Cinta Pertama Katie
Cinta Pertama Katie
Katie tahu ada begitu banyak yang penasaran akan identitas Katalina sang cucu dari Egon Oostven. Hanya saja dia sama sekali tidak menyangka hampir sebagian besar tamu undangan disini tidak hanya penasaran padanya tapi juga bersikap ramah padanya.
Hanya karena sebuah senyuman, mereka bersikap sangat baik padanya? Katie semakin merasa antusias dan nyaman berada disana. Kini dia agak sedikit menyesal kenapa dari dulu dia tidak datang ke acara seperti ini.
"Aku sama sekali tidak tahu ternyata para penguasa Prussia tidak seburuk yang kukira." bisik Katie pada Ilsa saat akhirnya para tamu membiarkan Ilsa menggendong bayinya dengan nyaman.
"Apa maksudnya?"
"Selama ini aku mengira semua kaum Vangarians dan anggota kerajaan terkesan kejam. Dimataku hanya keluarga Tettero serta Oostven yang memiliki hati yang baik. Tapi dugaanku salah."
Ilsa tertawa kecil mendengarnya. "Katalina, tidak semua Tettero itu baik. Begitu juga dengan Vangarians. Tidak semua dari mereka yang jahat dan membenci 'dia'."
Katie tahu 'dia' yang dimaksud Ilsa barusan adalah raja merah. Karena mereka sedang berada di acara dimana sebagian besar penguasa Prussia berkumpul, mereka tidak boleh menyebutkan raja merah. Kalau tidak, jika ada yang mendengar nama raja merah, situasi akan menjadi runyam.
"Ada juga dari anggota keluarga Tettero yang membenci 'dia'. Karena itulah tidak semua tahu identitas 'dia' sebenarnya. Hal ini juga berlaku sama dengan Oostven."
"Keluargaku? Kenapa? Aku mengenal mereka semua dan menurutku..."
"Tidak akan ada yang tahu kalau ada penyusup yang masuk dan menjadi mata-mata." potong Ilsa dengan tegas.
"Seharusnya kau juga tahu. Ode tidak pernah memberitahukan semuanya pada anggotanya. Hanya orang kepercayaannya saja yang mengetahui situasimu sebenarnya."
Katie tidak bisa membantahnya. Memang benar. Semua anggota suku sudah mengetahui bahwa dia adalah raja merah. Tapi tidak semua tahu bahwa usianya telah menjadi singkat. Bahkan Katie sendiri juga tidak memberitahu Ode ataupun Egon mengenai pelatihannya diam-diam mengendalikan kekuatannya.
Apakah mungkin secara tidak sadar... dia belum mempercayai dua tetua itu sepenuhnya?
"Lupakan soal itu. Setidaknya kau menemukan cintamu. Msndengar dari cerita Mertun, tampaknya Kinsey sangat tulus mencintaimu. Kau pasti sedang berbahagia sekarang."
Mendengar ini membuat kedua pipinya merona merah. Katie merajuk memohon Ilsa agar berhenti menggodanya. Ilsa tertawa geli hendak menggodanya lebih lanjut saat menyadari dua orang menghampiri mereka.
Begitu melihat siapa yang datang, Ilsa serta Katie membungkuk sedikit bak bangsawan memberi hormat pada orang tersebut.
"Suatu kehormatan bertemu dengan Tuan besar Delcrov. Terima kasih sudah meluangkan waktu anda untuk datang kemari."
Lemar Delcrov tersenyum tipis menanggapinya tanpa berkomentar apa-apa. Pandangannya segera beralih ke arah Katie yang berdiri disebelah Ilsa.
"Jadi kau adalah cucu Egon, huh? Sudah lama sekali para tetua ingin bertemu denganmu dan kau baru berani muncul sekarang?"
Tidak diragukan lagi.. ada nada sarkas yang menyerang langsung terhadap Katie. Namun Katie bersikap acuh dan tidak memperdulikannya.
