Perasaan Katie
Perasaan Katie
Di mimpinya dia sedang bermain 'gadis berkerudung merah' bersama teman-temannya. Kitty berlari sembari tertawa saat dikejar oleh anak yang memerankan 'serigala' mengincarnya. Saat itulah dia melihat anak lelaki berambut merah.
Waktu itu dia tidak ingat nama anak itu jadi hanya memanggilnya dengan julukan 'rambut merah'. Tentu saja anak itu merasa jengkel dan menyuruhnya untuk memanggil namanya dengan benar.
'Hei! Namaku bukan rambut merah. Namaku...'
Katie melihat anak itu menggerakkan mulutnya di mimpinya. Tapi dia sama sekali tidak bisa mendengarnya.
Siapa? Siapa namanya? Terkadang dia merasa frustrasi karena tidak bisa mengingat nama anak itu.
Di dalam tidurnya kedua alis Katie bertautan berusaha mendengar suara anak itu saat menyebut namanya. Namun hasilnya sia-sia karena seseorang menggoyangkan tubuhnya dan membangunkannya dari tidurnya.
"Kitty sweety bitty, sebaiknya kau pulang sekarang." Nerissa, manajer sekaligus teman baik Katie membangunkannya dengan lembut. "Gunakan cutimu baik-baik agar direktur kita tidak marah-marah lagi.
Katie tersenyum mengiyakannya. Hari ini adalah jadwal rekaman untuk album terbarunya. Tapi hanya gara-gara satu telpon dari Anna yang menanyakan keberadaan Cathy membuatnya tidak bisa berkosentrasi pada rekamannya.
Benar. Kini dia berhasil menjadi seorang penyanyi jazz terkenal. Banyak yang ingin mengontraknya dan menampilkannya di acara variety show. Dan dia bisa menyanyi sepuasnya tanpa takut akan ada binatang yang mengikutinya. Karena dia bukan 'Raja Merah' lagi. Dia adalah manusia normal.
Sebelumnya Katie sering mengadakan tur konser di seluruh negeri ini membuat keuangan keluarga mereka menjadi meningkat. Dia bahkan bisa membeli sebuah apertemen sendiri dan membelikan rumah baru untuk kedua orangtuanya di Iowa. Apertemennya bukanlah apertemen yang mewah atau besar. Apertemennya cukup kecil namun nyaman untuk ditinggali.
Meski dia berharap kedua orangtuanya mau tinggal bersamanya di New York, dia tetap tidak memaksa mereka pindah. Kedua orangtua asuhnya masih lebih memilih menetap di Iowa hingga masa pensiun mereka nanti. Karena itu Katie menghormati keputusan mereka dan membelikan rumah yang lebih nyaman serta mempekerjakan beberapa pembantu untuk kedua orangtuanya.
Hingga di satu titik disaat dia mulai merasa agak jauh dari kedua orangtuanya, dia memutuskan untuk berhenti. Dia tidak ingin lagi konser keliling dalam ataupun luar negeri. Dia hanya mau tampil di New York saja agar dia bisa menemui kedua orangtuanya dan sahabatnya.
Sayangnya, disaat dia memutuskan untuk mengurangi jadwalnya... Cathy, sahabatnya malah sering melamun dan terlihat sedih. Dia ingin melakukan sesuatu untuk mengembalikan keceriaan dan senyuman pada Cathy. Tapi... dia sadar.. satu-satunya yang bisa mengembalikan itu semua hanyalah pria itu. Vincentius Regnz.
Kemana pria itu pergi hingga membuat sahabatnya sampai terpuruk seperti ini?
Dan tadi pagi dia mendapat telpon dari Anna menanyakan keberadaan Cathy. Katie merasa curiga apakah mungkin Cathy menghilang?
Dan kecurigaannya menguat disaat dia bertanya pada Steve, Mercy dan lainnya yang ternyata juga dihubungi oleh Anna.
