Kapten Kei
Kapten Kei
"Mulai sekarang kau tidak memiliki nama. Kau adalah umbra yang akan melindungi Katalina hingga dia kembali. Bunuh siapapun yang mengetahui identitasnya. Dan juga bunuh siapapun yang dijadikan musuh olehnya."
Umbra menjawabnya dengan lebih menundukkan kepalanya sambil memejamkan matanya. Kemudian seorang wanita menghampirinya sambil menggendong seorang bayi. Umbra bangkit berdiri dan menerima bayi tersebut kedalam gendongannya.
"Aku serahkan putriku padamu. Pergilah ke Amerika, temui keluarga Morse. Mereka tahu apa yang harus mereka lakukan."
Umbra menganggukkan kepala dan segera beranjak dari ruangan itu. Begitu membuka pintu, Umbra mendengar ada langkah sebuah pasukan yang sudah menerobos masuk rumah ini.
Tidak punya pilihan lain, Umbra mengikatkan bayi perempuan dengan kain di belakang punggungnya. Kemudian dia berjalan menuju balkon kamar dan memanjat ke atas hingga ke atap. Berikutnya dia melompat dari atap menuju ke atap lain hingga menghilang setelah memasuki daerah hutan berkabut.
Tidak lama kemudian, seseorang datang menerobos pintu kamar disusul dengan pasukan bersenjatakan pedang panjang mengepung siapapun yang masih tertinggal di kamar tadi.
"Dimana bayi itu?" tanya orang yang memimpin pengawalnya.
"Kalian tidak akan pernah menemukannya." jawab sang ibu menegakkan tubuhnya tidak takut ancaman yang diberikan pimpinan pasukan.
Para pengawal segera memeriksa seluruh isi kamar sementara wanita itu hanya memejamkan matanya sambil berharap, putrinya bisa keluar dari negeri ini tanpa hambatan.
(Enam tahun kemudian di kota Louisiana)
Di sebuah hutan di pinggiran kota, ada dua manusia yang sedang berdiri di dekat sungai sambil memasang ekspresi yang berbeda.
Seorang anak kecil memasang wajah cemberut dan seorang pria yang sedang berdiri santai mengawasinya.
Anak tersebut melempar batu ke sungai dengan gerakan malas kemudian melirik ke arah pria tersebut.
Pria itu menggelengkan kepala membuat si anak menghentakkan sebelah kakinya dengan jengkel.
"Aku serius Kei, kalau kau belum bisa melempar batu itu sampai seberang, kau tidak boleh bermain. Sekarang.. coba lempar lagi dengan lebih serius. Kau tahu kau hanya membuang waktu bermainmu disini kalau tidak serius latihan." ujarnya sembari memberikan batu lain pada anak mungil didepannya.
Kei mengambil batunya dan bersiap melemparnya untuk kesekian kalinya.
Dia memejamkan mata sambil mengambil napas panjang dan... mengayunkan pergelangannya beberapa kali sebelum melempar batunya ke arah sungai.
Dua pasang mata segera menyaksikan batu yang sedang memantul di atas air sebanyak tiga kali sebelum akhirnya tenggelam.
Sinar mata Kei berbinar-binar melihat kemajuannya. Walaupun batu tersebut tidak bisa sampai ke seberang, setidaknya dia bisa menimbulkan pantulan sebanyak tiga kali. Selama ini dia hanya bisa memantulkan batu di atas air satu kali saja. Tidak. Lebih sering dia tidak menimbulkan pantulan apapun. Batu yang dilemparnya langsung jatuh dan tenggelam begitu saja.
Karena itu, melihat batu lemparannya menimbulkan tiga pantulan membuatnya bangga pada dirinya sendiri.
"Lihat, aku bisa memantulkan batunya tiga kali di atas air. Berarti aku boleh bermain kan? Kau tidak boleh berkata tidak. Memangnya apa yang kau harapkan dariku? Aku ini masih berumur enam tahun. Enam tahun! Dan aku lebih membutuhkan bermain bersama teman-temanku!" protes Kei panjang lebar.
Si pelatihnya hanya memutar matanya malas mendengar muridnya mulai kumat lagi cerewetnya. Yah, setidaknya Kei memang menunjukkan kemajuan, karena itu...
"Baiklah, kau boleh pergi."
Kei segera beranjak dari tempatnya dan berlari menuju ke tempat bermain.
"Yang tadi itu pasti cuman kebetulan." seru sang pelatih dengan keras.
Kei merasa jengkel dengan kalimatnya dan menjulurkan lidah mengejek ke arahnya sebelum melanjutkan langkahnya.
"Dasar umbra menyebalkan!"
Untungnya perasaan jengkelnya tidak berlangsung lama. Begitu dia tiba di tempat bermain dengan hamparan rerumputan yang luas, suasana hatinya langsung berubah ceria.
"Kapten Kei ada disini dan siap memimpin pasukan. Hahahaha." seru Kei dengan suara yang lantang.
