Bertengkar
Bertengkar
Alasan mengapa mereka melakukan tes ini di hari yang suram adalah untuk menutupi keberadaan Katie.
Meski dari luar Katie tampak terlihat kuat, keras serta gigih.. tapi sebenarnya hatinya sangat lembut bagai salju. Dia tidak akan tahan melihat orang-orang disekitarnya terluka, apalagi penyebabnya adalah dirinya.
Dia pasti akan merasa sedih dan terpuruk, membuatnya menangis semalaman dimana mengundang hujan untuk turun.
Dengan cuaca yang mendung dan suram, orang tidak akan merasa curiga jika hujan turun tiba-tiba. Karena itu, ritual tes ini hanya dilakukan disaat cuaca mendung atau kelam.
Walther sudah memberinya semangat bahwa kemungkinan tes ini akan berhasil. Karena sudah terbukti beberapa hari lalu saat Katie marah-marah pada Kinsey, tidak ada perubahan cuaca disekitarnya. Dan itu terjadi saat Jarvas berada disisinya.
Seharusnya Katie merasa senang mendengarnya, tapi dia tidak bisa. Entah kenapa dirinya merasa tes kali ini juga akan gagal dan dia tidak tahu alasannya.
Bisa jadi, disaat dia merasa emosi pada Kinsey, dia berusaha sekuat tenaganya agar kekuatannya tidak akfif. Dia sadar dia tidak ingin Kinsey terluka ataupun terkena imbas dari kekuatannya.
Sewaktu dia melihat Walther menyerang Kinsey saat pertama kali mereka tiba hari itu, Katie merasa takut luar biasa. Dia takut Kinsey akan terluka karena dia tahu seperti apa kemampuan Walther dalam bertarung. Belum lagi jika memikirkan mereka akan menangkap serta mengurung Kinsey yang waktu itu dikiranya adalah orang luar. Dia takut mereka akan menyiksanya dan membuatnya terluka parah.
Dia teringat dia merasa lega luar biasa menyadari hal itu tidak terjadi. Dia lega ternyata Kinsey sudah merupakan bagian dari sukunya.
Sejak itu dia sadar... tidak peduli seberapa hancur hatinya akan enam tahun yang lalu, Katie tidak bisa tidak mengakui.. pria itu telah menguasai hatinya dan pikirannya sepenuhnya. Hal ini membuatnya semakin terpuruk karena patah hati. Dia tahu Kinsey tidak mungkin memiliki perasaan yang sama dengannya. Dia yakin akan hal ini. Sudah terbukti enam tahun yang lalu saat dia mengungkapkan perasaannya melalui surat. Dan Kinsey sama sekali tidak mengejarnya ke bandara ataupun menemuinya untuk membahas apa yang terjadi di pantai.
Katie menekuk kedua kakinya di depan dadanya, lalu menenggelamkan wajahnya diantara lututnya.
'Aku menyukaimu.. sangat menyukaimu.' ungkap Katie dalam hatinya.
"Kinsey..." tanpa sadar dia memanggil nama pria itu.
"Apa?"
Katie segera mendongakkan wajahnya sama sekali tidak menyangka pria yang dipanggilnya berdiri dihadapannya.
Kinsey berjongkok agar pandangan mata mereka sejajar. "Apa yang sedang kau lakukan sendirian disini?"
"..." Katie tidak bisa menemukan suaranya. Dia sedang bertanya-tanya sejak kapan pria itu ada didekatnya? Apakah tadi dia juga mengungkapkan perasaannya melalui mulutnya? Apakah pria itu mendengarnya?
Tidak. Tidak. Dia harus tenang dulu agar dia bisa mengingat kembali. Lalu Katie menatap lurus ke arah mata coklat gelap milik Kinsey. Dilihat dari ekspresinya, sepertinya dia tidak mengucapkan secara langsung.
Mengetahui hal ini, Katie bernapas lega.
"Bukan urusanmu." jawab Katie sadar Kinsey masih menunggu jawaban atas pertanyaannya.
"Baiklah."
Katie mendesah lega melihat Kinsey bangkit berdiri hendak pergi meninggalkannya. Tapi dugaannya ternyata salah. Pria itu memang bangkit berdiri tapi jelas tidak berniat meninggalkannya. Dia malah duduk disebelahnya.. SEBELAHNYA!! Bahu mereka bahkan saling menempel!
