Kebenaran
Kebenaran
Savannah Paxton, salah satu si kembar, meneruskan sejarah keluarganya ke anak-anaknya dan berlanjut hingga keturunannya. Sejarah mengenai raja merah, keluarga Tettero serta suku Oostven; semua keturunan Savannah mengetahuinya.
Berbeda dengan saudaranya, Zedakh tidak memperdulikan mengenai asal usul kakek neneknya. Dia hanya peduli mengembangkan bisnis dan menguasai perekonomian dunia. Sehingga anak-anak serta cucu Zedakh tidak mengetahui apa-apa mengenai raja merah serta empat penguasa yang memimpin di Prussia.
Hanya Kinsey yang tahu mengenai raja merah dan kemampuan yang dimiliki Oostven dari ayah angkatnya. Dia tahu suku Oostven memiliki kemampuan di luar akal manusia. Mereka bisa melompati pepohonan dan memanjat dinding tanpa bersusah payah. Dan disaat mereka berada didalam air, mereka bukan manusia. Mereka bisa menyelam tanpa mengambil napas setidaknya selama tiga puluh menit. Dan cara serta kecepatan mereka berenang tidak kalah dengan ikan atau binatang laut lainnya.
Karena itulah dia pergi ke Prussia hanya untuk belajar di suku Oostven agar dia menjadi kuat. Hanya saja dia sama sekali tidak mengira kalau sebenarnya alasan kenapa Paxton dianggap keluarga berkhianat hanya gara-gara leluhurnya kawin lari.
"Sekarang kau tahu kenapa Paxton tidak pernah bisa menginjakkan kaki di negeri ini. Aku harap tidak ada yang tahu kalau kau..."
"Tidak ada. Aku hanya dikenal sebagai pemilik Alvianc group. Lalu, bagaimana dengan Katalina? Kenapa dia dilarikan keluar dari Jerman? Dia terlahir sebagai raja merah. Seharusnya raja merah tidak boleh keluar dari Jerman, apalagi dari Prussia."
Mertun mendesah. "Kau benar. Seharusnya raja merah tidak boleh keluar dari tanah kelahirannya. Hanya saja ibunya... ia berasal dari Amerika. Tidak. Dia orang Amerika. Selama ini belum pernah ada raja merah dilahirkan oleh orang luar."
"Bagaimana dengan ayahnya?"
Mertun menggelengkan kepala. "Tidak ada yang tahu siapa ayahnya. Ibunya juga tutup mulut mengenai identitas ayahnya. Kelahiran Katalina merupakan aib bagi ibunya. Dia dilahirkan tanpa ayah." ada keheningan sejenak. "Ibunya bahkan belum menikah waktu itu."
"..."
"Karena raja merah terlahir sebagai anak perempuan, sudah seharusnya dia menikah dengan putra mahkota. Tapi sang ratu bersikeras tidak ingin anaknya menikah karena menganggap Katalina bukan berasal kalangan atas, sementara sang raja malah ingin menikahinya sebagai selir."
"Maksudmu raja yang sekarang?"
"Bukan. Raja sebelumnya."
Kinsey mengernyit dengan jijik. "Bukankah raja sebelumnya berumur tiga puluh tahun lebih tua? Apa dia memiliki masalah sakit jiwa ingin menikahi bayi yang baru lahir?"
Mertun mendesah, "Tidak ada satupun yang bisa mengerti isi pikirannya. Intinya, ibu Katalina datang kemari memohon bantuan. Kedua orang tuaku membantunya dan memanggil Egon untuk memilih salah satu prajurit terbaiknya agar menjadi umbra Katalina. Selanjutnya, kau sudah tahu ceritanya."
"Bagaimana dengan ibunya?"
"Aku tidak tahu bagaimana keadaannya. Selebihnya kau bisa mendapatkan jawaban lebih jelas saat bertemu dengan tetua Ode. Dia sedang menunggu kedatanganmu."
"Kupikir wanita tua itu sudah tiada?"
Mertun meninju pundak Kinsey dengan kesal, "Kejam sekali kau, mengutuki orang yang masih hidup. Lagipula, kalau bukan karena tetua Ode, kau pasti sudah mati sekarang."
Kening Kinsey mengernyit mendengarnya. Dia menatap Mertun dengan tajam... lebih tepatnya menuntut Mertun untuk menjelaskan lebih lanjut.
"Kau tidak sadarkan diri hampir satu minggu dengan suhu tubuh dingin yang tidak normal dan jantungmu melemah. Sepertinya kau telah menyerap semua emosi negatif raja merah secara tidak sengaja. Aku juga tidak terlalu mengerti, tapi yang kutahu kau pasti akan mati kalau Walther tidak segera menemuiku memberikan pil khusus buatan suku."
