My Only Love: Aku Hanya Bisa Mencintaimu

Jangan Muncul Lagi



Jangan Muncul Lagi

2Katie sedang bermain balok susun bersama anak lelaki berambut merah. Dengan bersabar dan penuh kehati-hatian, Katie mengambil satu balok dari bawah tanpa merubuhkan balok lain di atasnya.     

Giliran anak lelaki itu yang mengambil, namun dengan curangnya anak itu berganti tangan.     

"Hei, tidak boleh ganti tangan. Kau curang."     

"Tidak curang, kan tadi aku belum menarik baloknya. Jadi tidak bisa disebut curang."     

Katie mendecak menerima alasan yang masuk akal itu dan hanya memperhatikan gerakan anak itu yang berhati-hati dalam mengambil balok paling bawah.     

Jika anak itu berhasil, maka sudah dipastikan, saat gilirannya nanti, balok susun itu akan jatuh mengingat kini hanya satu balok saja berada di bawah yang menopang susunan balok yang sudah tidak beraturan.     

Tiba-tiba saja sebuah ide nakal terlintas di benaknya.     

"AAAHH, ADA JANGKRIK DI KAKIMU!" seru Katie dengan lantang membuat anak lelaki itu berteriak histeris.     

Karena belum sempat menarik baloknya keluar dari tempatnya menyebabkan tangannya terangkat sambil menarik paksa balok yang dipegangnya. Balok susun yang sudah tidak seimbang itu rubuh dan berserakan disekitar kaki mereka.     

Katie tertawa terbahak-bahak melihat hasil akhirnya.     

"Yey, aku yang menang."     

"Ish. Kau curang. Awas ya,"     

Katie segera bangkit berdiri dan berlari menghindari kejaran anak lelaki itu. Mereka kejar-kejaran sambil tertawa membuat wajah Katie yang tertidur mengulas senyuman.     

Secara perlahan Katie terbangun dari mimpinya. Suasana hatinya agak membaik setelah mendapatkan mimpi indahnya. Sudah lama sekali dia tidak memimpikan anak lelaki berambut merah itu... cinta pertamanya.     

Katie hendak beranjak bangun dan membuka matanya. Dia agak terkejut dan untuk sesaat dia lupa bahwa kini dia berbaring disebelah Kinsey yang sedang sakit.     

Dia nyaris saja berteriak dan menghajar pria yang masih memeluknya kalau saja dia tidak segera ingat.     

Sekali lagi, Katie mencoba mengangkat sebelah lengan Kinsey yang menindih pinggangnya yang ternyata berhasil. Dengan perlahan-lahan, Katie bergerak dan turun dari ranjang tanpa membangunkan pria itu.     

Setelah itu, Katie menempelkan telapak tangannya ke atas dahi Kinsey untuk mengecek suhu tubuhnya. Sudah tidak terlalu panas. Cepat sekali turunnya?     

Katie melirik ke atas meja yang diatasnya terdapat botol berisi pil buatan suku Oostven.     

Pil penurun panas? Jadi Walther sudah memberinya pil itu? Karena itu dia tidak membawanya ke rumah sakit karena Kinsey pasti akan sembuh setelah tidur selama beberapa jam?     

Katie memandang ke arah pintu kamar dengan jengkel karena ia tahu Walther serta Fred masih menunggunya di luar. Walther sialan itu berani-beraninya memanggilnya kemari, membuatnya khawatir seperti ini padahal sebenarnya tidak terjadi apa-apa pada Kinsey?!     

Katie segera keluar dan mencari sosok dua orang yang kini malah asyik bermain catur.     

"Walther, kalau kau sudah memberinya pil buatan suku kita, kenapa kau masih memanggilku kemari?"     

"Eh? Aku kan tidak memanggilmu kemari." jawab Walther memasang wajah polosnya. "Kenapa kau membawanya kemari?" malah balik bertanya pada Ferd.     

"Dia kelihatan khawatir sekali saat menanyakan kondisinya. Jadi aku mengantarnya kemari."     

Katie diam seribu bahasa mendengar jawabannya. Belum lagi dua pria nakal itu memasang wajah polos dan memandangnya dengan tatapan aneh.     

"Kenapa kalian memandangku seperti itu?"     

"Katalina, kenapa kau tidak bilang pada kami kalau kau menyukai Kinsey? Kami bisa membantumu mendapatkan hatinya." jelas Ferd dengan senyuman jahil disusul dengan tawa cekikikan Walther.     

"Kalian.. kalian... sedang mengerjaiku?" tuduh Katie berusaha menyembunyikan rasa malunya karena ketahuan dia memiliki perasaan terhadap Kinsey.     

"Eits.. kami tidak mengerjaimu. Hanya saja.. kami tadi sempat masuk dan tidak sengaja melihat..."     

Seketika wajah Katie merona. Jadi mereka sempat melihatnya berbaring sambil berpelukan dengan Kinsey?! Dan mereka tidak membangunkannya atau membantunya?     

Ugh!     

"Nona Katalina, sangat mudah membuat Kinsey takluk padamu. Lagipula dia juga menyukaimu."     

