My Only Love: Aku Hanya Bisa Mencintaimu

Keputusan Kinsey



Keputusan Kinsey

1Tempat apa ini? Kenapa semuanya terlihat gelap gulita? Pikir Kinsey.     

Saat ini Kinsey berada di suatu tempat yang sangat gelap. Matanya tidak bisa melihat apapun selain dirinya sendiri. Dia bahkan tidak bisa melihat lantai yang menjadi pijakan kakinya. Bahkan disaat dia berjalanpun, dia tidak menemukan apa-apa. Dia merasa dia sama sekali tidak bergerak dari tempat asalnya walau sudah berjalan selama berjam-jam.     

Entah sudah berapa lama dia ada disana hingga akhirnya Kinsey memutuskan untuk menyerah. Dia memutuskan untuk duduk sambil melonjorkan sebelah kakinya.     

Ah, seandainya ada sesuatu yang bisa menjadi senderan punggungnya. Pikirnya dalam hati.     

Dan tiba-tiba saja punggungnya menyentuh sesuatu. Kinsey segera memutar untuk melihat apa yang telah disentuhnya. Hitam. Gelap. Tidak ada apapun disana.     

Sekali lagi, Kinsey memosisikan tubuhnya seperti semula dan lagi-lagi dia merasa ada sesuatu di belakangnya. Kali ini, dia tidak perlu repot-repot memutar tubuhnya dan menyenderkan punggungnya dengan santai.     

Dia memandang lurus kedepan... ke arah kegelapan yang bewarna hitam pekat. Sampai kapan dia harus terjebak di tempat ini? Untuk pertama kalinya sepanjang ingatannya, dia mulai merasa takut.     

Dia tidak pernah takut sebelumnya. Dia juga tidak takut akan kematian. Semua manusia pasti akan mati. Dan jika dia mati muda, maka itu sudah takdirnya. Kenyataannya adalah dia masih hidup hingga sekarang. Meski dia menjalani pelatihan keras serta misi berbahaya yang nyaris merenggut nyawanya, dia masih hidup.     

Entah apakah dewa keberuntungan selalu dipihaknya atau belum waktunya dia meninggalkan dunia ini, dia sama sekali tidak menyangka dia masih bisa hidup.     

Namun mimpi yang dilihatnya disaat dia bersama dengan Katie membuatnya takut. Dia takut kehilangan wanita itu. Dia takut berpisah dengan wanita itu. Dia takut Katie akan membencinya. Dia takut tidak bisa bertemu dengan wanita itu lagi. Dia takut mati sehingga tidak bisa bertemu dengan Katie.     

Tadinya dia berharap dia bisa lepas dari jerat pesona raja merah. Hanya saja dia tahu apa yang dirasakannya bukanlah akibat jerat pesona milik raja merah.     

Kinsey tidak tahu bagaimana caranya, tapi dia yakin Katie adalah pasangan hidupnya. Mereka ditakdirkan untuk bersama. Kalau tidak, bagaimana mungkin mereka berdua bisa bertemu tanpa diduga. Padahal dia yakin dia tidak akan bertemu dengannya lagi. Tapi pada akhirnya mereka bertemu lagi dan lagi.     

Meski Katie telah melupakannya, namun Kinsey masih mengingatnya. Yang penting dia ingat akan cinta pertamanya. Benar. Itu yang terpenting.     

Seharusnya dia tidak menyerah. Jika Katie membencinya, dia akan menjadi orang yang disukai Katie. Jika Katie berusaha mengusirnya, dia akan menyusup masuk melalui jalan yang tidak pernah diduga Katie.     

Lagipula julukan Egon yang disematkan padanya adalah 'rubah'. Dia tidak berhak menyandang nama itu jika dia menyerah untuk mendapatkan Katie.     

Tidak peduli apakah Katie adalah raja merah atau bukan, apakah wanita itu adalah Katalina Oostven atau Katleen Morse.. dia sama sekali tidak peduli. Baginya, Katie adalah Katienya... cinta pertamanya.     

Betapa inginnya dia segera keluar dari tempat sialan ini agar dia bisa mencari Katie. Sayangnya, tidak peduli berapa lama dia berjalan, dia sama sekali tidak menemukan jalan keluarnya.     

Anehnya, dia sama sekali tidak merasa kantuk, lapar atau lelah. Dia hanya merasa bosan setengah mati memandang pemandangan hitam pekat tak berujung.     

Atau apakah mungkin.... sebenarnya dia sudah mati? Jika dia memang mati, seharusnya dia tidak berada di tempat ini sekarang.     

'Kinsey, Kinsey.'     

