasi melihat senyuman Angel yang terkesan jahil dan nakal. Gadis ini belum mau berhenti menggodanya membuat Meisya kesal setengah mati.
Tapi pada akhirnya, Meisya takluk juga. Dia tidak pernah bisa menolak yang namanya es krim, karena dia termasuk seorang maniak es krim.