Hari Pertama
Hari Pertama
Tadi sore saat dia pulang dan menerima surat pemberitahuan dari Trinity, dia sangat bahagia. Teramat bahagia hingga dia yakin hari ini adalah hari yang paling membuatnya bahagia.
Tadinya dia masih menari-nari dengan gembira setelah berbicara dengan umbranya. Dia bahkan merencanakan apa saja yang akan dilakukan di sekolah barunya nanti.
Sekolah Trinity berbeda dengan sekolah elit di Iowa. Trinity memang elit, tapi masih ada banyak siswa yang kurang mampu juga bersekolah disana. Mungkin ada perbedaan tingkat sosial dan mungkin juga ada yang akan memandangnya rendah dan menindasnya.
Tapi akan ada yang beda. Yang berbeda, dia akan memiliki banyak teman yang senasib dengannya. Akan ada yang membelanya dan dia juga akan membantu mereka yang ditindas.
Dia merasa antusias dan tidak sabar menantikan tahun ajaran baru sehingga dia bisa segera pindah ke New York dan mulai bersekolah di Trinity.
Hanya saja.. kebahagiaannya lenyap dalam sekejap digantikan dengan rasa sedihnya. Ada banyak hal yang membuatnya sedih.
Pertama, kedua orangtuanya memutuskan untuk tetap tinggal di Iowa karena mereka tidak suka dengan keramaian kota. Tentu saja mereka masih bisa saling bertemu saat mereka datang berkunjung atau saat Katie pulang tiap akhir pekan. Lagipula jarak antara Iowa dan New York hanya memakan waktu dua jam dengan kereta api. Karena kedua orangtuanya tidak pindah, maka Katie akan tinggal di asrama yang disediakan Trinity.
Meski mereka bisa bertemu kapanpun mereka mau, tetap saja rasanya berbeda jika mereka tidak tinggal bersama. Katie tidak bisa lagi minta dipeluk atau tidur bersama dengan kedua orangtuanya disaat dia mengalami mimpi buruk. Dia harus membiasakan dirinya untuk tidur sendirian tiap malam di kamar asrama sekolahnya.
Kemudian hal kedua yang membuatnya sedih ketika umbranya mengucapkan salam perpisahan padanya. Mulai saat dia pindah ke New York, umbra akan jarang muncul dihadapannya karena dia sudah tidak dibutuhkan lagi. Namun umbra masih akan mengawasinya dan melindunginya diam-diam. Meski Katie tidak bisa melihat umbra, umbranya akan selalu bisa melihat Katie dan menjaganya.
"Bagaimana kalau aku merindukanmu? Bagaimana kalau aku ingin bertemu denganmu?" rajuk Katie pada umbranya.
Umbra bersiul yang disusul kedatangan seekor burung makau merah dan mendarat di pundaknya. Umbra menyentuh paruhnya sebelum mengelus puncak kepala burungnya.
"Jaga dia selama aku tidak ada."
'Jaga Kei! Jaga Kei!' seru burung makau merah sambil mengepakkan sayapnya dan terbang berpindah ke atas pundak Katie.
Katie merasa geli dengan bulu yang menyentuh telinganya membuatnya tertawa dan melupakan kesedihannya seketika.
"Jika kau merindukanku, kau bisa menyuruhnya memanggilku. Dia selalu bisa menemukanku."
Barulah Katie kembali tersenyum sumringah dan bermain bersama burung makau yang kini menjadi miliknya.
Lalu yang terakhir.. Hal terakhir yang membuatnya sedih teramat sedih. Dia melupakan sesuatu yang penting.
Tadi saat dia memikirkan untuk menemukan teman masa kecilnya, dia mencoba menyebutkan sebuah nama. Nama anak lelaki itu. Nama anak berambut merah yang sudah membuat janji dengannya untuk bertemu lagi di Trinity.
Sayangnya, tidak peduli seberapa keras dia berusaha untuk mengingatnya... Katie sama sekali tidak bisa ingat. Bahkan kejadian kecil yang pernah mereka lalui bersama saat di Lousiana terlihat samar-samar di benaknya.
Yang dia ingat hanya warna rambutnya yang terlihat coklat disaat bersamaan terlihat merah dibawah sinar matahari. Tapi wajah dan juga nama anak itu sama sekali tidak bisa diingatnya.
Katie mencoba bertanya pada umbranya yang ternyata umbranya malah tidak kenal siapa yang dibicarakannya. Dia juga bertanya pada kedua orangtuanya yang ternyata mereka juga tidak ingat anak itu.
Jika seandainya dia tidak pernah membayangkan atau mengingat-ingat janjinya dengan anak itu, Katie pasti sudah mengira pertemuannya dengan si rambut merah hanyalah mimpi belaka.