Ucapan Ferd membuat Katie serta Walther memandanginya dengan tak percaya.     

"Darimana kau bisa yakin?" bahkan Walther sendiri tidak bisa melihat tanda-tanda dari sikap Kinsey kalau pria itu memang menyukai Katie.     

"Ayolah. Pria mana yang mau mengikuti seorang wanita kemanapun dia pergi kalau dia tidak merasa tertarik dengannya. Mungkin rasa sukanya biasa-biasa saja, tapi setidaknya dia merasa tertarik padamu. Dia merasa penasaran dan ingin mengenalmu lebih dalam."     

"Bukankah itu kabar bagus?" seru Walther antusias. Dengan begini dia tidak perlu khawatir Kinsey akan menjadi musuh mereka nantinya.     

"..." sayangnya Katie tidak meresponnya. Dia terlihat tidak percaya kalau Kinsey tertarik padanya.     

Sebenarnya apa yang terjadi diantara Kinsey dan Katie saat bertemu di Amerika? Pikir Walther merasa heran.     

Ferd dan Walther merasakan pergerakan dari dalam kamar menandakan Kinsey telah bangun dari tidurnya. Tanpa menunggu lagi, Walther menarik Katie dan menyuruhnya diam bersembunyi di pojokan yang tertutup oleh lemari tua kuno.     

Katie memandangnya dengan bingung, tapi dia menurut. Dia mengira Walther merasakan kehadiran musuh di luar tempat ini karena itu menyuruhnya untuk bersembunyi sementara waktu. Tempat ini bukan wilayah kekuasaan Oostven atau siapapun. Semua orang termasuk para turis bisa datang ke tempat ini. Itu berarti keluarga kerajaan serta Vangarians juga bisa datang ke tempat ini.     

Tepat saat Walther duduk kembali, pintu kamar terbuka dan Kinsey keluar dalam keadaan sehat kembali. Kinsey melihat kedua temannya disana dengan bingung. Dia sama sekali tidak menyangka akan melihat dua orang itu disana.     

"Apa yang kalian lakukan disini?"     

"Menurutmu? Tiba-tiba saja kau pingsan di kafe tempatku bekerja. Aku langsung membawamu ke kamarku. Ini ada di bagian belakang kafe."     

"Berapa lama aku tertidur?"     

"Hampir enam jam."     

Kinsey mendesah pasrah mendengarnya. Ini berarti sekarang sudah sore dan dia masih belum menemukan informasi apapun mengenai Oberpflaz ataupun letak persisnya tempat persembunyian Strockvinch.     

Kinsey merasa kesal karena dia telah membuang waktunya untuk sesuatu yang tidak berguna. Dia hendak beranjak pergi saat Walther menghentikannya.     

"Sudah lama kita tidak bermain catur. Mainlah denganku. Hitung-hitung sebagai ganti obat pilku."     

"Kau memberiku pil penurun panas?"     

"Kalau tidak? Kau tidak mungkin sembuh secepat ini."     

Ferd merapatkan bibirnya menahan senyum. Dia tidak tahu apa yang direncanakan sahabatnya saat menyuruh Katie bersembunyi kemudian mengajak Kinsey bermain catur. Yang dia tahu, Walther sengaja mengulur waktu dan berusaha menahan kepergian Kinsey.     

Ferd segera pindah dan duduk di sebelah Walther agar Kinsey bisa duduk dikursi menggantikan posisinya.     

Permainan catur dimulai. Anehnya, Kinsey asal menggeser bidaknya membuat seluruh prajuritnya mati dibunuh. Sama sekali bukan cirinya saat bermain catur.     

"Kinsey, kau sama sekali tidak serius. Masa kau menggerakkan pionmu untuk bunuh diri?"     

"Aku hanya ingin segera mengakhirinya."     

"Ck.. Kau sama sekali tidak berubah. Jika kau tidak menginginkan sesuatu, kau melakukannya dengan asal. Begitu kau menginginkannya, kau menggunakan seluruh kecerdikanmu untuk mendapatkannya. Padahal tanpa mengerahkan seluruh kekuatanmu, kau bisa mendapatkannya dengan mudah." Walther memindahkan ratu dan menyekak raja milik Kinsey. "Aku menang telak. Bukankah ini yang pertama kalinya? Dia bertanya pada Ferd disebelahnya yang dijawab dengan anggukan kepala.     

Kinsey sama sekali tidak ada niatan untuk merespon kalimat panjang lebar Walther. Tidak lama kemudian, ponselnya bergetar menandakan sebuah pesan masuk.     

'Aku menemukan cara untuk masuk ke Oberpflaz. Tapi kau mungkin tidak akan menyukainya.'     

Detik berikutnya dia menerima email dari pengirim yang sama. Keningnya mengernyit melihat data yang dilihatnya dari email tersebut.     

Memang dengan ini dia bisa memasuki kawasan Oberpflaz tanpa harus melewati pos pengecekan identitas. Tapi dia sama sekali tidak suka dengan cara ini. Dia bahkan tidak sudi menggunakan cara ini.     