"Saya memang cucu kepala suku Oostven, tapi saya tidak mengerti kenapa para tetua ingin bertemu dengan saya. Saya hanya manusia kecil yang tidak perlu mengundang rasa penasaran para tetua sekalian."
Dengan kata lain... Katie tidak mau membuang waktunya hanya untuk memuaskan rasa penasaran mereka.
Lemar tersenyum miring mendengar keberanian pada Katie. Memang anak ini cucu si tua arogan! Ledek Lemar dari hatinya. Tadinya dia berpikir wanita dihadapannya adalah Putri Meisya, tapi setelah dilihat lebih jelas, anak ini bukan Meisya.
"Hmph!" dengus Lemar sebelum memutuskan pergi dari keduanya.
Katie menyaksikan kepergian Lemar dengan hati yang lega. Namun dia tidak sepenuhnya merasa lega karena kini dia ditatap dengan tajam oleh seseorang yang datang bersama Lemar Delcrov.
Hillary Dunst.
Kenapa wanita ini menatapnya dengan penuh menyelidik? Lalu teringatlah dia ucapan Kinsey yang mengatakan mereka pernah bertemu satu kali di acara pernikahan Cathy.
Apakah Hillary mengenalinya? Tapi, bukankah Kinsey bilang Hillary tidak mengingat wajahnya sehingga wanita itu terus mendesak Cathy untuk mengirimnya fotonya?
"Apakah ada masalah?" akhirnya Katie memutuskan untuk bertanya dengan berpura-pura bingung.
"Apakah kita pernah bertemu sebelumnya? Aku rasa kita pernah bertemu."
Deg! Katie merasa ada keringat dingin mengalir di punggungnya. Untungnya dia berhasil menutupi kegelisahannya dengan ekspresi bingung.
"Benarkah? Maaf, tapi aku tidak ingat kita pernah bertemu sebelum ini."
"Meisya?"
Katie, Hillary serta Ilsa segera mengalihkan pandangannya ke arah pemilik suara tersebut. Orang itu memiliki rambut coklat gelap serta warna mata yang sama. Katie langsung mengenali pria ini sebagai Pangeran Leonard.
Mengikuti gerakan Ilsa yang segera memberi hormat pada sang pangeran, Katie turut membungkuk memberi hormat.
"Ah, maaf. Kupikir kau adalah adik perempuanku. Aneh sekali. Kalian sangat mirip."
Katie hanya bisa tersenyum mengerti mengingat dia sudah pernah bertemu dengan Putri Meisya sebelumnya. Namun dia berpura-pura tidak mengerti dan memberikan tatapan bingung pada Pangeran Leonard.
"Apakah mungkin Putri Meisya yang jarang keluar dari perbatasan wilayah utara?"
Namun sebelum Katie bertanya, Ilsa mengajukan pertanyaannya terlebih dahulu.
"Benar. Adikku sangat jarang keluar dari perbatasan demi perlindungannya." jawab Leonard dengan lembut.
Ah, pria ini sangat menyayangi Meisya. Itulah kesan yang didapat Katie.
"Oh, aku baru ingat. Kau memang mirip dengan Putri Meisya. Tidak heran aku merasa kita pernah bertemu sebelumnya."
Katie terdiam saat mendengar penjelasan Hillary.
"Nona Dunst sudah mengunjungi istana beberapa kali, dan kebetulan dia bertemu dengan Putri Meisya waktu itu." lanjut Leonard memberi penjelasan.
Katie tersenyum lega. Ternyata Hillary merasa pernah bertemu dengan Katie bukan karena pertemuan mereka enam tahun lalu, tapi karena wajahnya yang mirip dengan Meisya.
Selanjutnya, mereka berbasa-basi sebentar sebelum Ilsa diajak bicara dengan tamu lain sementara Hillary memutuskan untuk mencari pamannya. Tersisa Leonard dan Katie yang masih melanjutkan obrolannya sambil berjalan menuju ke taman bunga.