Apakah pria itu tidak bisa duduk agak jauhan sedikit? Atau paling tidak di belakangnya? Kenapa harus disebelahnya? Kenapa?!
Katie bergerak hendak menggeser posisi tubuhnya menjauhi Kinsey, namun lengan pria itu malah merangkul bahunya dan menahannya untuk tidak bergerak.
"APA YANG KAU LAKUKAN?!" bentak Katie sambil menoleh ke arah Kinsey. Dia terkesiap saat menyadari wajah mereka sangat dekat membuat jantungnya kembali menjadi liar.
"Kau lupa dengan taruhan kita?"
Katie mendengar nada dingin pada suara pria itu. Kinsey marah. Itulah yang dirasakannya. Kenapa pria itu marah? Seharusnya dia yang marah saat ini!
"Taruhan apa maksudmu?" meski begitu, Katie berusaha meredam emosinya, namun tidak menahan suaranya yang kini semakin meninggi.
"Di hari pertama aku datang kemari, kita bertaruh. Jika aku menang, aku akan menempel padamu sesuka hatiku dan kau tidak boleh menjauhiku. Kau ingat?"
Jadi maksudnya adalah, pria itu akan mendekatinya sesuka hatinya dan kemudian mencampakannya setelah bosan?! Luar biasa sekali!
Kinsey merasa sepertinya dia melakukan kesalahan. Apakah kalimatnya? Ataukah cara bicaranya? Disaat dia hendak mencari apa yang salah, tindakan Katie berikutnya menghapus semua yang dipikirkannya.
Katie menarik lengan Kinsey dari bahunya. Kemudian membawa pergelangan tangan pria itu ke mulutnya. Lalu... menggigitnya sekeras mungkin.
Kening Kinsey mengernyit sama sekali tidak menyangka Katie akan menggigitnya. Kalau dibilang terasa sakit, dia juga tidak kesakitan. Kalau dibilang tidak sakit, dia tetap merasa agak sedikit sakit.
Dengan bingung Kinsey bertanya-tanya apa yang membuat gadis ini begitu marah? Dia bahkan bisa merasakan amarah yang luar biasa disertai kebencian mendalam dari gigitannya.
'Segitunyakah kau membenciku?' tanya Kinsey dengan sedih dalam hatinya.
Katie melepaskan gigitannya setelah menggigitnya selama satu menit penuh. Kinsey bisa melihat air mata yang baru terbentuk di mata gadis itu. Kinsey mengangkat sebelah tangannya yang lain ke arah Katie hendak mengusap puncak kepalanya. Dia tidak tahu kenapa tapi sepertinya dia memang telah melakukan kesalahan dan hendak meminta maaf pada gadis itu.
Tapi, Katie salah paham dan mengira Kinsey ingin membalasnya sehingga dia bangkit berdiri sebelum berteriak.
"KENAPA KAU HARUS MUNCUL LAGI? TIDAK BISAKAH KAU PERGI DARI KEHIDUPANKU? AKU MEMBENCIMU!!"
Kalimat itu bagaikan senjata tajam yang menembus hatinya.. bahkan membunuh jiwanya.
Kinsey menatap kepergian punggung Katie dengan tatapan kosong.
"Jadi, apa yang terjadi enam tahun lalu hanyalah sebuah mimpi belaka?" desah Kinsey dalam kesedihan yang besar. Dia tidak pernah merasa sedih seperti ini sebelumnya.
Kinsey melirik ke arah pergelangan tangannya yang kini berdarah akibat gigitan Katie. Dia mengangkat tangannya dan mencium bekas gigitannya.
'Tidak tahukah kau, aku begitu mencintaimu? Bahkan disaat kau melukai hatiku seperti ini... aku masih tidak bisa membencimu.'
Sementara itu Katie berlari dan terus-terusan menghapus air matanya yang terus saja lolos keluar. Dia juga mulai merasakan air yang turun dari langit. Gerimis. Sedikit demi sedikit hujan mulai turun.
Begitu tiba di rumahnya, Katie menutup pintu dan kemudian terjatuh duduk di lantai bersender di pintu rumahnya. Saat itulah dia tidak peduli lagi dan menangis sekeras-kerasnya.
Kenapa Kinsey harus bersikeras mendekatinya kalau pria itu tidak menyukainya? Kenapa pria itu kejam sekali mempermainkan hatinya?