Jadi Kinsey bisa bangun karena dia telah meminum obat ramuan tetua Ode? tanya Kinsey dalam hati. Apa maksudnya dengan dia menyerap emosi negatif raja merah? Kinsey merasa dia didatangi pertanyaan bertubi-tubi dan dia menginginkan jawabannya segera.
Sadar dia tidak bisa mendapatkan jawabannya dari Mertun, dia memutuskan untuk berhenti.
"Ck. Masalah Strockvinch belum selesai, muncul masalah lain."
"Oh, aku lupa memberitahumu. Kau tidak perlu mengkhawatirkan Strockvinch lagi. Dia sudah mati."
Sebelah alis Kinsey terangkat. Strockvinch sudah mati? Kapan? Bagaimana bisa?
Kemudian Mertun menjelaskan apa yang terjadi beberapa hari belakangan ini. Strockvinch ditemukan tidak bernyawa di pinggir hutan perbatasan Oberpflaz dengan kawasan netral. Kondisinya sangat mengerikan seperti habis dicabik-cabik oleh binatang buas.
Dugaan Mertun adalah Strockvinch bersembunyi di Oberpflaz tanpa sepengetahuan Vangarians. Dan kini persembunyiannya ditemukan dan dia berusaha melarikan diri dari pengejaran kawanan serigala artik. Namun kawanan serigala berhasil menangkapnya dan meringkusnya sebelum dia sempat keluar melewati perbatasan.
Kinsey nyaris tidak mempercayainya. Kenapa kematian Strockvinch begitu mudah? Bukan. Selama ini dia berpikir Strockvinch meminta bantuan Vangarians untuk membalas dendam di masa lalu. Karena itu dia berusaha sebaik mungkin agar namanya tidak dikenal di daerah Oberpflaz.
Siapa yang mengira kalau ternyata Vangarians sama sekali tidak mengenal Strockvinch? Ada sesuatu yang tidak beres. Akal manusianya tidak bisa menemukan jawaban yang pas untuk memuaskan penasarannya.
"Kinsey, tidak baik kau terlalu memikirkannya." tepukan Mertun pada pundaknya membuyarkan lamunannya. "Yang penting dia sudah tidak ada. Keluargamu aman dan kau bisa tenang kembali. Tidak ada lagi yang perlu kau cemaskan." hibur Mertun dengan meyakinkan.
Kinsey mengambil napas dalam dan menenangkan pikirannya. Apa yang dikatakan Mertun memang benar. Yang penting musuhnya sudah tiada. Itu yang terpenting.
"Kau benar. Terima kasih." balasnya kemudian.
Meski Kinsey sama sekali tidak bisa mempercayai masalah Strockvinch terselesaikan dengan mudahnya, dia tetap merasa lega karena kini keluarganya kembali aman. Setelah ini dia akan menghubungi ayahnya, khususnya adiknya. Dia menduga adik tersayangnya itu pasti marah-marah karena dia tidak menghubunginya hampir setengah bulan.
Kinsey kembali berjalan masuk ke dalam kastil kediaman Tettero diikuti dengan Mertun. Kinsey melihat sebuah lukisan besar terpajang di salah satu deretan lukisan di sepanjang koridor.
Dia sering melihat lukisan itu sewaktu dia bersekolah disini dan mengunjungi tempat ini secara rutin. Lukisan itu adalah seorang pria muda dengan rambut pirang serta warna mata biru safir. Jika dilihat sekilas, pria itu terlihat tampan dan gagah serta menunjukkan karisma yang kuat. Namun sinar matanya lembut sangat kontras dengan penampilannya.
Anehnya, entah kenapa Kinsey seperti pernah bertemu dengan orang ini sebelumnya? Khususnya mata safirnya itu. Dimana dia pernah melihatnya?
"Kinsey, ada apa?" Mertun baru sadar Kinsey sudah lama berdiri melamun di belakangnya. Penasaran apa yang sedang dilihat sahabatnya, Mertun berbalik menghampirinya. "Dia adalah orang yang kumaksudkan. Orang yang membawa kabur anak perempuan Oostven ke Amerika dan mengubah nama keluarganya menjadi Paxton."
Kinsey langsung teringat dimana dia pernah melihat warna mata seperti itu. Keponakan bungsunya, Diego juga memiliki warna rambut pirang serta mata biru safir. Tidak hanya itu, bentuk wajah serta rahang dan hidungnya sangat mirip. Lukisan ini seolah merupakan versi Diego ketika dewasa nanti.
Tidak heran jika dia merasa pernah melihat warna mata itu sebelumnya. Ternyata, Diego mewarisi gen rambut serta mata dari kakek buyut mereka.
"Kenapa kau tersenyum seperti itu?" Mertun merasa aneh melihat Kinsey malah tersenyum sendiri tanpa alasan.
"Tidak ada apa-apa. Ayo, kita kembali."
Selama perjalanan ke Bayern dengan menggunakan metro, Kinsey tidak berhenti memikirkan kematian Strockvinch. Meski dia lega, tapi dia tetap tidak bisa menyingkirkan perasaan yang menjanggal. Ini terlalu mudah... dan terlalu mencurigakan.