Aneh sekali. Padahal minggu lalu dia yakin dia masih mengingat nama anak itu. Kenapa sekarang tiba-tiba menghilang begitu saja? Seolah dia mengalami amnesia.
Katie menggigiti kuku jarinya dengan gelisah. Bagaimana caranya dia bisa menemukan teman masa kecilnya kalau dia tidak tahu nama anak itu?
Parahnya, umbra dan kedua orangtuanya malah menyuruhnya untuk melupakannya. Mereka berusaha meyakinkan dia bahwa anak itu tidak akan muncul lagi karena anak itu hanyalah orang asing yang kebetulan bertemu dengannya di Louisiana.
Katie menolak bujukan mereka. Dia yakin dia akan bertemu dengan anak itu lagi di Trinity. Dia merasa sangat yakin.
Waktupun berjalan dengan sangat cepat. Tidak terasa sudah saatnya dia berkemas-kemas untuk pindah ke asrama. Sayangnya, keyakinannya akan bertemu dengan anak lelaki berambut semakin berkurang. Kenangan anak itu semakin memudar di ingatannya. Bahkan saat dalam perjalanan ke asramapun, dia sudah tidak terlalu mengharapkan reuninya dengan anak itu.
Entah kenapa apa yang dikatakan orangtuanya ada benarnya. Sepertinya anak itu tidak akan datang dan telah melupakannya... seperti dia yang kini telah melupakan nama anak itu.
Katie turun dari taxi begitu tiba di depan asramanya. Asrama sekolah Trinity terdiri dari dua bagian wilayah; wilayah khusus perempuan dan lelaki. Ada banyak peraturan yang harus ditaati tiap-tiap penghuni asrama. Misalnya seperti tidak boleh memasuki gedung asrama yang bukan tempatnya tanpa izin penjaga atau jam malam mereka yang mengharuskan mereka sudah harus tidur tepat pukul sembilan malam.
Mereka juga tidak boleh memelihara binatang peliharaan atau membawa teman dari luar yang tidak tinggal di asrama.
Karena itu burung makau yang diberi nama Kapten oleh Katie tidak bisa tinggal bersamanya. Katie harus meninggalkan Kapten di Iowa bersama kedua orangtuanya.
Hanya saja Kapten selalu terbang mengikutinya dan tidak mau tinggal di Iowa. Pada akhirnya, Kapten terbang masuk kedalam kamar asrama Katie tanpa sepengetahuan orang-orang melalui jendela kamarnya.
Kapten sangat pintar. Disaat Katie menyuruhnya untuk tidak berisik atau bersuara, Kapten patuh dan diam. Namun disaat dia mengajaknya bicara, Kapten akan menyahutinya dan mengusapkan kepalanya ke pipi Katie.
Dengan kehadiran Kapten disisinya, Katie merasa terhibur dan tidak merasa kesepian lagi.
Setelah membiasakan diri hidup di asrama selama beberapa hari, akhirnya hari yang ditunggu-tunggupun tiba. Hari pertama masuk ke sekolah Trinity. Hari pertama dimana dia akan belajar di Trinity dan berkenalan dengan teman-teman baru.
Katie melewati gerbang sekolah dengan optimis. Entah apakah dia akan bertemu dengan anak itu atau tidak, dia akan menjalani harinya dengan senyumannya.
Dia melihat sekelilingnya dimana banyak anak remaja seusianya berlalu lalang sambil mengobrol dengan teman mereka masing-masing.
Entah dia harus merasa senang atau sedih karena tidak ada satupun dari temannya di Iowa melanjutkan SMAnya di Trinity.
Dia senang karena tidak harus berhadapan dengan anak-anak sombong dari sekolahnya di Iowa. Tapi dia juga merasa sedih karena dia harus berjuang seorang diri di kota asing. Dia tidak mengenal siapapun, dan dia juga tidak tahu apa-apa.
Bagaimana kalau dia salah memilih teman? Bagaimana kalau teman-temannya suka membuat onar dan mempengaruhinya? Bagaimana kalau...
"Katie!"
Kekhawatiran Katie terpotong saat ada orang yang memanggil namanya. Apakah mungkin anak itu?Jadi anak itu mengingatnya?
Katie segera menoleh dengan penuh harap. Sayangnya sosok yang memanggilnya adalah seorang gadis remaja yang kini melambaikan tangan ke arahnya.
Siapa? Dia yakin belum pernah bertemu dengan gadis itu sebelumnya. Kenapa gadis itu tahu namanya dan bersikap ramah padanya? Apakah mereka pernah bertemu sebelumnya?
Tepat saat Katie hendak tersenyum dan menghampiri gadis itu, seorang gadis lain berlari melewatinya dari belakang. Langkah Katie terhenti dan pandangannya terpaku pada uraian rambut dihadapannya.