Sayangnya.. dia tidak memiliki jalan lain. Hanya ini satu-satunya yang ada untuk saat ini dan dia tidak memiliki banyak waktu sebelum Strockvinch menemukan data keluarganya yang sebenarnya.     

"Aku harus pergi. Terima kasih obatnya." Kinsey bangkit berdiri namun kali ini Ferd yang mencegahnya.     

"Ada satu orang lagi yang mengkhawatirkanmu." ucap Ferd. "Dia menemanimu sejak tadi saat kau tidur. Kurasa mungkin kau juga ingin berterima kasih padanya."     

"Maksudnya adalah kau?" terdengar nada jijik pada suaranya.     

"Cih.. aku tidak sudi menemanimu seharian ini."     

Sebelah alis Kinsey terangkat bertanya-tanya permainan apa yang sedang mereka lakukan? Dia tidak punya waktu untuk meladeni mereka dan ingin segera pergi. Sedetik kemudian dia menangkap suara saat Walther berjalan di pojokan dan menarik seseorang keluar dari persembunyiannya.     

Dan disaat itulah dia melihat gadis itu. Wanita yang menyebabkan dia jatuh sakit. Wanita yang beberapa saat lalu muncul di mimpinya. Wanita yang sangat dirindukannya.     

Tapi Kinsey bisa menahan perasaannya agar tidak muncul dari raut mukanya. Dia tidak tahu kenapa tapi dia merasa kedua temannya ini mempelajari perubahan ekspresinya.     

"Kami akan menunggu di luar." sahut Walther pada Katie membuat kedua mata Katie membelalak lebar.     

Dari ekspresinya saja sudah terlihat jelas. Katie tidak ingin berduaan dengannya dan berharap Walther serta Ferd tidak meninggalkannya.     

Kinsey tidak tahu maksud mereka disaat membiarkannya berdua dengan tuan putri mereka yang berharga. Tapi Kinsey menggerakkan kakinya melangkah untuk mendekatinya.     

Kinsey mengernyit dan ada rasa jengkel melihat wanita dihadapannya malah melangkah mundur tiap kali dia mendekat.     

Disaat Katie tidak bisa menghindar lagi karena punggungnya sudah menempel ke dinding, Kinsey berdiri tepat dihadapannya. Dia memasang aura mengintimidasi membuat Katie tidak bisa tidak merasa gugup.     

Kinsey membungkukkan badannya untuk mensejajarkan mata mereka.     

"Nona Katalina,"     

Deg! Entah kenapa Katie merasa takut sekaligus sedih mendengar namanya dipanggil seperti itu.     

"Aku yakin seseorang tidak ingin aku muncul di kehidupannya. Tapi, jika kau yang muncul seperti ini, bukankah itu tidak adil? Aku harap kau tidak pernah muncul lagi dihadapanku kedepannya. Kau juga tidak perlu memperdulikanku. Aku tidak butuh rasa khawatirmu."     

Rasanya Katie ingin menangis mendengar suara sedingin es itu. Apakah orang ini adalah Kinsey? Kinsey yang tersenyum lembut padanya enam tahun yang lalu? Kinsey yang tersenyum lebar dan tertawa bersamanya?     

Kenapa Katie merasa orang ini bukan Kinsey yang pernah ditemuinya enam tahun lalu?     

"Ini yang terakhir kalinya kita bertemu. Jika kita bertemu lagi, jangan salahkan aku jika aku berbuat sesuatu yang tidak akan kau sukai."     

Katie bisa merasakan ancaman yang mengandung bahaya dari kalimat terakhirnya. Belum lagi tatapan pria itu... Itu sama sekali bukan tatapan menghipnotis ataupun menggoda seperti yang diingatnya.     

Dia tidak tahu arti tatapan pria itu. Tapi dia tahu sinar mata pria itu membuat tubuhnya bergidik ketakutan dan kakinya menjadi lemas. Dia merasa dia adalah domba kecil tersesat yang kini terjebak dalam sarang serigala.     

Apakah dulu Kinsey adalah orang seperti ini? Apakah Kinsey memancarkan aura mengerikan seperti ini? Seingatnya dulu Kinsey bersikap sangat baik padanya.     

Apakah... perasaannya terhadap Kinsey hanya halusinasinya saja?     

"Aku bukanlah orang baik seperti yang kau pikirkan, nona. Dan jelas sekali aku bukanlah orang yang sabar. Pikirkan kembali sebelum kau muncul dihadapanku." lanjut Kinsey sebelum menegakkan tubuhnya dan berjalan keluar meninggalkannya.     

Kaki Katie sudah tidak kuat lagi menopang tubuhnya dan dia merosot ke bawah sambil memegang dadanya.     

Sakit, takut, kecewa. Semua berbagai macam emosi bercampur aduk didadanya. Dia ingin menangis tapi tidak ada air mata yang keluar. Kalaupun ada, ia akan berusaha sekuat tenaga agar tidak ada air mata yang lolos dari tempatnya.     

Pria itu... Kinsey sama sekali tidak pantas untuk ditangisi!     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.