Hati Katie terasa pedih. Ini pertama kalinya dia membohongi perasaannya sendiri. Tadi dia bilang dia membenci Kinsey, padahal yang sebenarnya sebaliknya.
Tangisan Katie semakin keras bersamaan dengan turunnya hujan yang deras serta beberapa petir terdengar.
-
Walther sedang melamun sambil memandang ke luar melalui jendela rumahnya. Sayup-sayup dia masih bisa mendengar saudara-saudaranya membicarakan tes pencocokan wadah yang akan diadakan beberapa menit lagi.
Walther menduga, kali ini mereka akan membatalkannya.
Barusan saat dia hendak mencari Katie di tempat favorit gadis itu, dia melihat Katie sedang bertengkar dengan Kinsey.
'KENAPA KAU HARUS MUNCUL LAGI? TIDAK BISAKAH KAU PERGI DARI KEHIDUPANKU? AKU MEMBENCIMU!!'
Kenapa Katie berkata seperti itu? Apakah mungkin mereka pernah bertemu di Amerika sebelumnya? Kalau iya, kenapa keduanya tidak berkata apa-apa? Kenapa mereka bersikap seolah tidak pernah bertemu sebelumnya? Apakah terjadi sesuatu di Amerika?
Kalau diingat kembali semenjak kedatangan Kinsey, ada yang aneh pada Katie. Mood gadis itu tidak stabil tiap kali melihat sosok Kinsey. Sebenarnya apa yang terjadi disaat keduanya bertemu di Amerika?
Dia tidak tahu apa yang terjadi atau penyebab pertengkaran mereka. Tapi dia mengerti satu hal. Katalina jatuh cinta pada Kinsey.
Walther mendesah merasa kasihan pada gadis yang sudah dianggapnya seperti adik sendiri. Cinta seorang 'Raja Merah' tidak akan pernah terbalas. Kalaupun terbalas itu bukanlah cinta yang sebenarnya. Tapi perasaan yang sudah terikat oleh kekuatan 'pesona' seorang Raja Merah.
"Hei, apa yang terjadi? Jarvas bilang Katalina sedang menangis di rumahnya." celetuk Clodio.
"Jadi hujan ini karena tangisannya?"
"Bukan." jawab Egon sambil membawa balok yang merupakan tanda sisa hidup Katie.
"Lingkarannya belum berkurang. Hujan ini memang berasal dari alam, bukan dari kekuatannya."
Satu lagi alasan mengapa mereka memilih hari hujan untuk melakukan ritualnya. Karena jika hujan memang sudah turun, kekuatan Katie tidak akan aktif meski dia menangis sekeras apapun.
Hanya saja, mereka tahu.. Katie jarang menangis. Dia hanya menangis kalau melihat ada yang terluka. Tapi sekarang tidak ada yang terluka. Tes pencocokan wadah juga belum dilakukan. Lalu apa yang membuat Katie menangis?
"Siapa yang membuatnya menangis?" untuk pertama kalinya ada yang menebak dengan benar.
Vilhelmina... seorang wanita di akhir empat puluh tahunan memiliki naluri keibuan yang luar biasa. Dia adalah salah seorang yang paling kuat ingin melindungi Katie.
"Ada yang membuatnya menangis? Siapa?"
Terdengar bisikan yang bertanya-tanya siapa yang sudah berani membuat tuan putri mereka menangis. Tidak ada yang tahu jawabannya kecuali Walther dan Walther memutuskan untuk menyimpannya.
Biar bagaimanapun dia adalah teman baik sekaligus rekan satu tim Kinsey disaat Kinsey masih menjadi bagian Oostven. Dia sangat menyukai sahabatnya itu dan tidak ingin pria itu terkena amukan atau sindiran dari seorang Vilhelmina.
Tapi.. dia juga tidak bisa membiarkan Kinsey membuat Katie menangis terus-menerus. Karena itu dia menyelinap keluar menerobos hujan deras menuju ke bungalo yang ditempati Kinsey selama beberapa hari belakangan ini.
-
Kinsey sedang memasukkan pakaiannya ke dalam tas kopernya saat Walther masuk menerobos dengan pakaian basah kuyup.
"Apa yang sedang kau lakukan?" Kening Walther mengernyit melihat Kinsey mengemasi pakaiannya.
"Mulai sekarang aku akan tinggal di hotel. Urusanku disini sudah selesai."
