Keluh Kesah Katie
Keluh Kesah Katie
Katie bangkit berdiri dan membaringkan kepalanya di atas Merah dengan nyaman. Katie memandang ke arah langit dan mengangkat sebelah tangannya terarah ke langit seolah ingin menggapai sesuatu.
Setelah menyadari dia tidak mendapatkan apa-apa, Katie menatap langit dengan sedih.
"Merah, apa kau tahu? Suatu hari aku terbangun di sebuah hotel. Meski bingung dan tidak ingat apa yang sudah terjadi, aku merasa bahagia seolah akulah yang memiliki dunia ini. Getaran angin, suara nyanyian burung bahkan pertumbuhan tanaman... itu semua aku bisa merasakannya."
"Dan saat aku mengangkat tanganku ke arah langit, aku bisa merasakan jalannya awan serta burung elang yang terbang diatas sana. Aku merasa awan serta langit ada di genggamanku. Aku juga menemukan titik terang untuk memunculkan pelangi. Itu sebabnya aku bisa memanggil pelangi waktu itu. Tapi sekarang...."
"Aku tidak bisa merasakannya. Getaran angin, suara burung dari kejauhan serta jalannya awan, semuanya lenyap. Aku bahkan tidak bisa menemukan titik sudut pelangi. Aku yang sekarang... sudah tidak bisa memanggil pelangi lagi." lanjut Katie dengan sedih.
Katie menurunkan tangannya dan mengaitkannya dengan tangannya lain di atas perutnya.
"Aku yakin aku telah melupakan sesuatu. Ada hal penting yang sudah kulupakan. Tapi aku tidak bisa menemukan apa yang penting itu. Nenek Ode dan kakek bersikap seolah apa yang kulupakan tidak penting. Mereka bilang ada baiknya aku melupakan hal-hal yang membuatku sedih. Mereka bilang itu semua terjadi di masa lalu, aku tidak harus memikirkannya."
"Aku tahu itu semua sudah berlalu. Kejadian yang menimpaku sudah menjadi sejarah sekarang. Tapi... bukankah aku tetap berhak mengetahui sejarahku? Biar bagaimanapun... apa yang sudah kualami di masa lalu membuat kepribadianku yang sekarang."
"Merah, apa kau tahu siapa yang bisa memberitahuku seperti apa masa laluku?"
Merah hanya membaringkan kepalanya diatas kedua kakinya sambil merengek seolah memberitahunya bahwa Merah tidak tahu jawabannya.
"Aku bahkan belum bertemu dengan ibu kandungku. Mereka bilang, ibu tidak menyayangiku dan lebih memilih kemewahan di istana. Tapi aku memutuskan untuk tidak mempercayai mereka. Bukan. Aku memaksa diriku untuk tidak percaya. Aku lebih suka memikirkan kemungkinan ada salah paham antara ibu dengan nenek Ode. Mungkin ibu kandungku memiliki alasan kenapa beliau mengirimku ke Amerika tanpa dirinya."
"Tapi sejujurnya... ada sebagian dari diriku yang takut. Aku takut bertemu dengannya. Bagaimana kalau.. ternyata ibu tidak menyayangiku? Bagaimana kalau apa yang dikatakan nenek memang benar?"
"Aku ingin bertemu, aku ingin menyelamatkannya.. tapi aku juga takut akan reaksinya."
Katie mengelus dadanya yang entah sejak kapan mulai terasa sesak.
"Aneh sekali. Sepertinya aku pernah merasakan dilema yang sama saat aku di Amerika. Aku ingin bertemu dengan seseorang. Aku ingin bersama dengan orang itu.. tapi aku takut dia menolakku dan membenciku. Anehnya, aku sama sekali tidak ingat siapa orang itu. Tidak. Bukan. Orang itu... dia sudah menolakku..." Katie mencengkeram dadanya yang semakin terasa sakit.
Katie segera bangun dan duduk sambil berusaha mengambil napas panjang untuk meredakan nyeri di dalam dadanya.
Tiba-tiba sebuah gambaran asing muncul di kepalanya. Dia bersama dengan seorang pria. Katie bahkan berdansa dengan pria itu. Katie yang menundukkan kepalanya melihat kakinya berada di atas kaki seorang pria. Siapa? Siapa pria itu?
Saat Katie menengadahkan kepalanya untuk melihat wajah orang itu, kepalanya langsung diserang rasa sakit yang luar biasa. Katie memegang kepalanya dengan kedua tangannya sambil menjerit kesakitan.
Disaat cuaca mulai berubah mengerikan, Merah menyundulkan kepalanya ke bahu Katie, lalu menyusup masuk melewati lengannya sambil mengusap kepalanya ke sebelah pipi Katie.
