Pergi Belanja
Pergi Belanja
Tanpa banyak bicara, Stanley langsung membawanya ke toko butik seperti Gucci, Channel dan bermerk mahal lainnya.
Tentu saja Meisya tidak kesulitan memilih bajunya.. hanya saja...
"Hunter, bisakah kita ke tempat lain?"
Stanley sedang bermain game di ponselnya mengira Meisya akan membutuhkan waktu yang lama untuk belanja seperti kebanyakan wanita umumnya. Karena itu dia merasa heran saat Meisya mengajaknya pergi ke tempat lain.
"Kau tidak suka bajunya?"
"Bukan. Aku menyukainya."
"Lalu?"
"Bukankah kau bilang aku bisa menjalani hidup sebagai gadis biasa? Gadis biasa tidak akan berpakaian mewah seperti ini. Bawa saja aku ke tempat biasa dimana wanita kalangan menengah membeli pakaiannya. Aku dengar ada beberapa diskon besar-besaran saat pergantian musim di beberapa kios. Bagaimana kalau kita kesana saja? Kenapa kau melihatku seperti itu?"
"..."
Yang sebenarnya Stanley sangat tertegun mendengar penjelasan panjang lebar itu. Untuk ukuran seorang putri yang sangat disayangi ayahnya, putri yang satu ini tidak bersikap manja atau arogan seperti yang dikiranya.
Meisya malah bisa langsung beradaptasi dengan cepat. Dia tidak keberatan berjalan mengelilingi kota dengan jalan kaki atau makan di warung biasa. Apakah Meisya memang dibesarkan di istana?
"Hunter?"
"Hm. Aku dengar."
Eleanor memberitahunya beberapa tempat yang menjual baju dengan diskon besar-besaran di daerah mereka berada. Mengikuti arahan Eleanor, Stanley membawa Meisya ke tempat yang dimaksudkan.
Dengan antusias, Meisya segera masuk ke toko pertama. Setelah melihat beberapa, Meisya memilih beberapa pakaian untuk dicobanya di kamar pas.
Seperti biasa, sambil menunggu Stanley lanjut bermain game di ponselnya hingga sebuah notif muncul.
Stanley segera membukanya dan membaca serangkaian garis rumit seperti sebuah jalan di peta dengan simbol aneh.
"Mereka bergerak? Tumben sekali." sindir Stanley dengan suara pelan. "Audrey, bagaimana menurutmu?"
"Menurutku mereka bergerak karena mengikuti sesuatu, tuan. Hanya saja aku tidak tahu apa yang diikuti mereka."
"Apa kau bisa mencari tahu pattern pergerakan mereka? Mungkin kita bisa mencari tahu target mereka yang sebenarnya."
"Itu.. akan sangat sulit. Aku tidak memiliki sistem untuk membaca pattern sinyal frekuensi yag dimiliki mereka. Mungkin Brinna bisa melakukannya."
Stanley mendesah pelan. "Tidak. Saat ini aku ingin Brinna fokus pada Katalina terlebih dulu. Lagipula mereka belum menyadari kehadiranku kan? Nanti aku sendiri yang membacanya. Biarkan saja, dan terus awasi mereka."
"Baik."
Lalu, Stanley menyentuh layar ponselnya untuk kembali pada gamenya tadi. Namun disaat dia hendak lanjut bermain, suara merdu memanggilnya.
"Hunter, aku rasa aku akan mengambil dua pakaian ini."
Sebelah alis Stanley terangkat mendengarnya. Dua? Hanya dua? Dia ingat, Meisya membawa setidaknya lebih dari dua setel pakaian untuk dicobanya. Apakah itu berarti selain dua ini, pakaian lainnya tidak cocok dengan seleranya?
Sepertinya mereka harus mencoba ke toko lain.
"Baiklah."
Setelah membayar pakaian untuk Meisya, Stanley mengajak gadis itu ke toko baju lainnya. Tapi Meisya malah menanyainya dengan ekspresi yang benar-benar bingung.
"Untuk apa kesini?"
"Tentu saja untuk membeli pakaianmu. Memangnya hanya dua baju saja cukup untuk tiga bulan?"
"Ti..Tiga bulan?! Aku akan tinggal di Belanda selama tiga bulan? Bukankah itu berarti aku akan melewatkan festival musim dingin di istana?"
Dieter, kakak tirinya sudah memintanya secara khusus untuk tampil menunjukkan kebolehannya di bidang musik di acara festival ini. Jika dia tidak datang, entah pandangan apa yang akan diberikan Dieter padanya.
Dieter mungkin bukan raja yang baik, ataupun kakak yang sempurna seperti Leonard. Tapi setidaknya Dieter masih mau mendengarkan keluh kesahnya dan bersikap baik padanya.
Selain Leonard, Dieter juga memperlakukannya dengan baik. Karena itu... dia sangat takut. Takut kalau dia tidak muncul di festival nanti, Dieter akan membencinya. Yang lebih buruk lagi.. dia akan dianggap memberontak.
"Apa kau ingin kembali ke sana?" tanya Stanley dengan wajah datar.
Meisya menatap ke arah Stanley dengan pikiran kalut. Dia ingin kembali tapi juga tidak ingin kembali. Meski seandainya dia akan baik-baik saja walau dia tidak hadir ke acara festival itu, dia tetap harus pulang. Tiga bulan adalah waktu yang sangat lama baginya.
Dia tidak bisa tinggal di Belanda selama tiga bulan penuh. Lagipula, siapa yang akan menemani Keisha kalau dia tidak ada disana. Siapa juga yang akan menjaga Alpha agar tidak berubah liar kalau dia tidak menemuinya tiap pagi?