"Yipieee.. Kapten sudah datang."
"Kapten kok terlambat?"
"Karena terlambat, Kei yang akan jadi hantunya. Hohoho."
"APA?!" Kei mendelik berusaha protes akan serangan teman-temannya.
Ish.. ini semua gara-gara umbranya. Omel Kei dalam hati.
Pada akhirnya Kei menghadap ke arah pohon sambil menutup matanya dengan dua tangannya. Dia mulai berhitung sementara teman-temannya bersembunyi.
Begitu hitungannya mencapai sepuluh, Kei membuka matanya dan mulai mencari buruannya.
Kei mencari teman-temannya dengan penuh semangat sambil tertawa cekikikan. Dia sudah bisa melihat jejak kaki dan menduga-duga tempat persembunyian teman-temannya.
Dia bisa menemukan semua temannya dalam waktu singkat, karena itulah dia merasa bosan kalau harus dia yang menjadi 'hantu''.
Kalau dia yang bersembunyi, maka sudah dipastikan... tidak akan ada yang bisa menemukannya. Hahahaha!
Semenjak dia bisa berjalan dengan lancar, umbranya mengajarinya berbagai macam hal. Mulai dari cara memanfaatkan sekitarnya untuk bersembunyi hingga memanjat pohon.
Bermain diatas lumpur atau memegang serangga sudah menjadi mainan kesehariannya. Meski begitu, dia lebih suka bermain dengan anak-anak seusianya daripada harus berhadapan dengan umbra yang selalu serius dan ketat terhadapnya.
Kei berjalan di tengah-tengah lapangan dengan senyuman puas. Total anak yang bersembunyi ada enam anak, dan dia sudah menemukan lima kepala yang bersembunyi. Tersisa satu lagi.
Kei memincingkan matanya menatap sekitarnya dan menemukan kepala terakhir. Kemudian dia berjalan kembali ke pos utama sebelum berteriak dengan kencang.
"Bastian ada di belakang pohon gajah! Riley ada dibalik pohon cemara! Rosa tidur diantara rerumputan!" satu persatu Kei menyebut tempat persembunyian teman-temannya dengan suara keras... seperti biasa yang dilakukannya.
"Hei, Kei.. kau melakukannya lagi. Kau harus menemukan kami dulu."
Dengan santai Kei berdiri di posnya sambil tersenyum lebar menyadari keenam temannya telah keluar menunjukkan wajahnya.
"Tuh, aku sudah menang. Kalian semua keluar."
"Aaahh, Kei curang melulu." omel Bastian.
"Kok bisa? Kan kalian sendiri yang keluar. Padahal kalian tidak perlu keluar setelah mendengar suaraku."
Sementara itu, umbra yang sedang menyaksikan adegan itu di atas cabang pohon menggelengkan kepalanya.
"Kenapa dia tidak bisa bermain mengikuti peraturan dengan normal sih? Dasar putri yang merepotkan." omel sang umbra yang pastinya tidak bisa didengar Kei.
Kembali pada perdebatan kecil antara Kei dengan teman-temannya. Pada akhirnya Bastian mengalah dan menjadi 'hantu'nya kali ini.
Kei tertawa riang menuju ke tempat persembunyiannya begitu Bastian memulai hitungannya.
Kei memilih masuk ke dalam hutan dan bersembunyi di sebuah gubuk yang sudah lama tidak terpakai.
Saat itulah dia melihat seorang anak lelaki berambut merah yang mirip dengannya. Kei tahu warna rambutmya bewarna merah, tapi dia tidak tahu merah yang seperti apa.
Keluarganya sangat miskin dan tidak memiliki kaca apapun. Rambutnya disemprot spray bewarna gelap untuk mengurangi warna merahnya. Belum lagi ayahnya selalu memotong rambutnya dengan model seperti anak laki tiap tahunnya.
Karena itulah dia sama sekali tidak menyangka akan melihat anak lain berambut merah seperti dirinya. Kei memandang rambut anak itu dengan takjub sambil bertanya-tanya apakah warna rambutnya juga seperti itu?
Entah kenapa, Kei merasa anak itu dalam bahaya karena seorang pria dewasa berbaju formal dengan jas hitam sedang memaksa anak itu untuk ikut pergi dengannya.
Akhir-akhir ini sering terjadi penculikan anak-anak, khususnya terhadap anak yang memiliki wajah yang cantik. Umbra juga sering memperingatkannya untuk berhati-hati. Karena itulah dia selalu berpenampilan seperti anak buruk rupa tiap kali keluar rumah.
Kei menggigit kuku ibu jarinya ragu-ragu apakah sebaiknya dia menolong anak itu atau tidak.
Kemudian, Kei melihat sebuah bola rotan di atas meja kayu didalam gubuk. Sebuah ide terlintas di benaknya.