Jika seandainya masalah Strockvinch bisa selesai dengan mudah seperti ini, dia tidak perlu turun campur tangan sendiri datang ke Prussia. Akhir-akhir ini dia juga merasa sedang diawasi oleh seseorang. Selama ini dia berpikir anak buah Strockvinch yang mengawasinya, tapi perasaan ini masih ada hingga sekarang meski Strockvinch telah ditemukan tewas.
Siapa yang mengawasinya? Dan darimana orang ini mengawasinya?
Karena itu Kinsey tidak menurunkan kewaspadaannya meski dia sudah berjalan memasuki kawasan hutan sekitar Bayern.
Dan benar saja... ada aura membunuh yang sangat menusuk punggungnya.
Kinsey segera berbalik dan memposisikan kedua tangannya menyilang ke atas untuk menahan serangan dari penyerang.
Tepat disana ada pisau yang sudah siap menuju ke arah matanya diikuti sepasang mata yang dipenuhi dengan kebencian pada dirinya.
Siapa orang ini? Dia yakin dia tidak pernah bertemu dengan orang ini sebelumnya.
Kinsey mendecak dalam hati. Apa yang dikatakan Kirena ada benarnya. Sepertinya dia selalu berhasil membuat semua orang membencinya, baik apakah orang yang dikenalnya atau tidak.
Kinsey dan lawannya saling menyerang sambil bertahan membuat Kinsey menyadari sesuatu. Cara lawannya bergerak untuk menyerangnya, persis seperti apa yang dipelajarinya dari Egon. Apakah orang ini juga berasal dari suku Oostven?
Sayangnya, Kinsey sama sekali tidak mengenali orang ini. Sepertinya orang ini juga tidak mengenalnya. Mungkinkah orang itu salah paham dan mengiranya adalah orang asing yang menyusup ke Bayern?
Disaat Kinsey hendak membuka suaranya, lawannya mengambil sesuatu dari jubah panjangnya yang ternyata adalah senapan. Secara refleks, Kinsey langsung berlari menghindar dan bersembunyi di balik pohon besar.
Orang ini bukan dari suku Oostven. Oostven tidak pernah memakai pistol sebagai senjata mereka.
Karena itu Kinsey tidak menahan diri lagi. Jika orang ini memang berniat membunuhnya, maka dia harus menyerangnya dengan serius. Orang ini sudah dibutakan ingin membunuhnya sehingga dia tidak mungkin bisa bernegosiasi dengannya.
Kinsey konsentrasi menajamkan pendengarannya. Disaat dia mendengar penyerangnya berjalan ke arah kiri, dia segera berlari ke arah kanan. Disusul dengan suara tembakan, Kinsey berhasil berlari hingga bersembunyi di balik bebatuan besar.
Tanpa menunggu, Kinsey mengambil beberapa batu seadanya kemudian melompat keluar di sisi satunya sambil melempari penyerangnya dengan batu.
Tiap kali lawannya ingin menembak, Kinsey sudah melemparnya dengan batu terlebih dulu membuat orang itu kesulitan membidik pistolnya. Di saat bersamaan, Kinsey menerjang maju dengan cepat dan langsung menendang tangan penyerangnya membuat pistolnya terlempar jauh. Barulah setelah itu, Kinsey bisa menyerangnya dengan leluasa.
Namun yang tidak diketahuinya, lawannya memilki belati yang lain dan sukses melukai lengannya.
Kinsey bertanya-tanya, dendam apa yang diciptakannya pada orang ini. Tampaknya orang ini sudah siap dengan matang untuk membunuhnya.
Adegan berikutnya, lawannya melempar pisau ke arahnya yang berhasil dihindari Kinsey. Kinsey berbalik mengambil pisau yang dihindarinya dan balik melemparnya ke arah lawannya. Pertarungan mereka terjadi seperti itu terus. Keduanya saling melempar pisau sambil menghindar dari lemparan pisau lawan.
Tidak salah lagi. Orang ini memang berasal dari suku Oostven, pikir Kinsey. Caranya melempar pisau, atau disaat menghindari lemparannya, semua gerakannya merupakan ciri khas yang hanya dimiliki suku Oostven.
Karena sudah sering berpindah posisi menghindari lemparan pisau lawannya, tanpa sadar Kinsey mencapai ke tempat pistol tadi yang ditendangnya.
Langsung saja, Kinsey mengambil senapan itu dan langsung membidikkan lawannya sebagai targetnya. Tepat saat dia menarik pelatuk untuk menembak, sebuah panah menabrak tepat di bagian ujung pistolnya membuat pistolnya terpental dari tangannya.
Kinsey segera menoleh ke arah orang yang tadi menembakkan panah ke arahnya. Apakah bala bantuan penyerangnya telah datang?