Entah bagaimana caranya, Leonard sanggup membuat vibrasi yang nyaman disekitarnya sehingga membuat Katie menurunkan pertahannya. Mungkin karena pria itu memperlakukannya seperti seorang adik, sehingga tidak ada kesan negatif atau ancaman bahaya yang dirasakannya.
Ketika sudah larut malam dan sebagian besar sudah pamit pulang, Leonard juga turut pamit untuk kembali ke istana.
Namun disaat Leonard berbalik, ada sesuatu yang jatuh dari kantong bajunya dan tampaknya Leonard tidak menyadarinya.
"Yang Mulia.." panggil Katie sembari membungkuk untuk mengambil benda yang terjatuh itu. "Ada yang..." kalimatnya terpotong saat melihat benda di dalam genggamannya dengan jelas.
Benda ini.. bukankah ini..??
"Ah, itu.. Terima kasih. Kalau kau tidak melihatnya, aku nyaris kehilangan sesuatu yang berharga bagiku." sahut Leonard sembari meminta benda itu dengan halus.
Katie terus menatap ke benda itu tanpa ada niatan untuk mengembalikannya. Lalu dia melirik ke arah Leonard dengan tatapan aneh.
Rambut coklat serta warna mata coklat. Kenapa dia tidak menyadarinya sebelumnya?
Rambut Leonard memang terlihat coklat, tapi disaat terkena sinar matahari warnanya terlihat merah. Kemudian benda ini...
Sepasang gantungan kunci dengan mik kecil menghiasi di masing-masing sisinya. Dia yakin salah satunya adalah miliknya karena warnanya yang tampak kusam serta ada goresan huruf K di sebelah mik kecil tersebut.
Karena dia sering bertanya-tanya dan sangat antusias untuk bertemu dengan cinta pertamanya di Trinity, Katie sering menggoreskan huruf nama depannya di gantungan miliknya.
Kenapa.. kenapa benda ini ada di Pangeran Leonard? Dan apa katanya tadi? Dia nyaris kehilangan sesuatu yang berarti? Apakah mungkin orang ini...
"Ini.. darimana anda mendapatkan ini?" tanyanya dengan gugup sambil menyerahkan kembali sepasang gantungan kunci itu yang sudah terkait satu sama lain.
Leonard tersenyum lembut saat menjawab pertanyaannya.
"Ini merupakan kenangan tanda janji dengan seseorang. Sayangnya aku tidak bisa menepati janjiku padanya."
Jantung Katie semakin berdebar keras mendengarnya. Tidak salah lagi. Orang ini.. orang ini adalah anak lelaki berambut merah itu. Cinta pertamanya.
"Kenapa? Uhm.. maksudku.. kalau saya boleh tahu kenapa anda tidak bisa menepati janji?" pertanyaan yang dari dulu ingin dia tanyakan jika bertemu kembali dengan anak itu terlontar begitu saja.
Leonard hanya bisa tersenyum sedih. "Aku adalah seorang pangeran sementara dia hanya gadis biasa. Menurutmu?"
Melihat senyuman yang penuh kesedihan dari wajah Leonard membuat hati Katie ikut sedih. Kini dia mengerti. Alasan kenapa cinta pertamanya tidak pernah muncul seperti yang mereka janjikan.. adalah identitas pria itu sendiri. Cinta pertamanya adalah warga negara asing sekaligus.. pangeran dari salah satu penguasa Prussia.
Katie tidak tahu dia bisa merasa sesenang ini bisa bertemu kembali dengan cinta pertamanya.
Leonard. Leonard Heinest. Kali ini dia tidak akan melupakan namanya. Hanya saja.. dipikirkan beberapa kalipun, nama Leonard tidak bisa menimbulkan rasa nostalgia di ingatannya. Namun dia tidak peduli karena saat ini rasa bingung tersebut tertutupi dengan rasa bahagia karena telah bertemu dengan cinta pertamanya kembali.