Kei mengendap-ngendap keluar dari gubuk dan bersembunyi dibelakang tanaman. Detik berikutnya dia meletakkan bola rotan di tanah dan menendangnya sekeras mungkin ke arah kepala pria dewasa tersebut.
Bingo! Bola mengenai tepat sasaran. Kei langsung berlari sambil memberi tendangan ke arah kaki orang mencurigakan tersebut. Setelahnya Kei menarik lengan anak tersebut dan melarikan diri dengan kecepatan penuh.
Kei melihat sebuah gua kecil yang dikenalnya dan segera berlari kesana untuk bersembunyi. Kei mendesah lega mengetahui dia berhasil membuat orang jahat tadi kehilangan jejaknya.
Detik berikutnya dia merasakan sakit yang luar biasa pada pergelangan tangannya.
"Aaaaaahhh!" seru Kei sambil menarik tangannya dan tanpa sengaja mendorong anak yang baru saja ditolongnya.
Kei mendelik melihat bekas gigitan pada tangannya. Dia baru saja digigit? Anak itu berani MENGGIGITNYA?!
"Hei! Kau berani menggigitku?!"
"Beraninya kau mendorongku, huh?!"
Keduanya mengucapkannya dengan bersamaan. Anak laki tadi menjerit ngeri begitu melihat penampilan Kei dengan jelas.
Saat ini Kei memakai pakaian compang-camping yang kotor dengan rambut yang dipenuhi daun dan ada bekas tanah di seluruh tubuhnya.
"Ew!! Bleh!" anak itu meludah dengan jijik sambil mengelap mulutnya dengan kain bajunya. Jelas sekali dia berusaha membersihkan bibirnya karena baru saja bersentuhan dengan kotoran.
Mendapatkan tanggapan seperti ini, Kei kehabisan kata-kata. Dia tahu tubuhnya saat ini sangat kotor, tapi anak itu tidak perlu bersikap berlebihan seperti itu kan?
Biar bagaimanapun dia tetap memiliki perasaan. Dan dia merasa sakit hati menerima perlakuan seperti itu.
"Tuan muda."
Sebuah suara asing terdengar membuat Kei bersikap waspada. Kei menoleh dan melihat pria yang tadi dicurigainya hendak berniat jahat muncul disana. Otaknya kini berusaha mencari cara untuk kabur sambil berharap umbra ada didekatnya untuk membantunya.
"Karel! Anak ini berani menyerangku. Ugh! Mulutku dipenuhi bakteri semua!"
"Tuan muda baik-baik saja?"
Orang yang disebut Karel segera berlari menghampiri anak yang tadi ditolong Kei. Menilai percakapan antara pria dewasa itu dengan anak tadi membuat Kei mengerti satu hal.
Anak ini pasti berasal dari keluarga yang kaya. Dan pria ini mungkin adalah supir atau pengawal pribadinya. Kei jadi merasa bersalah karena telah menyerang Karel dengan kasar. Orang tadi pasti merasa kesakitan mengingat pria ini sempat mengerang sebelumnya saat Kei menendang kakinya.
"Uhm.. Maaf. Tadi saya pikir anda berusaha menculik anak ini. Jadi saya... maaf karena telah memukul anda." ucap Kei sambil membungkuk tubuhnya menunjukkan sikap tulusnya.
"Oh, rupanya begitu. Tidak apa-apa kalau begitu. Aku tidak menyangka anak kecil sepertimu memiliki keberanian yang luar biasa untuk menyelamatkan anak yang tidak dikenal." puji Karel dengan kagum membuat Kei menegakkan tubuhnya dan tersenyum dengan gembira. "Siapa namamu?"
Belum sempat menjawab, anak tidak tahu berterima kasih tadi menyelanya terlebih dahulu.
"Karel! Aku harus ke rumah sakit sekarang juga! Bagaimana kalau kuman bakteri anak ini masuk kedalam tubuhku dan aku langsung pergi meninggalkan papa sendiri. Ayo cepat!"
Senyuman Kei lenyap mendengarnya. Dia merasa marah sekali dan terbesit sebuah gagasan untuk mengerjai anak itu.
Kei berjalan ke arah anak yang sedang mengomel dengan langkah lebar. Kei merasa puas melihat tubuhnya agak lebih tinggi sedikit dari anak itu.
"Mau apa kau?" bentak anak kurang ajar itu.
Kei menarik kerah bajunya kemudian...
MUACH!! Suara bekas ciuman terdengar dengan keras. Kei memberikan kecupan panjang dan lama di pipi tembem anak itu. Dia memastikan air liurnya membasahi pipi anak itu.
"Biar saja bakterinya merasuk ke dalam kulitmu. Bleh!" tidak lupa Kei menjulurkan lidahnya untuk menambah aksi nakalnya.
Kemudian dia berlari keluar dari gua sambil tertawa terbahak-bahak saat mendengar teriakan histeris dari dalam gua.
"TIDAAAAAAAKKK!!!!"