"Maksudmu?" Walther memincingkan matanya dengan curiga. Dia merasa dia tidak akan suka arah pembicaraan ini.
"Jika aku ingin menyelinap ke Oberpflaz, tidak ada untungnya aku terlihat bersama kalian."
"Untuk apa kau menyelinap kesana?" Ada sedikit rasa lega karena sepertinya kepergian Kinsey bukan karena pertengkarannya dengan Katie. "Apa yang terjadi pada tanganmu?" Walther sempat melihat luka seperti bekas gigitan di pergelangan kiri Kinsey.
"Bukan sesuatu yang penting." jawab Kinsey tanpa menjawab pertanyaan Walther yang pertama.
Begitu selesai berkemas dia mengalungkan tali tasnya ke bahunya, lalu beranjak pergi.
"Kau tidak mau menunggu hujan berhenti dulu?" tanya Walther.
"Tidak. Lebih cepat aku pergi, lebih baik." ujarnya dengan pandangan kosong. "Sampai ketemu lagi." lanjut Kinsey sembari menepuk pundak Walther satu kali.
"Apa kau pernah bertemu dengan Katalina di Amerika?" Walther sama sekali tidak berbasa-basi dalam mengajukan pertanyaannya.
Langkah Kinsey terhenti mendengar pertanyaan itu. Keheningannya yang cukup lama membuat Walther mengetahui jawabannya.
"Apa ada masalah?" Kinsey tahu Walther sudah bisa menebak jawabannya, karena itu dia balik bertanya.
"Bagaimana perasaanmu terhadapnya? Kagum, terpesona atau...."
"Tidak peduli seperti apa bentuk perasaanku padanya, yang aku tahu... dia membenciku. Aku tahu kau mendengarnya. Aku merasakan kehadiranmu tadi."
Dengan kalimat itu, Kinsey pergi meninggalkannya. Pada akhirnya Walther tidak mendapatkan jawaban dari pertanyaannya.
Sebenarnya apakah Kinsey menyukai Katie atau tidak?
Seharusnya, Katie bisa menggunakan kekuatan pesonanya untuk memikat hati pria itu. Tapi Kinsey malah bersikap acuh tak acuh dan tidak peduli.
Hanya ada dua hasil yang diciptakan kekuatan pesona dari sang 'Raja Merah'. Hati yang terpikat dan bertekuk lutut atau... hati yang membenci 'Raja Merah' hingga ingin membunuhnya.
Biasanya jika ada orang yang menolak jerat pesona dari 'Raja Merah', dia akan melawannya sekuat tenaga hingga berakhir dengan rasa benci. Orang yang sudah dipenuhi kebencian seperti ini tidak akan pernah berhenti untuk membuat 'Raja Merah' hidup menderita.
Salah satu contohnya adalah kaum Vangarians. Mereka berusaha sekuat tenaga untuk melawan jerat pesona dari kekuatan 'Raja Merah'. Pada akhirnya mereka semua malah berbalik menjadi benci pada 'Raja Merah' bahkan melatih dan menciptakan kawanan serigala yang bisa melacak bau 'Raja Merah' untuk menerkamnya tanpa ampun.
Walther hanya berharap Kinsey tidak berakhir sama seperti para Vangarians. Karena kalau tidak, itu berarti Kinsey adalah musuh mereka... dan mereka harus melenyapkan Kinsey dari muka bumi ini sebelum pria itu bergabung dengan Vangarians.
Karena dia tahu.. Kinsey bukan manusia biasa. Dia memiliki kemampuan sama hebatnya dengan Dimitri, bahkan mungkin lebih hebat.
Bedanya, rasa haus darah Dimitri teredam karena dia menjadi umbra Katie, sedangkan Kinsey... Pancaran haus darah dan sinar tajam yang ingin membunuh seseorang masih terlihat jelas di matanya.
Kinsey bukan manusia normal. Dia seorang pembunuh yang paling kejam dan berhati dingin. Dia bahkan tidak memberi ampun pada anak kecil sekalipun, jika anak itu merupakan anggota keluarga musuhnya.
Sifat asli Kinsey adalah monster yang ditutupinya dengan sikap tenang serta topeng datarnya. Bahkan dia yakin sekali Kinsey tidak menunjukkan sifatnya yang sebenarnya pada keluarga pria itu.
Di dunia ini hanya Walther dan Egon saja yang mengetahui seperti apa sisi lain Kinsey sebenarnya.