Ajaib sekali. Semua rasa sakit atau kegundahan hatinya lenyap begitu saja ketika Merah menyentuh pipinya dengan kepalanya. Merah bahkan menjilat pipinya dua kali membuat Katie tertawa geli. Dan semua gambaran yang hampir diingatnya semakin kabur dan buram hingga menghilang tak berbekas.
Katie mengacak bulu panjang Merah dengan ceria tanpa disadarinya dia telah melupakan semua yang baru saja diingatnya tadi. Kini suasana hatinya merasa lebih baik. Sehingga tidak ada yang merasa curiga akan kepulangannya karena Katie kembali dengan wajah ceria seolah tidak terjadi penyergapan sebelumnya.
Malamnya disaat Katie bertanya-tanya kapan Kinsey akan pulang, ponsel Katie bergetar.
'Maaf aku tidak bisa kembali ke Bayern. Selamat tidur.'
Katie tersenyum senang hanya karena mendapatkan pesan singkat dari Kinsey. Tadi suasana hatinya membaik setelah menyendiri dengan ditemani Merah. Dia juga berceloteh tanpa henti mengeluarkan semua isi hatinya pada Merah. Katie merasa lebih ringan karena rahasianya aman pada Merah karena makhluk merah itu tidak mungkin bisa membongkar rahasianya.
[Author : Maaf ya Katie. Semua rahasiamu juga didengar oleh Kinsey karena pemikiran Kinsey dan Merah sudah menjadi satu]
Dan kini dia mendapatkan pesan dari Kinsey membuat hatinya semakin gembira. Hanya saja... gara-gara pesan singkat ini, Katie malah tidak bisa tidur... karena terlalu gembira.
Hari-hari berikutnya Katie beraktivitas seperti biasa. Jika dia mendapat tugas memetik buah didalam hutan, Merah akan menemaninya. Kalau Katie berjalan-jalan sambil berpatroli di tengah kota, Honda yang akan menemaninya.
Semula Katie merasa agak risih karena harus diikuti oleh orang asing yang selalu bersembunyi karena tidak ingin Katie merasa takut padanya. Justru inilah yang membuatnya tidak nyaman. Karena itu dia meminta Honda untuk menunjukkan wajahnya dan membiasakan diri dengan kehadiran orang itu.
Entah apakah sinar mata Honda sudah tidak terlalu menakutkan atau Katie sudah terbiasa dengan pancaran mata pria itu, Katie setidaknya sudah tidak merasa takut lagi pada pria berwajah Asia ini.
Di tengah-tengah kegiatannya, Kinsey selalu mengiriminya pesan singkat seperti menanyakan kabarnya atau apa saja yang dilakukan hari itu. Meski melalui chat, Katie merasa semakin dekat dengan pemuda itu. Tanpa disadarinya dia selalu menantikan pesan singkat dari Kinsey tiap bangun pagi ataupun hendak tidur malam. Kinsey tidak pernah absen untuk mengucapkan sekedar salam 'Selamat pagi' atau 'selamat tidur' pada Katie.
Saat berjalan melewati papan reklame, matanya menangkap sebuah brosur mengenai festival kembang api yang akan diadakan akhir pekan nanti.
Astaga! Katie hampir melupakan kalau sahabatnya, Estelle ingin memperkenalkannya pada saudara sepupunya. Dan Katie ingin kabur dari sahabatnya itu. Biar bagaimanapun, dia tidak ingin berkencan dengan siapa-siapa dan jelas sekali Estelle ingin membuatnya menjadi bagian dari keluarganya.
Semua pria yang dikenalkan Estelle padanya kalau bukan saudaranya, tetangganya atau sahabat yang sudah seperti saudaranya. Dan kali ini dia akan diperkenalkan saudara sepupu jauh Estelle yang berkewarganegaraan Italia.
Sungguh wanita yang pantang menyerah. Keluh Katie sambil memijat keningnya pasrah. Lalu, terlintas sebuah ide di benaknya.
Katie mengambil ponselnya dan mengirim pesan pada seseorang. Tidak perlu menunggu waktu yang lama dia mendapatkan balasannya.
'Ikuti Honda.'
Jawaban apa ini? Apa maksudnya?
"Nona. Tuan meminta saya mengantar anda."
Ah, ternyata ini maksudnya.
"Kenapa tuanmu bersifat rahasia seperti ini?"
"Mungkin demi keselamatan anda."
"Keselamatanku? Apa hubungannya denganku?"
"Itu.. anda bisa bertanya langsung pada tuan."
Pada akhirnya Katie menuruti Kinsey dan mengikuti Honda. Keduanya berjalan melewati jalan-jalan kecil sebelum kembali ke jalanan besar yang tidak terlalu ramai.