Katie sendiri juga mencoba menghubungi ponsel Cathy yang ternyata tidak aktif. Hal ini membuatnya khawatir dan gelisah sepanjang rekaman sampai membuat direkturnya marah-marah.
Bagaimana dia tidak merasa khawatir? Cathy adalah anak yang bertanggung jawab dan tidak pernah membiarkan anggota keluarganya mengkhawatirkannya. Dan sekarang tiba-tiba saja dia pergi tanpa memberitahu orang rumah? Sama sekali bukan karakter sahabatnya.
Pada akhirnya Katie diberi cuti satu minggu karena direktur musiknya menilai Katie tidak dalam keadaan sehat.
Dengan pasrah Katie mengiyakannya sambil berdoa agar Cathy segera kembali dan tidak terjadi apa-apa pada sahabatnya itu.
Ponsel Katie bergetar menandakan sebuah pesan masuk. Setelah membacanya, Katie bangkit berdiri.
"Mau kemana?" tanya Nerissa
"Aku mau pulang. Bukankah kau menyuruhku untuk pulang sekarang?"
"Memang benar. Aku akan mengantarmu, tapi setelah aku membereskan barang-barang ini."
Katie tersenyum saat menjawabnya, "Tidak perlu. Aiden sudah datang menjemputku."
"Ah.." Nerissa tertawa kecil sambil mengedipkan matanya. "Jadi kapan nih kau akan mengenalkan kekasihmu secara resmi."
"Huh? Aiden hanya teman. Tidak lebih dari itu. Lagipula.. aku tidak memiliki perasaan khusus padanya."
"Kasihan Aiden." desah Nerissa. "Dia menyukaimu kau tahu kan? Mana ada pria yang mau repot-repot menjemputmu, menemanimu belanja dan selalu datang ke acara konsermu kalau dia sama sekali tidak memiliki perasaan khusus padamu?"
Katie mengerjapkan matanya beberapa kali dan bertanya dengan polos. "Maksudmu dia menyukaiku?"
Lagi-lagi Nerissa mendesah dengan berlebihan. "Kitty sweety bitty, hanya orang buta yang tidak bisa melihatnya."
"Tapi aku..."
"Kau masih memikirkan anak itu?"
"..." Kitty tidak bisa membantahnya. Dia memang pernah menceritakan tentang anak berambut merah yang terkadang masih muncul di mimpinya pada manajernya. Bahkan Cathy tidak pernah diberitahunya soal ini.
"Aku sama sekali tidak mengerti. Padahal kalian hanya bertemu beberapa kali, tapi kenapa kau masih memikirkannya?"
Katie sendiri juga tidak tahu jawabannya. Mereka hanya bertemu beberapa kali. Dan anak itu telah mengingkari janjinya dua kali. Pertama, anak itu tidak datang di hari ulang tahunnya yang kedelapan dan membawakan es krim untuknya. Yang kedua, anak itu tidak muncul di sekolah Trinity seperti yang mereka janjikan.
Bisa dibilang anak itu adalah orang yang brengsek. Seharusnya Katie melupakannya dan membencinya. Tapi kenapa... justru sebaliknya. Anak itu meninggalkan kesan yang begitu mendalam di hatinya dan dia tidak tahu alasannya. Dia bahkan tidak bisa membenci anak itu.
Anehnya lagi, tiap kali dia merasa emosi disaat dia masih menjadi 'Raja Merah', emosinya langsung mereda begitu mengingat anak itu.
Kenapa? Kenapa anak itu bisa meninggalkan kesan yang mendalam baginya?
Didalam lift Katie merogoh tas selempangnya dan mengambil gantungan kunci pemberian anak itu yang kini ia pakai sebagai gantungan kunci apertemennya. Kalau dipikir-pikir kenapa dia memutuskan untuk menggunakannya? Dia bisa saja membuangnya atau... paling tidak menyimpannya di gudang.