Kinsey mendengar suara yang tidak dikenalnya memanggil namanya. Dia membuka matanya dan bangkit berdiri berusaha mencari sumber suara itu.     

'Kinsey.'     

Siapa yang memanggilnya? Tanpa menunggu lagi, Kinsey berlari mengikuti arah suara itu.     

Dia mendesah lega akhirnya dia menemukan sebuah cahaya disana. Tangannya terulur untuk menggapai cahaya tersebut dan saat itulah dia keluar dari tempat apapun yang telah mengukungnya beberapa hari ini.     

Kinsey membuka kedua matanya dan melihat dia berada di sebuah kamar yang tidak asing di ingatannya.     

Bukankah ini kamar tamu di kediaman Tettero? Dia ingat dia selalu tidur di kamar ini tiap kali dia datang menginap. Sejak kapan dia tiba di sini? Seingatnya dia berada di hotel yang berada di luar perbatasan Oberpflaz bersama Katie, kemudian....     

"Kinsey..."     

Kinsey menoleh ke arah Kirena yang terlihat kusut. Tampaknya dokter pribadinya sudah tidak tidur selama beberapa hari. Apakah mungkin dia penyebabnya?     

"Kirena, sudah berapa lama aku tidak sadarkan diri?"     

"Hampir satu minggu. Kau benar-benar membuatku takut. Suhu tubuhmu sangat dingin dan jantungmu semakin melemah. Aku pikir kau tidak akan bangun lagi."     

Kinsey tersenyum tipis mendengarnya. Ternyata kondisi tubuhnya dalam keadaan bahaya dan maut sudah hampir menjemputnya. Tapi, lagi-lagi dia belum mati. Dia masih hidup dan bernapas.     

"Apa yang terjadi padaku?" Kinsey berusaha untuk bangun, sayangnya dia tidak memiliki tenaga. Seluruh tubuhnya terasa letih luar biasa dan terasa kaku seolah dia telah berjalan tanpa henti selama berhari-hari.     

Apa mungkin karena dia berjalan terus di dalam tempat gelap tadi? Tidak mungkin. Iya kan? Kinsey sendiri juga ragu akan jawabannya.     

"Tidak ada yang tahu. Alex bilang tiba-tiba saja wajahmu memucat dan kau langsung pingsan. Setelah dua hari tidak sadarkan diri, Alex menyuruh Honda untuk menghubungi Mertun. Itu sebabnya kita berada disini sekarang. Lagipula aku lebih memprioritaskan kesehatanmu daripada meladeni si wanita penguntit itu."     

Kinsey tersenyum kecil mendengarnya. Dia lumayan bisa membayangkan bagaimana Kirena sangat kerepotan saat berusaha menghalau Hillary untuk tidak mencari tahu mengenai kondisinya. Dan dia sangat berterima kasih pada sahabatnya yang langsung bisa memikirkan ide untuk segera meminta bantuan pada Tettero.     

Hillary tidak akan bisa kemari meski wanita itu ingin sekali mengikuti Kinsey kemanapun Kinsey pergi. Biar bagaimanapun, Hillary termasuk anggota kaum Vangarians dan dia tidak boleh sembarangan masuk ke wilayah kekuasaan Tettero tanpa diundang.     

Dengan sabar dan telaten, Kirena membantu Kinsey dan menyiapkan makanan yang bisa memulihkan kesehatan Kinsey.     

Awalnya Kinsey merasa heran karena tidak satupun baik Mertun maupun Alex yang mengunjunginya. Seolah-olah mereka sengaja membiarkannya berduaan dengan Kirena. Meski begitu dia berpura-pura tidak tahu dan membiarkannya saja.     

Keesokan paginya, tubuh Kinsey sudah kembali pulih dan segar kembali. Dia merasa jauh lebih sehat daripada sebelumnya. Dan kini dia bisa keluar dari tempat ini untuk melanjutkan pencariannya terhadap Strockvinch. Setelah itu, dia bisa mendekati Katie dengan leluasa tanpa harus melibatkan wanita itu masuk ke dalam bahaya.     

"Uhm.. Kinsey.. soal itu... malam itu..." Kirena membuka suaranya dengan ragu-ragu saat masuk ke dalam kamarnya. Dia ingin minta maaf atas kelancangannya malam itu, tapi juga takut mendengar jawabannya.     

"Malam yang mana yang kau bicarakan?"     

"Disaat aku bilang kau harus berpikir ulang agar tidak masuk kedalam jebakan pesona Katleen Morse. Aku.. maafkan aku." gumamnya sambil menundukkan kepala.     