Tidak jauh dari sana mereka melihat mobil terpakir disana. Katie semakin bingung saat Honda menuntunnya tepat ke arah mobil mewah itu. Mobil sedan hitam dengan kaca hitam pekat sehingga orang luar tidak bisa melihat penumpang didalamnya. Kenapa Honda membawanya kemari?
"Kau membeli mobil?" tanya Katie terheran.
"Bukan. Ini mobil sementara milik tuan muda. Silahkan masuk." lanjut Honda sambil membukakan pintu penumpang.
Katie agak membungkuk untuk siap masuk ke dalam saat sebuah suara menyambutnya.
"Merindukanku?"
Kedua mata Katie melebar sama sekali tidak menyangka Kinsey sudah ada didalam mobil menyambutnya.
"Kinsey!" tanpa disadarinya, Katie menyerukan nama pria itu dengan riang membuat Kinsey tertawa geli.
Begitu Katie masuk kedalam, Honda segera masuk ke bagian sisi supir sebelum menjalankannya dan melaju ke suatu tempat. Katie juga menyadari seorang pria lain yang belum pernah ditemuinya sebelumnya.
"Halo Katalina. Namaku Alex, senang berkenalan denganmu." sapa Alex yang duduk di sebelah Honda.
"Oh, halo." sapa Katie, lalu menoleh ke arah Kinsey dengan tatapan bertanya.
"Barusan kami ada meeting dengan beberapa rekan bisnis keluargaku. Dia adalah asisten pribadi sekaligus pengawal pribadiku."
Katie mengangguk mengerti kemudian kembali tersenyum pada Alex yang masih tersenyum padanya. Berbeda dengan Honda, Alex terlihat lebih ramah dan menyenangkan. Katie sama sekali tidak merasa terintimidasi ataupun takut pada Alex.
Alex kembali sibuk pada laptopnya sementara Honda fokus menyetir membiarkan Kinsey serta Katie berbincang-bincang dengan nyaman.
"Benarkah? Merah melakukannya?"
"Benar. Tingkahnya seperti anak kecil. Kau harus melihatnya."
"Ah, sayang sekali. Seandainya aku juga ada disana." jawab Kinsey sambil tersenyum yang langsung disusul dengan balasan ketus oleh Merah di benaknya yang sama sekali tidak dipedulikannya.
"O, ya. Bagaimana denganmu? Apa hobimu?"
"Hobi? Aku rasa aku tidak punya hobi."
"Ayolah, semua orang pasti memiliki satu atau dua kegiatan yang ingin dilakukan untuk bersantai. Kau pasti punya satu."
"Hm..." Kinsey mencoba mencari jawaban atas pertanyaan Katie. Dia cukup merasa senang karena gadis disebelahnya tampak tertarik untuk mengenalnya. Hanya saja... dia tidak tahu apakah Katie akan menyukai hobinya atau tidak.
Kinsey bukanlah orang suci. Dan kedua tangannya sudah kotor dipenuhi dengan darah orang-orang yang pernah dibunuhnya di masa lalu. Hobi? Apakah menyiksa tawanan disaat menginterogasi juga termasuk? Dia merasa sedikit.. bukan.. sangat antusias dan bergairah mendengar jeritan menyakitkan pada para tawanan yang dibencinya. Suara jeritan itu adalah suara favoritnya yang mulai dikuranginya demi adiknya.
Tentu saja.. Kinsey tidak akan membiarkan Katie mengetahui sisinya yang gelap. Bahkan dia tidak ingin adiknya Catherine untuk mengetahuinya.. apalagi wanita yang dicintainya. Dia tidak ingin membuat Katie takut dan melarikan diri darinya.
"Mungkin memancing." jawab Kinsey kemudian. "Aku rasa aku suka memancing. Tapi, aku tidak memiliki siapa-siapa untuk menemaniku dan memancing seorang diri sangat membosankan."
Alex yang sibuk mengetik pada laptopnya langsung berhenti dan melongo mendengar jawaban paling tidak masuk akal itu.
Apa maksudnya Kinsey tidak memiliki siapa-siapa? Ada Catherine, dua keponakannya yang selalu antusias mengikuti kegiatan memancing.. belum lagi Kirena yang pasti sangat mau menemani Kinsey tidak peduli apapun yang dilakukan Kinsey; Kinsey dikelilingi orang yang pasti mau menemaninya! Jadi apa maksudnya Kinsey bilang dia tidak memiliki siapa-siapa?
Bahkan Honda yang sangat serius dan selalu melakukan pekerjaannya dengan sepenuh hati agak lengah mendengar jawaban konyol majikannya. Dia nyaris mengerem mendadak karena terlalu terkejut. Untungnya dia ingat akan posisinya dan kembali menyetir dengan muka datar dan acuh.