Tapi kenapa dia malah menggunakannya sebagai kunci tempat tinggalnya?
Pintu lift terbuka dan Katie berjalan menuju lobi hingga keluar melewati pintu utama gedung.
Sadar dia belum mengembalikan kunci didalam tasnya, dia segera memasukkannya kembali. Setelah memastikan kuncinya aman tersimpan didalam tasnya, barulah dia melangkah keluar menuju ke tempat parkiran khusus dimana Aiden telah menunggunya.
"Nona! Aku yakin ini adalah barang milikmu."
Katie berbalik melihat seorang pria tinggi dengan menggunakan jas hitam sepanjang lutut menyerahkan sebuah gantungan kepadanya.
Katie mendecak kesal, apakah mungkin tadi dia menjatuhkan kuncinya saat memasukkannya tadi? Betapa cerobohnya dia.
Karena dia sendiri juga lupa apakah dia sudah memasukkan kuncinya dengan aman didalam tasnya atau belum, Katie menerima gantungan itu dengan senang hati tanpa memperhatikan detailnya.
"Terima kasih." sadar Aiden telah menunggunya dari tadi, Katie segera berlari meninggalkan pria itu.
Begitu menemukan mobil yang sangat dikenalnya, Katie memasukinya tanpa ragu.
"Maaf membuatmu lama menunggu." ucap Katie.
Tanpa peringatan Aiden menempelkan punggung tangannya ke dahi Katie.
"Kau habis berlari? Kenapa harus berlari? Segitunya merindukanku ya?"
Kalau seandainya dia belum mendengar dugaan Nerissa yang mengatakan Aiden menyukainya, Katie pasti akan menempis tangan pria itu dan memasang wajah cemberut. Setelahnya mereka akan kembali berbincang dengan normal layaknya sahabat biasa.
Tapi sekarang... dia tidak tahu harus bagaimana merespon pertanyaan pria disebelahnya.
Kalau Aiden memang menyukainya, lalu bagaimana dengan perasaannya? Apakah dia menyukai Aiden? Ya, dia menyukainya. Tapi perasaan sukanya sama seperti rasa sukanya terhadap Steve atau teman pria lainnya. Bukan perasaan suka yang khusus ditujukan pada seorang kekasih.
Ditambah lagi, jarak usia mereka sangat jauh. Hampir dua belas tahun dan Aiden sering memperlakukannya seperti anak-anak. Bukan berarti dia tidak menyukainya. Dia bahkan diam-diam suka dimanja oleh pria ini. Hanya saja...
Katie menghela napas karena sudah tidak ingin memikirkan hal yang menurutnya sangat rumit ini.
"Hm.. Kau aneh sekali. Tidak biasanya kau jadi diam seperti ini." Aiden terkekeh dan menjalankan mobilnya.
Katie mengusap gantungan kunci apertemen yang tadi ditemukan orang baik hati itu. Kemudian dia tersadar, tidak ada kunci apertemennya disana. Hanya gantungannya saja berbentuk kotak dengan hiasan mic kecil. Lalu dimana kunci apertemennya?"
Katie segera membuka tasnya mencari kantong dimana biasanya dia menyimpan kunci rumahnya. Dia bernapas lega begitu melihat kuncinya masih aman didalam tasnya.
Anehnya, kunci miliknya masih terkait di gantungannya. Kalau begitu, gantungan siapa yang tadi diterimanya.
Seketika jantungnya berdetak dengan kencang dan segera menyuruh Aiden menghentikan mobilnya.
Begitu mobil berhenti, Katie keluar dan berlari sekencang-kencangnya kearah gedung agensinya. Katie tidak tahu penyebab debaran jantungnya ini adalah akibat dia berlari atau karena dia akan bertemu lagi dengan anak itu.
Anak berambut merah. Anak itu mengingatnya. Apakah dia mengenalnya? Apakah dia datang ke konsernya? Kenapa anak itu tidak pernah menemuinya selama ini?