Padahal selama ini Kirena yang memperlakukannya seperti anak kecil dan sering membuatnya jengkel. Tapi kali ini wanita itu tampak seperti anak kecil yang bersiap menerima hukuman karena telah melakukan kesalahan besar.     

Terkadang, Kirena bersikap manja seperti anak kecil dihadapannya tanpa disadarinya. Kinsey menyadarinya dan dia sama sekali tidak mempermasalahkannya. Baginya, Kirena merupakan salah satu anggota keluarganya. Karena itu dia tidak keberatan jika Kirena terkadang merajuk atau manja padanya meski tidak ada Hillary.     

Tapi lain cerita jika ternyata gara-gara sikapnya, wanita itu malah mengira dia jatuh cinta padanya. Dia harus segera menyelesaikannya sebelum dia menyakiti perasaan wanita itu. Biar bagaimanapun, Kirena sudah bersamanya selama enam tahun ini. Dan ada rasa sayang pada wanita itu yang juga terkadang bersikap seperti seorang kakak.     

Karena itu dia tidak ingin menyakiti perasaan Kirena.     

"Kirena, kemarilah. Kita harus bicara."     

"Apa kau akan mengusirku?"     

Kinsey tersenyum dengan lembut. "Jika aku ingin mengusirmu, sudah kulakukan dari dulu sebelum kau menjadi dokter pribadiku. Aku hanya ingin mengobrol denganmu."     

Akhirnya Kirena berjalan dan duduk di kursi yang diarahkan Kinsey tadi.     

"Kirena, kau adalah teman yang baik. Aku tidak bisa mengukur rasa terima kasihku padamu. Perasaanku padamu tidak jauh berbeda dengan apa yang kurasakan pada Alex dan Honda. Mereka sangat berharga dimataku begitu juga dengan kau. Tapi kau tahu, apa yang kurasakan pada kalian juga sangat berbeda dengan adikku dan ayahku. Mereka adalah keluargaku dan aku akan melakukan apapun untuk membuat mereka terlindungi dari ancaman bahaya. Dan karena itu aku membutuhkan kalian untuk membantuku."     

"Aku tahu aku egois. Tapi aku tidak pernah memaksa kalian untuk mengikutiku. Kalian boleh bebas pergi meninggalkanku dan aku akan memberi restuku. Jadi... aku harap, kau bisa menghilangkan perasaanmu yang kau miliki padaku. Aku tidak ingin memberimu harapan palsu karena aku tahu... aku tidak mungkin bisa memberimu apa yang kau inginkan."     

"Memangnya apa yang kuinginkan?" tanya Kirena dengan suara gemetar.     

"Hatiku."     

Air mata lolos dari matanya, namun Kirena berhasil menahan suara tangisannya. Dia mengepalkan kedua tangannya mencengkeram kain bajunya dengan hati yang pilu.     

Dia tahu.. dia tidak mengharapkan apa-apa karena Kinsey memang tidak pernah memberinya harapan. Kinsey selalu memperlakukannya dengan sama rata seperti saat bersama Alex atau Honda.     

Tapi, tetap saja... dia merasa sedih dan kecewa. Tadinya dia berpikir asalkan bersama dengan Kinsey saja sudah membuatnya senang. Tapi tentu saja itu bohong. Dalam lubuk hati kecilnya, dia menginginkan agar tidak ada wanita yang bisa memikat hati Kinsey. Dengan begitu secara perlahan Kinsey bisa memandangnya sebagai seorang wanita dan bukannya rekan atau dokter pribadi saja.     

Sayangnya... itu semua hanyalah mimpi belaka.     

Kirena menundukkan wajahnya agar Kinsey tidak melihat air mata yang masih mengalir di pipinya.     

Kinsey merasa kasihan dan hatinya ikut merasa sedih melihat temannya yang berharga menjadi seperti ini. Kinsey mengangkat sebelah tangannya hendak menghiburnya. Namun dia mengurungkan niatnya. Dia tidak ingin memberi harapan apapun pada Kirena. Lagipula.. ini bukan tugasnya untuk menghibur Kirena.     

Kinsey bangkit berdiri dan memanggil Alex untuk segera ke kamarnya. Tugas ini akan dia serahkan pada Alex yang sudah berusaha mendekati Kirena semenjak keduanya bertemu.     

Dia yakin Kirena akan jauh lebih berbahagia jika seandainya wanita itu mau lebih terbuka pada Alex. Tentu saja dia tidak akan melepaskan Alex jika sahabatnya itu menyakiti Kirena.     

Kinsey sungguh berharap orang-orang disekitarnya bisa bahagia     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.