Sementara Meisya masih terhanyut dalam pikirannya, Stanley hanya menggelengkan kepala lalu beranjak pergi dari sana. Dia sadar, sejak bangun tadi moodnya sama sekali tidak bagus. Bahkan senyuman palsu yang biasanya sangat mudah ditunjukkan terasa kaku di wajahnya.
Pada akhirnya dia mampir ke toko sebelah yang menjual es krim dan membeli dua cone dengan rasa berbeda. Satu cone berasa coklat sementara yang satu bercita rasa pistachio.
Meisya yang baru sadar dari lamunannya seketika menjadi gugup begitu tidak ada wajah yang dikenalnya disekitarnya. Dimana Hunter?
Meisya melihat ke arah kiri mencari Hunter dari puluhan orang yang berlalu lalang, kemudian berbalik untuk melihat ke sisi satunya.
Dia ingin berjalan untuk mencari Stanley, tapi dia tahu dia akan tersesat nantinya. Dia tidak memiliki uang ataupun hape. Dia bahkan tidak ingat nama apertemen yang ditinggalinya sementara waktu.
Jika dia beranjak dari tempat ini, itu berarti dia bodoh.
Stanley yang baru selesai membayar es krimnya, langsung melahap es krim coklat hitamnya dan beranjak kembali ke toko tadi. Dia merasa heran kenapa Meisya terlihat kebingungan di tengah jalan.
"Hei! Apa yang sedang kau lakukan?" panggil Stanley terhadap gadis yang diduganya adalah Meisya karena tubuh gadis itu memunggunginya.
Meisya segera berbalik melihatnya dan Stanley agak terkejut ketika melihat mata merah gadis itu.
Dia menangis? Kenapa?
Meisya langsung berbalik lagi dan mengucek matanya untuk menghilangkan sisa air matanya yang nyaris turun mengalir ke pipinya. Lalu dia kembali menatap Stanley dengan tatapan yang tajam.
"Kau! Darimana saja kau? Kenapa tidak bilang-bilang kalau mau menghilang?" desis Meisya dengan amarah yang belum pernah ditunjukkannya.
Stanley mengerjap bingung sama sekali tidak percaya apa yang didengarnya. Apakah Meisya menangis karena mengira dia pergi meninggalkannya? Kenapa? Bukankah itu kesempatan emas baginya untuk melarikan diri?
Umumnya, saat seseorang diculik dan ingin pulang ke rumahnya, orang itu akan langsung kabur tanpa pikir panjang begitu ada kesempatan.
Tapi Meisya, bukannya kabur tapi malah takut ditinggal sendiri?
"Aku ingin makan es krim, jadi aku mampir ke sebelah. Nih, aku juga membelikan untukmu." jawab Stanley sembari menyodorkan es krim pistachio pada Meisya.
Meisya menerimanya dengan wajah cemberut. Dia tidak mengucapkan terima kasih ataupun ekspresi senang karena Stanley membelikannya. Meskipun begitu, Meisya langsung melahap es krimnya tanpa peduli sekitarnya.
"Enak sekali. Dimana kau membelinya?" seru Meisya seolah kemarahannya tadi telah terlupakan.
"Disana." jawab Stanley santai sambil menunjuk ke arah belakangnya.
Meisya melirik ke arah yang ditunjukkan Stanley kemudian menatap Stanley berharap agar dia dibelikan es krim lagi.
Stanley berpura-pura tidak menyadarinya dan masih sibuk menghabiskan es krim coklatnya. Namun Stanley menyelidiki ekspresi yang dikenakan Meisya saat ini. Apalagi sinar mata gadis itu.
Apakah tadi hanya imajinasinya? Meisya tidak tampak seperti orang yang habis menangis. Lagipula mana ada orang yang menangis karena ditinggal oleh orang asing. Dalam kasus ini, Stanley adalah 'penculik' Meisya. Tidak pernah terdengar ada korban menangis karena ditinggal pergi oleh penculiknya.
Meisya kembali cemberut dan mendesah pelan. Dia kembali menikmati es krimnya dengan sangat perlahan.
Stanley tersenyum miring melihat tingkahnya. Apakah Meisya 'ngambek' karena tidak dibelikan es krim?
Usianya boleh saja empat tahun lebih tua darinya, tapi sikap Meisya seperti anak kecil yang berusia belasan tahun dibawahnya.
"Kalau kau setuju tinggal disini selama tiga bulan, aku akan membelikanmu es krim lagi."
Meisya segera menatapnya dengan tatapan bersinar-sinar layaknya anak kecil yang baru saja mendapat hadiah baru.
Namun detik berikutnya Meisya mengernyit lalu melangkah mundur menjauhinya.
Nah, ada apa lagi ini? Kenapa sulit sekali mengerti isi pikiran seorang wanita? Itu sebabnya dia lebih suka berbincang dengan program ciptaannya. Dia sengaja memberi suara wanita di tiap-tiap program ciptaannya.
Dia juga mengatur karakter yang berbeda-beda pada mereka semua. Jika dia bosan, dia bisa ganti dengan yang lain. Jika programnya membuatnya jengkel, dia bisa menglog-offkan mereka.
Tapi sekarang dia harus berkomunikasi langsung dengan wanita sungguhan yang sangat ingin dihindarinya. Apalagi entah kenapa ada sesuatu dari Meisya yang berusaha menariknya mendekat?
Dia harus menjaga jarak. Dia tidak mau berhubungan dengan Meisya. Sayangnya... tubuhnya tidak mau melakukan apa yang direncanakannya.