Rambut coklat kemerahan... persis seperti yang dimiliki anak lelaki itu. Katie memandang pemilik rambut itu dan seketika tubuhnya terpaku pada tempatnya.
Katie tidak pernah melihat seorang begitu cantik dengan senyuman bak matahari yang menyilaukan dan juga... Katie nyaris bisa melihat sepasang sayap di punggung gadis itu saat gadis itu melonjak kegirangan dengan gadis yang memanggilnya 'Katie'. Dia merasa seperti melihat seorang malaikat yang turun ke bumi.
Tiba-tiba saja Katie merasa seperti sedang bernostalgia. Kenapa dia merasa dia mengalami de javu? Sepertinya dia pernah bertemu gadis berambut merah ini? Apakah dia pernah memimpikannya? Bagaimana mungkin?
Katie gelagapan saat menyadari gadis berambut merah serta gadis tadi yang dikiranya memanggil namanya melihatnya dengan ekspresi bingung.
Rupanya tanpa sepengetahuannya, kedua kakinya sudah membawanya di depan kedua gadis itu. Kenapa dia harus melamun sih? Dan kenapa pula kakinya mengkhianatinya? Apakah dia akan bertindak sesuatu yang memalukan di hari pertamanya masuk sekolah?
Katie segera menenangkan dirinya dan berdehem untuk menetralkan suasana canggung diantara mereka bertiga.
"Hai, aku anak baru disini. Aku berasal dari Iowa. Namaku Katleen Morse anak kelas musik. Salam kenal." ucap Katie sembari mengulurkan tangannya dengan gugup. Bagaimana kalau perkenalannya ditolak? Bagaimana kalau ternyata dua gadis dihadapannya malah merendahkan dirinya?
Katie bahkan merasakan sekujur tubuhnya mengeluarkan keringat dingin saking gugupnya. Padahal sebelumnya dia tidak pernah segugup ini saat berhadapan dengan orang asing.
Mungkin karena pengalamannya di SMP Iowa, dimana semuanya mengucilkannya dan menghindarinya...dia tidak lagi berani menghadapi orang asing dan mudah takut saat bertemu dengan orang baru.
Namun tidak disangka, uluran tangannya disambut dengan hangat oleh gadis malaikat tadi.
"Hai, namaku Catherine West dari kelas komunikasi. Salam kenal."
Itulah pertemuan pertama antara Katleen dan Catherine. Semenjak saat itu keduanya menjadi dekat meski berbeda kelas. Dimana ada Katie pasti ada Cathy begitu juga sebaliknya. Entah kenapa mereka berdua seperti menemukan belahan jiwa mereka dan tak terpisahkan.
Katleen merasa nyaman dan dia tidak pernah kesepian tiap kali melihat wajah Catherine sementara Catherine memiliki jiwa keibuan yang selalu melindungi dan membelanya disaat ada yang mengganggunya.
Karena mereka sering bersama dan nama panggilan mereka mirip dengan sebutan 'Katie' yang terdengar seperti 'Cathy' dan sebaliknya, Katie memutuskan mengubah nama panggilannya dan meminta mereka memanggilnya dengan Kei.
"Kenapa harus Kei? Itu terdengar maskulin. Kitty lebih cocok untukmu." ujar Mercy memberi saran pada kelompoknya di jam istirahat mereka.
"Kitty? Memang cocok. Terdengar imut, sama persis seperti orangnya." puji Cathy dengan senyuman khasnya membuat Katie merona malu-malu.
Sikap Katie yang ceria nan polos dan juga tidak pernah tahu cara untuk berdebat membalas hinaan anak lainnya membuat Cathy serta Mercy ingin melindunginya.
Mercy menggunakan kekuasaannya sebagai putri keluarga Mercure grup sementara Cathy menggunakan tatapan tajam dan kewibawaannya membungkam semua orang yang berusaha menindas Katie.
Untuk pertama kalinya semenjak dia keluar dari Lousiana, Katie bisa menikmati kehidupan masa sekolah lagi dengan damai. Dan siapa sangka, hubungannya dengan Cathy semakin dekat bahkan berjalan hingga sepuluh tahun kemudian. Keduanya seperti saudari kandung yang selalu siap membantu satu sama lain disaat ada yang membutuhkan bantuan.
Dan secara perlahan.. kenangannya bersama dengan anak lelaki berambut merah menguap di pikirannya. Hanya gantungan kunci pemberian anak itu yang terkadang membuatnya mengenang masa lalu sesekali.
Namun kali ini, Katie tidak memegang akan ingatannya masa lalu. Dia memutuskan untuk melupakannya karena sepertinya anak itu juga telah melupakannya.
Untuk saat ini dia akan memfokuskan sekolahnya, mengejar impiannya sebagai seorang penyanyi dan terlebih dari itu semua... menjadi dirinya sendiri. Katleen Morse, gadis normal.