Begitu tiba didepan gedung agensinya, Katie berputar dan mencari sosok pria berjas hitam tadi. Hanya saja dia tidak bisa menemukannya. Dia memang tidak ingat wajah pria tadi, tapi dia akan mengenali orang itu begitu menemukannya. Sayangnya tidak ada satupun orang yang dicegatnya merupakan orang yang sama yang dicarinya.
Mata Katie mulai berkaca-kaca merasa frustrasi. Kenapa disaat seperti ini nama anak itu tidak muncul juga di otaknya? Akan lebih mudah jika dia memanggil nama anak itu. Sayangnya, dia sama sekali tidak ingat.
Katie berhenti mencari dan menatap gantungan kunci yang diberikan pria tadi. Kenapa orang itu memberikan gantungan ini padanya? Apakah orang itu berniat untuk memutuskan hubungan mereka di masa lalu?
Katie mengambil gantungan kunci miliknya dan menyatukannya dengan pasangannya. Dadanya terasa sakit dan pedih. Rasanya ingin menangis tapi tidak ada air mata yang keluar dari matanya. Saat itulah dia menyadari sesuatu.
Kini dia mengerti satu hal. Alasan kenapa anak itu meninggalkan kesan yang mendalam baginya; alasan kenapa anak itu terkadang muncul di mimpinya; alasan kenapa Katie tidak bisa membenci anak itu meski dia ingin... Katie jatuh cinta pada anak itu. Anak itu adalah cinta pertamanya.
Katie mendengus sarkas ke arah dirinya.
'Dasar bodoh. Bisa-bisanya kau jatuh cinta pada orang yang tidak mencintaimu.' Hina Katie pada dirinya sendiri.
Dulu saat pertama kali dia melihat cara Vincent memandang Cathy, dia merasa iri dan berharap bisa menemukan seseorang seperti Vincent. Orang yang bisa memandangnya seperti Vincent memandang Cathy.
Tapi kini... dia tidak yakin, apakah dia akan merasa bahagia kalau ternyata ada orang yang bisa memandangnya seperti yang diinginkannya. Karena hatinya saat ini hanya merindukan satu orang saja. Dan dia akan merasa patah hati seumur hidupnya karena tidak bisa menemukan orang itu ataupun informasi mengenai orang itu. Karena dengan cerobohnya, dia melupakan nama cinta pertamanya.
"Katleen, ada apa?"
Katie mendongak dan melihat Aiden sedang memandangnya dengan tatapan khawatir.
'Dia menyukaimu kau tahu kan? Mana ada pria yang mau repot-repot menjemputmu, menemanimu belanja dan selalu datang ke acara konsermu kalau dia sama sekali tidak memiliki perasaan khusus padamu?'
Apa suatu saat nanti dia bisa membuka hatinya untuk pria ini? Apakah dia bisa mencintai Aiden?
Katie ingin mencobanya. Dia ingin melupakan cinta pertamanya dan mengubur dalam-dalam perasaan yang baru disadarinya. Karena itulah dia bersedia menemani Aiden kemanapun pria itu ingin pergi. Dia bahkan menurunkan pertahanannya dan tidur disaat pria itu hendak mengantarnya pulang.
Padahal sebelumnya ia yakin dia merasa tidak mengantuk sebelumnya. Tapi kenapa tiba-tiba dia merasa kantuk yang tidak bisa ditahan? Karena dia memutuskan untuk mencoba mencintai pria itu, dia merasa tidak curiga dan tertidur dengan pulas selama perjalanan pulang.
Dia sama sekali tidak mengetahui pria yang bersikap seolah mencintainya dengan tulus; pria yang dibiarkannya untuk mencoba memasuki hatinya, ternyata bukanlah manusia... melainkan iblis yang tidak memiliki perasaan manusiawi sama sekali.